SELAMAT JALAN GURUKU
AL USTADZ FAIZ NAJIH AL-BIN SA’ID RAHIMAHULLAH TA’ALA
Dengan menyebut Asma Allah dan Segala Puji hanya milikNya, Tuhan Semesta
Alam. Yang merajai hari-hari dunia dan hari-hari pembalasan, dan memegang nyawa
setiap insan. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada panutan
seluruh umat di semesta, Imamul Anbiya, utusan Sang Pencipta,Muhammad ibn
Abdillah. Dan semoga shalawat dan salam juga tetap tercurah kepada keluarganya,
para sahabatnya, serta umatnya yang terus mengikuti jalannya dan menyerukan
kepada jalannya hingga akhir zaman. Amma ba’d.
Entah mengapa hari-hari terakhir ini terasa kehilangan sesuatu yang indah,
sesuatu yang dahulu dirindukan pencerahannya, semangatnya, dan
wasiat-wasiatnya. Sosok yang penuh gelora semangat dakwah, menyerukan kebaikan
dan menyerukan pentingnya JIHAD FI SABILILLAH (berjuang di jalan Allah) kini
telah tiada. Beliau dipanggil oleh Allah dengan QadarNya dalam keadaan SYAHID
insya Allah. Dan kini beliau beristirahat di liang lahat yang penuh barokah,
penuh kedamaian, penuh kenyamanan dan nikmat setelah beliau berhasil menjawab
pertanyaan kubur. Wallahu a’lam, semoga Allah merahmati beliau. Aamiin.
Profil Ustadz Faiz Najih Al-Bin Sa’id
Saya bukanlah seorang santri beliau yang sangat dekat, tidak pula pernah
mengikuti mulazammah dalam kajian-kajian khusus beliau, tidak pula pernah
datang ke rumahnya, akan tetapi kedekatan itu tetap melekat dalam hati saya dan
saya menganggap beliau adalah salah satu guru saya yang berjasa besar dalam
hidup saya. Karena dari beliaulah semangat memegang Islam dan Sunnah, semangat
dakwah dan jihad terus menggelora dalam dada.
Saya hanyalah santri yang mengenal beliau semenjak SMA, dimana beliau
sesekali diundang oleh teman untuk datang mengisi kajian rutin khusus dalam
organisasi BDI (Badan Dakwah Islam) SMA Negeri Favorit di Kota Malang. Saya
lupa apa saja yang beliau sampaikan semenjak SMA itu, akan tetapi saya mengenal
beliau sosok yang ‘sangar’, tegas, namun berwibawa.
Hubungan antara saya dengan beliau sedikit memudar setelah lulus SMA, saya
diombang-ambing dengan dunia kampus yang cukup hingar dan mengerikan. Belum
lagi Bom Bali 1 dan 2 menyebabkan orang tua saya (yang belum mau ngaji saat
itu) menjadi kelabakan dan mudah disetir oleh media. Saya pun demikian halnya,
walau sudah faham tentang Islam yang lurus dan yang melenceng, namun tetap tidak
faham dengan dunia kampus dan segala rahasianya.
Akhirnya saya bertemu dengan beliau kembali, setelah saya merasakan
kesumpekan dalam menjalankan organisasi seni intra kampus yang penuh dengan
hawa nafsu dan kebohongan. Penuh dengan ambisi ketenaran dan ambisi duniawi,
saya pun terkadang curi-curi waktu saat antara latihan karawitan dengan pergi
ke masjid. Terkadang pula mendapati beliau berceramah dengan semangat yang
bergelora di masjid utama kampus. Semenjak saat itu, keinginan untuk keluar
dari organisasi ‘setan’ itu terus bergelora. Segala Puji hanya milik Allah,
saya pun akhirnya kembali kepada jalan yang diridoiNya mulai saat itu hingga
mati nanti, insya Allah.
Berdasarkan pengamatan sekilas, saya yang hanya mengikuti kajian rutin
beliau setiap hari senin sore Ba’d maghrib sampai Isya’ di Masjid Abu Dzar
al-Ghifari Kota Malang, saya melihat adanya kewibawaan dalam tampilan beliau.
Kesederhanaan menjadi ciri khas beliau, beliau hanya mengendarai sepeda butut
tahun 70-an hingga akhirnya ada salah satu jamaa’ah yang menghadiahi beliau
dengan sepeda motor lebih bagus. HP yang beliau miliki juga HP jadul
hitam-putih, bukan Java apalagi Android dan I Phone.
Secara fisik beliau kurus, berkulit agak hitam. Di dahi beliau terdapat
tanda bekas sujud dan jenggot beliau lebat. Namun, tampilan fisik beliau yang
kurus tidak menampakkan beliau orang yang lemah, bahkan semagatnya berdakwah
sangat membara. Walau mungkin sebagian orang mengatakan bahwa beliau seringkali
berbicara lantang dan belum sampai pada tahap action, akan tetapi saya
memandang bahwa beliau sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Syafi’i kepada
salah seorang yang dituduh demikian mengatakan, “Jangan kalian bicara seperti
itu, sesungguhnya dia telah sampai pada ilmunya.” Sesungguhnya Ustadz Faiz
telah membuktikan semangat beliau dengan bukti-bukti yang bisa disaksikan
manusia. Beliau menyampaikan ilmu dan beliau tunjukkan secara nyata dengan
semangat dakwahnya.
Beliau hampir tidak pernah absen mengisi kajian dengan alasan sakit,
kecuali memang sakit beliau menyebabkan beliau tidak kuasa untuk mengemudikan
motornya. Beliau tidak berkenan dijemput, kecuali dahulu saat sebelum bisa
mengendalikan sepeda motor karena memang hal itu adalah hal yang urgen. Beliau
pernah berkata, “Semua sakit-sakit hilang saat dakwah, pusing-pusing, flu,
batuk, pilek, ilang sudah!”
Penyampaian beliau penuh semangat, bahkan bagi penggemar Soekarno dan Bung
Tomo mungkin belum melihat hal yang sama dengan semangat beliau. Tatkala
ceramah beliau berapi-api mengobarkan semangat dakwah, semangat menuntut ilmu,
semangat menjalankan syariat dan menegakkannya, serta semangat jihad. Itulah
yang terus beliau serukan. Kobaran semangat untuk menentang kaum kafir dan
munafik terus beliau gelorakan. Kobaran semangat untuk berlindung kepada Allah
dari berbagai fitnah terus beliau wasiatkan.
Beliau ustadz yang anti dengan ‘patokan tarif’. Beliau sangat marah bila
ada orang yang menanyakan berapa tarif yang harus dibayarkan kepada beliau
untuk ‘tips’ mengisi kajian. Beliau pernah menyinggung seseorang itu saat
mengisi di masjid Abu Dzar Al-Ghifari Kota Malang, “Waktu saya mengisi kajian
di suatu kota, tiba-tba ditanya, ‘Tarifnya berapa ustadz’. ‘Loh emangnya saya
ini siapa pakai tarif-tarif segala...’” Lantas beliau menyitir pernyataan Imam
Hasan Al-Bashri rahimahullah, “Imam Hasan Al-Basri pernah ditanya,
‘Wahai Imam, kajian Anda penuh sesak dengan manusia, ada kaya dan miskin, tua
dan muda?’ Apa jawab Imam Hasan Al-Basri? ‘Mereka butuh dengan ilmu saya, dan
saya tidak mengusik harta mereka’” Ustadz Faiz menyampaikan dengan gaya yang
khas penuh semangat. Ustadz menambahkan, “Emang antum kira dakwah ini ringan?
Enak saja! berrat dakwah ini, apa ada yang berani menggantikan saya di sini?!
Kalau berani silahkan! berrat ini, urusan umat! Dakwah ini bukan untuk cari
uang, ustadz-ustadz yang minta tarif itu ustadz-ustadz karbitan. Dakwah ndak
main-main!”
Dalam berdakwah pun beliau selalu mengingatkan jamaa’ah agar selalu fokus
dan tahan terhadap ujian menuntut ilmu. Bila ada yang tidur, tak segan-segan
beliau membangunkan dengan tegas tapi kemudian diajak bercanda sesuai syariat. Beliau
berkata, “Ayo Banguuun! Coba-coba bangunkan itu bangunkan. Naaah fokus, ngaji
itu harus kuaaat. Yang duduk di sini harus kuuuat, ustadznya ngajarnya ndak
main-main. Jangan bersandar, nanti ngantuk. Yang bersandari hanya orang yang
usianya 90 tahun ke atas!! Ayo maju, ayo!” Sambil tangannya mengisyaratkan
semuanya untuk maju. “Tidak boleh lihat jam, yang boleh hanya ustadznya! Ngaji
hanya mulai ba’da maghrib sampai isya’ itu kurang, kalau perlu sampai subuh
gitu loh!”
Beliau juga ustadz yang sangat memegang teguh aqidah Islam. Dengan aqidah
yang kuat, beliau tidak takut dengan tantangan apapun yang diungkapkan oleh
makhluk bahkan resiko kematian sekalipun. Beliau mengatakan dengan penuh
semangat, “Manusia itu hanya ada dua pilihan, kalau ndak HIDUP ya MATI gitu
loh! Jadi ndak usah bingung.” Beliau juga menasehatkan untuk tidak galau di
masa depan, “Banyak orang yang menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi, tapi ndak
faham dien (agama). Buat apa? Katanya buat masa depan, KUBURAN itu masa
depan!” Beliau mengungkapkan dengan semangat dan gaya yang khas, hadirin dalam
suatu majelis pun tertawa.
Aqidah adalah hal yang paling penting. Pernah beliau sampaikan tatkala
meruqyah orang yang diganggu oleh Jin. Karena beliau juga ahli dalam meruqyah,
maka beliau banyak dijadikan rujukan. Salah satunya beliau pernah berkata, “Di
salah satu masjid yang saat itu khotibnya saya, waktu iqomah sholat Jum’ah
dikumandangkan, ndadak (mendadak) ada orang kesurupan. Langsung saya
datangi dan saya sabetkan (lecutkan) sorban saya ini, qodarullah
langsung sembuh. Eh, setelah sholat Jumat ada orang yang mendatangi saya tanya,
‘berapa harga sorban itu ustadz?’. ‘Ngawur aja sampean ini! yang menyembuhkan
itu Allah, bukan sorban saya!’. Ya ini kalau ndak faham aqidah ya ini jadinya!”
Sosok yang tegas, kocak, penuh semangat dan terus menggelorakan jihad. Kini
sosok itu telah tiada.
Wafatnya Sang Ustadz Rahimahullah Ta’ala
Pukul 06:00 WIB saya mendapat SMS dari salah seorang teman yang mengabarkan
tentang meninggalnya Ustadz. Saat saya membuka inbox SMS. Pertama yang
muncul potongan kalimat istirja’, penasaran dengan siapa yang meninggal lalu
saya buka keseluruhan dan betapa kagetnya setelah ada tulisan ‘Ustadz Faiz
Najih meninggal akibat kecelakaan’. Saat istri dan saudara saya kabari betapa
kagetnya mereka. Ternyata di Tab saya pun juga penuh dengn kabar dari BBM dan
Whatsapp tentang meninggalnya Sang Ustadz, begitu juga setelah membuka facebook
banyak konfirmasi tentang wafatnya.
Polemik meninggalnya ustadz pun menjadi perbincangan, kapan disholatkan dan
dimakamkan. Akhirnya setelah ada kepastian resmi dari Ust. Abdullah Hadhromi
bahwa jenazah Ustadz Faiz akan disholatkan dan dimakamkan ba’da ashar barulah
kami pun berencana langsung mendatangi Masjid An-Nur Jagalan Kota Malang
mendekati ashar.
Menurut kabar berita, ustadz Faiz pada malam hari sekitar pukul 01:00 dini
hari selesai menghadiri pernikahan keponakannya di Surabaya. Boleh jadi karena
dikejar waktu untuk aktivitas esoknya, belum lagi ada beberapa jadwal kajian
yang harus beliau isi ba’da subuhnya. Perjalanan memasuki Tol Waru-Sidoarjo
arah Malang pun ditempuh pada dini hari dengan kecepatan tinggi. Saat itu yang
menyetir mobil adalah keponakannya, dengan mengendarai mobil Avanza, ditumpangi
oleh Istri beliau, dan ketiga anaknya (Jamila, Nuzula, dan Adiba). Mobil melaju
ke arah Kota Malang dengan kecepatan tinggi, boleh jadi di atas 100 KM/Jam.
Sampai kepada beberapa kilometer setelah palang pintu masuk jalan Tol
Sidoarjo, sopir berusaha menyalip Ambulan yang menghalanginya. Namun qadarullah
telah terjadi, Ambulan yang ada di depan mobil pun tidak mau mengalah, akhirnya
mobil saling mendekat dan terjadilah serempetan antara mobil yang ditumpangi
Ustadz dengan Ambulance tersebut. Karena kondisi kecepatan tinggi, keponakannya
ustadz Faiz yang saat itu menjadi sopir tidak kuasa menguasai kendali mobil.
Secara reflek setir pun dibanting ke kiri yang menyebabkan kejadian fatal
menimpa mereka. Mobil oleng ke kiri dan terguling dengan kecepatan tinggi
lantas menabrak pembatas jalan sebelah kiri. Ustadz yang saat itu duduk di
deretan kedua dengan memangku Adibah, puterinya berusaha melindungi puterinya
tersebut akan tetapi terkena dampak yang paling parah. Begitu juga puterinya
Adibah yang mengalami patah tulang dan pendarahan hebat.
Keponakan beliau mengalami patah tulang kaki, istri beliau mengalami patah
tulang rusuk dan kaki, hanya 2 puteri beliau (Jamila dan Nuzula) yang tidak
mengalami apapun kecuali luka-luka ringan. Merekalah saksi kunci yang tidak
terluka parah. Semua dilarikan ke rumah sakit terdekat, akan tetapi qadarullah
mendahului semuanya, Ustadz Faiz pun meninggal beberapa jam kemudian. Urusan
administrasi rumah sakit menyebabkan penundaan pemakaman hingga ba’da ashar.
Menjelang jenazah Ustad Faiz disholatkan, terdengar kabar berita Adibah,
puteri bungsu beliau wafat menyusul ayahandanya. Mendengar Adibah wafat, Jamila
pun kaget dan jatuh pingsan, saat itulah diketahui bahwa ternyata Jamila
mengalami gegar otak ringan akibat benturan saat kecelakaan. Satu-satunya yang sehat
dan menemani mereka adalah Nuzula kecil, dia pun membantu semua keluarga
besarnya untuk memantau perkembangan ibunya dan saudaranya. Saat Ibunya sadar
dan bertanya, “Nak, dimana Abi?” Nuzula berkata, “Sudahlah Umi, Abi sudah
diurus sama ikhwan-ikhwan. Sudah ada yang ngurus, ndak usah mikir Abi.” Padahal
saat itu Nuzula telah mengetahui bahwa sang ayah telah wafat mendahului mereka
semua.
Kini saat artikel ditulis, kondisi Istri Sang Ustadz masih lemah di rumah
sakit. Semenjak masa kritisnya sudah terlewati, beliau harus dioperasi selama
enam jam dengan biaya yang sangat besar. Namun, kaum Muslimin semua saling bahu
membahu mengulurkan bantuan untuk merawat mereka. Operasi patah tulang rusuk
dan kaki, begitu juga sopirnya yang juga berstatus sebagai keponakannya serta
perawatan Jamilah yang mengalami gegar otak ringan. Hanya nuzula yang tidak
terkena dampak apapun kecuali terluka sedikit.
Ustadz faiz Najih Al-Bin Sa’id memiliki 6 (enam) orang anak, 3 (tiga)
putera dan 3 (tiga) puteri secara berurutan. Mendengar kabar kematian ayahnya,
sang anak sulung pun memerintahkan segera menguburkan Abinya sesuai dengan
wasiat ayahnya semasa hidup, “Kalau orang wafat itu segera untuk diurus dan
dimakamkan.” Itu wasiat yang pernah disampaikan Ustadz Faiz saat mengisi ta’lim.
Akan tetapi tatkala mendengar kabar kematian Adibah, sang putera sulung
berwasiat untuk tidak menguburkan adiknya sebelum dia datang ke Kota Malang. Mengingat
perjalanan dari Isy Karima (Solo) menuju Malang, membutuhkan waktu sekitar 6-7
jam. Akhirnya Adibah pun dimakamkan ba’d Isya’.
Prosesi Pemakaman Sang Ustadz
Prosesi pemakaman Ustd Faiz al-Bin Sa’id inilah yang sempat saya saksikan
dengan mata kepala saya sendiri dan langsung di tempat kejadian. Tepatnya di
Masjid An-Nur Jagalan Saleyer Kota Malang.
Rencana sholat jenazah akan dilaksanakan ba’da sholat ashar (sekitar pukul
14:50), penulis saat itu berencana berangkat pukul 15:30. Betapa kagetnya
penulis saat melihat kendaraan roda dua dan empat berjajar dengan berbagai
jenis dan merek. Tidak biasanya bila ada kematian seramai ini. Penulis pun
berusaha menerobos kerumunan masa menuju masjid, penuh sesak seakan menguburkan
syaikh di Masjid Al-Haram. Penulis pun tak kuasa memasuki masjid yang sangat
padat jumlahnya.
Mengingat jumlah pelayat yang sangat banyak, akhirnya sholat Ashar pun
dilaksanakan dua gelombang. Gelombang pertama sangatlah sesak, bahkan
jalan-jalan kampung di sekitar masjid penuh dengan manusia yang menjalankan
sholat ashar. Mereka dari berbagai suku, ras, dan juga daerah. Seluruh kaum
Muslimin berduka, bukan hanya Kota Malang saja akan tetapi Kaum Muslimin di
Seantero Pulau Jawa, Bali dan Kalimantan merasakan kesedihan yang sama.
Saya pun diberi kesempatan oleh Allah melaksanakan sholat Ashar pada gelombang
pertama. Setelah selesai menjalankan sholat, saya mundur ke belakang
(memberikan kesempatan pada jamaah untuk sholat Ashar gelombang kedua). Saya
menemukan keranda jenazah yang sepi dari manusia, hanya beberapa orang yang
duduk di sekitarnya. Ternyata setelah saya tanya orang yang berada di
sampingnya, isinya adalah jenazah ustad Faiz.
Ini kesempatan buat saya untuk berikhtiar agar bisa sholat berjamaah di
shof depan. Tatkala sholat ashar selesai, manusia mulai tertuju pada keranda
yang ada. Mereka semua berebut mengangkatnya, akan tetapi 4 petugas pengangkat
telah mengangkatnya dengan diiringi beberapa manusia termasuk saya. Alhamdulillah
saya pun bisa sholat jenazah di gelombang pertama dengan barisan depan.
Sholat jenazah juga dilaksanakan dua gelombang. Setelah selesai
melaksanakan sholat jenazah gelombang pertama, saya pun langsung menuju ke
pemakaman Kasin. Saya berfikir bahwa manusia terfokus pada pengantaran jenazah
dari masjid menuju pemakaman setelah sholat jenazah gelombang kedua selesai
dilaksanakan, sehingga saya mendahui jamaa’ah ke pemakaman. Alhamdulillah makam
pun sepi, ada dua liang lahat yang telah digali, satu milik Al-Ustadz dan yang
satu milik Adibah. Saya pun mendekat ke posisi paling dekat dengan liang, di
saat itulah kemudian muncul Al-Ustadz Abdullah bersama teman-teman kajian yang lainnya.
Berselang cukup lama, manusia pun berduyun-duyun mendatangi pemakaman. Jenazah
tampak mulai didatangkan dengan proses berimbal. Setelah keranda dibuka,
jenazah pun diangkat. Di sinilah hal yang belum pernah saya lihat selama ini
benar-benar tampak. Beberapa tetesan darah merembes keluar menembus kain kafan
dengan warna yang segar. Seakan seperti mujahid di medan pertempuran,
sebagaimana Allah nanti akan membangkitkan mereka bersama pakaian dan darah
mereka yang bercucuran dengan bau wangi kesturi.
Secara logika kejadian pada pukul 01:00 dini hari, dan meninggal tidak
berselang lama dari jam 01:00. Waktu ashar adalah jam 14:40 saat itu, sehingga
darah pun mengering. Terlebih setelah ada tim khusus dalam pemandian jenazah
dan pembersihan luka-luka, maka otomatis darah pun kering dan tidak terlihat
dari luar. Tapi ini berbeda, darah terlihat merembes dari kain kafan dan
berwarna merah segar. Seakan baru saja kejadian itu menimpa beliau. Allahu
Akbar!!!
Setelah jenazah dimasukkan ke liang lahat dan ditutup sempurna dengan
tanah, batu nisan pun ditancapkan. Kemudian majulah seorang ustad senior
Al-Ustadz Abdullah Shalih Hadhromi yang mengisi tausiyah tentang kematian.
“Setiap orang pasti mati namun cita-cita kita adalah mati Husnul Khotimah.
Sedangkan saya sendiri memiliki harapan untuk mati di Tanah Palestina. Mati
melawan Zionis Yahudi.” Pidato beliau berkobar saat di area pemakaman tersebut
disaksikan oleh pelayat yang sangat banyak.
Setelah rangkaian pemakaman selesai, semua pun bubar meninggalkan pusara. Ada
yang masih mengabadikan pusara dengan kamera dan juga melanjutakan doa. Itulah
kenangan bersama guru kami Ust. Faiz Najih al-Bin Sa’id. Semoga Allah menerima
semua amal beliau dan mengampuni semua dosa beliau hingga kita pun menyusulnya
dengan Husunul Khotimah dan dipertemukan dengan beliau di syurgaNya kelak.
Aamiin.
Penulis:
@nd.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
4 komentar:
Saya mencintai Ust. Faiz karena Allah, saya mendapat hidayah lewat perantara dakwah beliau.
Saya juga bukan siapa-siapa, tapi saya bahagia saat bersama beliau dalam satu kajian, saat satu meja dalam sebuah perjamuan, pun saat satu kendaraan dalam satu perjalanan... rindunya bila ingat semua itu.
Semoga Ust. Faiz kelak memanggil & mencari saya saat di surga-Nya.
Saya sedang rindu beliau, melihat ceramah2 beliau, & mencari-cari tulisan tentang beliau, hingga menemukan tulisan ini.
BarokAllahu fiik(a) ya akhi...
Jazakallah khoir...
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau, merahmaatinya dan memberikan tempat terindah di sisi-Nya... Aamiin...
Ingin menangis rasanya mengingat indahnya jaman2 duduk di majlis beliau Rahimahullah semasa SMA dulu. Masyaallaah kangennya ...
Assalamualaikum, Saya sangat mencintai Ustadz Faiz. Rahimahullah . Saya dari Mojokerto. Dulu tiap Senin Saya datang ke Masjid Al Ghifari Malang untuk ikut Kajian Beliau. Alhamdulillah Saya merekam kajian Beliau. Insyaallah akan Saya Upload di Channel Saya. KHOIRUL BAKHTIAR CHANNEL.
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah