HARGA TAK HINGGA PADA TUBUH KITA
Segala Pujian hanya milik Allah yang telah memberikan kita nikmat sehat dan organ tubuh yang mampu bekerja untuk kelangsungan hidup kita hingga waktu yang telah ditentukanNya. Amma ba’d.
Diriku teringat status dari seorang teman yang menyatakan bahwa, “Kita ini diberi hak pakai, bukan hak milik”. Memang, suatu saat apa-apa yang kita miliki ini akan diambil olehNya atas kehendakNya kemudian akan dipertanggungjawabkan di hadapanNya, lalu Ia akan memberikan balasan sesuai dengan bagaimana tingkat syukur kita kepada apa yang dititipkanNya pada kita. Namun, berapa banyak orang yang mensyukuri atas nikmat Allah atas kesehatan tubuh kita, atas berfungsinya organ tubuh kita dan atas kesempatan kita menikmati udara yang gratis ini? Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur” (Al-Mulk: 23).
Mendengar gagal ginjal dengan tingkat keparahan 95%, kami pun ingin mengunjungi beliau lagi, namun mendengar kabar dari anggota keluarganya bahwa beliau sedang dalam keadaan koma dan memasuki ICU-RSSA Malang. Kami mengetahui bahwa ICU merupakan ruang khusus bagi penderita berpenyakit sangat kronis, sehingga bila kami menjenguk hanya bisa melihat melalui kaca saja. Namun, kami ingin sedikit menghibur keluarganya, karena tentu duka mereka lebih besar dari apa yang kami upayakan untuk menghiburnya.
Setelah mendapat ijin dari salah seorang anggota keluarga beliau, akhirnya kami menjenguknya kembali. Sampai di rumah sakit kami pun terlebih dahulu mencari anggota keluarga beliau, yaitu teman SMA kami dan sempat satu kloter dalam masa-masa kami menempuh mata kuliah KKN. Kami mencarinya di beranda ruang tunggu, namun banyak sekali orang yang sedang duduk-duduk untuk menunggu keluarganya yang sakit dan akhirnya kami berinisiatif untuk masuk saja ke ruangan ICU dan melihat beliau dari kaca tanpa ditemani seorang dari anggota keluarganya.
Masya Allah, Laa hawla wala quwwata ilaa billah. Kami tak habis pikir dengan kondisi beliau yang seperti ini. Alat-alat medis dengan mesin-mesin yang kami tak tahu apa fungsi itu semua, ditempelkan ke tubuh beliau. Mulai dari alat pendeteksi detak jantung, saluran pernafasan dan alat bantunya, saluran kotoran, infus dan makanan khusus yang dimasukkan melalui kerongkongannya. Belum alat yang dipasangkan ke dalam organ tubuhnya, seperti alat pencuci darah, serta alat-alat lain yang kami pun tak paham apakah gerangan. Kondisi beliau sangat lemah dengan kondisi tidak sadar (Koma) dan dengan nafas yang sangat berat dalam menghirup oksigen dalam tabung yang terbatas jumlahnya.
Kami melihat dengan termenung, rasa yang campur aduk memenuhi kami. Harapan-harapan muncul pada diri kami dan atas beliau. Kami tak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya dan rasa apa saja yang beliau rasakan. Ternyata begitu besar nikmat kesehatan!
Kami pun berencana pulang, tak bertemu anggota keluarganya tak apalah yang penting sudah melihat Sang Pasien. Namun, Allah mentakdirkan kami bertemu anggota keluarganya dan teman kami pun menyambut kami dengan wajah yang berbeda dari bisasanya, wajah duka dan sangat tertekan, lelah dan terlihat kondisi psikoloisnya yang masih labil. Kami pun dipersilahkan kembali memasuki ruang penglihatan pasien, kami pun telah menyampaikan bahwa kami sudah melihatnya, tapi dia membuka pintu masuk menuju ruang penglihatan pasien di ICU dan kami pun masuk lagi. Setelah itu kami keluar dan hanya bisa mengucap, “Sabarlah!”, ia mengatakan, “Alhamdulillah, ana sudah sabar kuq,” lalu kami berucap, “Semoga ayah antum diberikan yang terbaik oleh Allah”. Kami tak dapat mengucapkan selain itu, karena bagaimana mungkin kami mengucapkan, “Semoga ayah antum diberi kesembuhan?!” kondisinya secara fisiologis menurut akal kami yang lemah tak mungkin bisa bertahan lama kecuali Allah memberikan kehendakNya. Kami juga berharap, kata-kata kami bisa sedikit melatih ia untuk lebih tegar. Kemudian ia menundukkan kepalanya, kami rasa ia tak kuasa menahan tangisnya, tangisan yang wajar dari seorang anak yang ayahnya dalam kondisi nasakh. Kami pun bertemu keluarganya yang lain dan mencoba berbincang dengan mereka, setelah itu kami pulang. Banyak hikmah dari hal ini dan aku pun teringat cerita dari salah seorang salaf ash-Shalih.
Ada seseorang yang mengeluh kepada salah seorang ulama, dan ia meminta nasehatnya. Ia mengeluh tentang kemiskinannya, tentang kesedihannya dan tentang sedikitnya penghasilannya. Lalu ulama itu berkata, “Baiklah, kalau begitu bagaimana bila matamu aku beli seribu dinar?” Anggap saja saat ini 1 dinar senilai Rp. 2.300.000, jadi 1000 dinar = Rp 2,3 Miliar. Lalu orang tersebut mengatakan, “Tidak!”. Ulama berkata lagi, “Maukah aku beli telingamu seharga seribu dinar?” Orang tersebut menjawab, “Tidak!”. Begitu seterusnya ulama ini terus menyebutkan organ tubuh dari orang yang mengeluh miskin dan ia berencana membelinya dengan seribu dinar. Jawabannya pun selalu “Tidak!”. Maka ulama berkata, “Tubuhmu itu sangat mahal! Mengapa kamu tidak bersyukur?” Dan kasus ayah sang teman ini hanya sepasang ginjal, yang besarnya tidak lebih dari bola tenis, namun bisa mengeluarkan uang jutaan untuk menyaring racun dalam tubuh dan berakibat fatal bila ia tak berfungsi. Begitupula jantung yang ukurannya hanya sekepal tangan orang dewasa, dan juga paru-paru, otak serta yang lainnya.
Maka dari itu mengapa kita tidak bersyukur atas kesehatan kita? Mengapa kita hanya mempersepsikan kekayaan hanyalah uang dan uang? Mengapa kita meminta dan berkhayal apa yang tak ada, padahal di depan kita ada segudang kekayaan? Mengapa kita justru merusak organ kita dengan asap rokok, obat-obat terlarang dan zat aditif, padahal organ tubuh kita sangat vital dan tak ada yang dapat membuatnya selain Allah?
Hanya kita yang dapat menjawabnya, maka tingkatkanlah rasa syukur kita atas kesehatan yang diberikan Allah Ta’ala pada kita.
Malang, 3 Rabi’ul Awwal 1432 / 6 Februari 2011
@nd
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah