KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Jumat, 14 September 2012

TUHAN DUA TERBIT DAN TERBENA


TAFSIR SURAT AR-RAHMAN AYAT 17-25
(TUHAN DUA TERBIT DAN TERBENAM)

Rangkuman Kajian Ba’d Maghrib di Masjid Abu Dzar Al-Ghifari
Tertanggal 7 Rabi’uts Tsaniyah 1433 / 29 Februari 2012
oleh: Ust. Abdullah Shaleh al-Hadhromi

TAFSIR AYAT 17
Allah berfirman, “Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.” (Q.S Ar-Rahman: 25).


Dalam At-Tafsir al-Muyassar yang dibukukan oleh para pakar tafsir yang dipimpin oleh Prof. Dr.Syaikh Abdul Muhsin at-Turki dan diterbitkan oleh Perpustakaan Madinah disebutkan, “Dia (Allah Ta’ala) adalah Rob kedua tempat terbit matahari, yaitu pada waktu musim dingin dan panas. Dan Rob (Tuhan) kedua tempat terbenam matahari yaitu musim dingin dan panas. Dan semua itu berada dalam pengaturan dan pengelolaan Allah Ta’ala.”
Dalam keterangannya, “Masyrikoini” dan “maghribaiyn” adalah penyebutan secara “mutsanan” (jamak dua). Dan banyak dalam Al-Qur’an yang disebutkan “Masyriq” dan ”Maghrib” yang merupakan bentuk “al-Mufrod” (Tunggal) serta ada pula disebutkan jamak (lebih dari dua). Dimana di dalam Ilmu Al-Qur’an dan tafsir hal ini tidaklah bertentangan, justru saling melengkapi. Karena tentu saja Allah Ta’ala berfirman dalam konteks yang berbeda tatkala memfirmankan dalam bentuk Tunggal, Ganda, atau Jamak. Allahu a’lam.

Dalam Tafsir As-Sa’di juga disebutkan, “Allah adalah Rob (Tuhan) Yang Memiliki dan Menguasai semua atasnya matahari, bulan dan bintang-bintang dan semua yang terbenam semua atasnya matahari, bulan dan bintang-bintang.”
Maksud dari hal ini adalah semua yang terkena cahaya matahari, bulan dan bintang-bintang akan melihat bahwa semuanya akan muncul (terbit) dan menghilang (terbenam). Ini dilihat dari sudut pandang makhluk yang memandang mereka (matahari, bulan, dan gemintang).

Dalam Tafsir Ath-Thabari dinyatakan, “Kami telah diberitahu oleh Ibnu Khumaid, telah diberitahu oleh Ya’qub al-Ummi, dari Ja’far dari Ibnu Hamzah ia berkata, ‘Firman Allah Firman Allah Ta’ala yaitu Rob dua tempat terbit dan terbenam maksudnya adalah yaitu tempat terbit waktu musim panas dan tempat terbenam saat musim panas. Terebenam waktu musim dingin dan terbenam waktu musim dingin. Dan hal ini menandakan bahwa matahari terbit dan terbenam selama 360 hari (dinyatakan dalam 1 Bulan Qomariyah) memiliki 360 tempat terbit dan terbenam dan setiap hari memiliki tempat terbit (sudut pandang terbit) yang berbeda-beda. Tidak pernah dalam dua hari terbit dan terbenam dari dua tempat yang sama.”

Ibnu Jarir menyatakan dengan sanadnya dari Ibnu Zayd, ia menyatakan, “Rob tempat dua terbit dan terbenam adalah tempat terbit terlama dalam setahun dan tempat terbenam terlama dalam setahun. Demikian tempat terbit dalam setahun dan tempat terbenam dalam waktu setahun.”
Ini menandakan terbit dan terbenamnya di negara-negara nontropis, dimana pada musim panas siangnya lebih panjang dari malamnya. Dan bila musim dingin, malamnyalah yang lebih lama daripada siangnya.

Dalam masalah terbit dan terbenam, Allah Ta’ala juga menyebutkan secara jamak. Sebagaimana dalam Surat Ash-Shafat: 5, Allah berfirman, “Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat (Robul Masyaariq) terbit matahari.” dan juga dalam Q.S Ma’aarij: 40, “Maka aku bersumpah dengan Tuhan Yang memiliki semua timur dan barat (atau juga semua tempat terbit dan terbenam), sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.”. Ada kalanya Allah Ta’ala menyebut secara tunggal sebagaimana dalam Q.S Al-Mujammil: 9, “(Dia-lah) Tuhan masyrik (tempat terbit) dan maghrib (tempat terbenam), tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.” Maksudnya adalah Rob semua Timur dan Barat.

Sehingga walaupun disebutkan jamak, mutsanan (ganda), ataupun mufrod (tunggal) konteks dari Timur dan Barat melingkupi sesuatu wilayah yang sangat luas. Bisa jenis benda yang bersifat terbit dan terbenam, bisa pula dari sudut pandang yang melihat obyek yang bisa terbit dan terbenam, bisa pula dalam konteks waktu dan musimnya. Maka penafsiran-penafsiran Al-Qur’an seperti ini sangat tidak bertentangan dengan kaidahnya dan bahkan saling melengkapi. Inilah yang disebut sebagai “Tafsir Tanawu’“ (berbeda hanya dalam masalah konteks makna bahasa/macamnya saja, bukan makna hakekat tafsir).


Kesimpulannya adalah: bahwa “Allah Ta’ala menciptakan alam semesta ini untuk kita, dan Allah menciptakan kita untuk Allah Ta’ala walaupun Ia tidak membutuhkan kita.” Sebagaimana disampaikan Allah Ta’ala, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” Lalu Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Adz-Dzaariyat: 56, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Sehingga Allah menciptakan matahari, bulan dan gemintang serta tempat terbit dan terbenamnya adalah untuk kita semua. Maka Allah berfirman dalam ayat berikutnya.

TAFSIR AYAT 18
Allah Ta’ala berfirman, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Dhomir (kata ganti) ”kamu” adalah mencangkup dua kelompok, yang dimaksud yaitu “Manusia dan Jin”, inilah yang dinyatakan oleh Jumhur Ulama dengan alasan: (1) ayat-ayat sebelumnya dan setelahnya Allah Ta’ala menyebutkan Manusia dan Jin; (2) disebutkan dalam Hadits yang sahih, bahwa Surat ini pernah dibacakan kepada Manusia (para sahabat) dan Jin, maka Jin menjawab, “Tiada semua nikmat satupun yang kami dustakan wahai Rob kami, maka segala pujian hanya milikMu.” sedangkan para sahabat diam saja. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada para sahabat, “Jawaban Jin lebih baik dari kalian, karena mereka setiap mendengar ayat ini selalu menjawab, sedangkan kalian diam saja.”

Ada juga yang membantah, yaitu Ibnu Asyur (Muhammad Ath-Thahir ibn Muhammad Asyur Ath-Tunisy) ia menyatakan, “Maksudnya bukan manusia dan jin”, akan tetapi orang-orang yang beriman dan kafir.
Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa “kamu” adalah menyangkut orang-orang laki-laki dan perempuan.
Hanya saja pendapat jumhur ulama-lah yang lebih kuat. Akan tetapi tafsirnya ini tidak bertentangan secara makna, karena pada hakekatnya Manusia dan Jin juga memiliki kelamin laki-laki dan perempuan dengan sifat-sifatnya. Manusia dan Jin juga mukallaf, mereka juga ada yang kafir dan beriman dan ada hukuman serta pahala, ampunan serta siska. Allahu a’lam.

Dalam ayat, “nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” terdapat konteks yang berbeda dalam penafsiran kata, “nikmat”. Nikmat yang dipertanyakan Allah Ta’ala menyangkut nikmat yang telah disebutkan dalam ayat sebelumnya (baru saja dibicarakan). Maka konteks ayat ini adalah konteks nikmat Allah Ta’ala tentang pengaturan tempat Terbit (Timur) dan Terbenam (Barat).

Ayat ini adalah ayat yang termasuk diulang-ulang dengan sangat banyak (sebanyak 31 kali) sebagai penekanan terhadap Manusia dan Jin agar mau beriman dan bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan ayat ini merupakan gaya bahasa yang sangat indah sebagai bentuk dakwah yang sangat lembut terhadap makhlukNya (Manusia dan Jin).

TAFSIR AYAT 19-23
Allah Ta’ala berfirman, “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?


Allah mengajak Manusia dan Jin untuk berbagi tentang kabar nikmat yang Ia ciptakan untuk mereka. Allah menyebutkan ada dua lautan yang saling berbeda. Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa kedua lautan itu adalah “Air Tawar dan Air Asin”. Keduanya tidak saling mempengaruhi baik rasa, keasaman maupun jenisnya. Air tawar tidak menjadikan Air Asin berubah, begitupula Air Asin tidak menjadikan Air Tawar berubah.

Demikian pula Air Asin yang samppai di pantai, tidak akan masuk ke sungai hingga sungai menjadi asin, begitupula sebaliknya. Hal ini untuk menjadikan kedua air itu tetap terjaga dalam fungsinya. Dimana air tawar adalah untuk kemaslahatan manusia sebagaimana minum, pengairan sawan, minuman ternak, dsb. Sedangkan yang asin adalah untuk ikan-ikan air asin, mengurai mineral, dan untuk mencegah bau busuk dimana air laut merupakan tempat sampah yang luar biasa besar, yaitu banyak bangkai yang ada.

Bahkan terdapat sungai tawar di dasar laut asin yang baru saja ditemukan oleh Tim National Geographic dimana hal ini ditemukan di Lautan dekat Meksiko. Maka inilah nikmat Allah Ta’ala yang terlihat sepele akan tetapi fungsinya sangat besar bagi kemaslahatan hidup manusia. Lagi-lagi Allah pun menanyakan kepada Manusia dan Jin, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Maka ayat “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” menyatakan bahwa, kita diminta berpikir tanda-tanda yang besar seperti itu, siapakah yang menciptakan dan yang mengatur. Sehingga bagaimana mungkin orang menyatakan bahwa ada mobil bagus tidak ada penciptanya, begitupula bagaimana mungkin orang menyatakan ada alam semesta raya ini tidak ada yang menciptakannya, kecuali orang itu sudah gila.

Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa, “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” Ayat inilah yang belum banyak diekspedisi dan diteliti. Maka, akankah orang Muslim tidak mempercayainya dan tidak akan melakukan ekspedisi terhadapnya? padahal bila wilayah ini ditemukan, maka pastilah Kaum Muslimin akan mendapatkan banyak keuntungan apabila penemuan itu dipakai untuk kemaslahatan ummat dan dikelola di jalan Allah Ta’ala. Karena Lu’lu dan Marjan adalah jenis batu-batu yang mulia dan sangat indah dan mahal harganya.

Maka Allah Ta’ala berfirman, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” bahwa Allah menciptakan sebagian harta perhiasan yang indah yang untuk dipakai manusia.

TAFSIR AYAT 24, 25
Allah Ta’ala berfirman, “Dan kepunyaanNya lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?


Ayat ini berhubungan dengan Laut, yaitu bahtera-bahtera (kapal) yang besar-besar sebegitu besar akan tetapi Allah Ta’ala membuat sistem air laut memiliki tekanan dan gaya angkat ke atas untuk menahan bahtera untuk tidak tenggelam dengan posisi dan sistem tertentu yang dibuat manusia. Apabila Allah ta’ala merubah ukuran kerapatan air, atau jenis air atau bahkan gaya Archimedes yang ada, maka jelas kapal itu tidak akan mampu menahan dirinya untuk bisa terapung di air laut. Andai kapal itu salah posisi pun karena Allah Ta’ala menggouangnya dengan gelombang lautan yang besar, gempa/tsunami, maka bahtera itu pun tak akan mampu menahan dirinya untuk tetap tegak terapung di atas air.

Disusun di Malang
Tanggal 14 Rabi al-Thani 1433; 7 Maret 2012
@nd







Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

1 komentar:

DMI mengatakan...

Poin dasar, setuju sekali. Ketundukan pada al quran & keagungan+keesaan Allah swt.

Ni "yg lain".
Masyriq (tempat matahari terbit) & maghrib (tempat matahari terbenam).
Sering disebut dlm bentuk mufrod (tunggal), dan bbrp kali dlm bentuk jamak (3 atw lebih) dan jarang (2x) disebut dlm bentuk mustanah (2).
Ni opini, barangkali mencakup;
1.Makna barat-timur sbgmana sekarang (perspektif bumi)
2.Makna dlm perspektif matahari. Matahari kan ada "tempat terbit/lahir" dan ada "tempat tenggelam/padam"
3.Anomali. Suatu saat muncul (eksis) matahari ke-2. Sbagaimana 80% bintang, adalah berpasangan.

Wallahua'lam

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah