KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Jumat, 21 September 2012

KEKEKALAN WAJAH ALLAH

TAFSIR SURAT AR-RAHMAN AYAT 26-28
(KEKEKALAN WAJAH ALLAH TA’ALA)

Rangkuman Kajian Ba’d Maghrib di Masjid Abu Dzar Al-Ghifari
Hari Rabu, Tertanggal 21 Rabi’uts Tsaniyah 1433 / 14 Maret 2012
oleh: Ust. Abdullah Shaleh al-Hadhromi

Allah berfirman, “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Ayat ini merupakan ayat yang luar biasa dalam Al-Qur’an. Ibnu Katsir rahimahullah Ta’ala dalam tafsirnya menyatakan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa semua penduduk Bumi akan pergi dan mati demikian pula penduduk langit, kecuali siapa yang dikehendaki Allah Ta’ala. Dan tidak tersisa satu pun selain wajah Allah Yang Maha Mulia. Maka sungguh Rob Yang Maha Suci dan Maha Hidup tak kan pernah mati selama-lamanya.”

Sebagaimana kata mutiara Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam yaitu, “Hai Muhammad, hiduplah sesukamu, pasti kamu akan mati.” Pada aplikasinya, mati tak ada hubungannya dengan sakit dan tua, berapa banyak orang sehat yang mati dan anak muda yang mati. Sedang berapa banyak orang yang sakit ndak juga meninggal begitu pula orang tua. Semua adalah ketentuan Allah, hanya mereka pasti meninggalkan dunia ini dalam kematian. Hanya (Wajah) Allah Ta’ala saja yang kekal.

Dalam hal ini “Wajhu Robbika” adalah suatu akidah (keyakinan) suci dari Umat Islam, yaitu bahwa Allah Ta’ala memiliki Wajah, dimana wajah adalah suatu kemuliaan. Akan tetapi kita tidak bisa dan tidak boleh membayangkan seperti apa dan bagaimana Wajah Allah itu. Dan haram hukumnya menyamakan Wajah Allah dengan wajah makhlukNya. Karena hal itu termasuk penyelewengan dari aqidah yang benar dan merendahkan Allah Ta’ala. Aqidah yang benar dari pengikut Manhaj Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya adalah, “Menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan menolak apa yang ditolak oleh Allah”, tanpa diselewengkan, dirubah-rubah, diingkari, disamakan dengan makhlukNya dan tanpa pula direka-reka.

Berkata As-Sa’di rahimahullah ta’ala, “Kalau kamu membaca qullu man ‘alaiha fan, maka jangan berhenti sampai di situ saja tapi teruskan sampai wa yabqo wajhu robbika dzul dzalaali wal ikhrom.” Karena memang semua akan hancur, tapi Allah Yang Memiliki Wajah tetap kekal dalam keabadian dan tak pernah merasakan kematian walau sepersekian detik pun.

Ayat-ayat yang menyebut tentang Wajah Allah Ta’ala ada di Surat Al-Qoshshosh: 88, “Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Wajah Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” Allah Yang WajahNya penuh keagungan ini sangat layak untuk diagungkan dan tak pantas samasekali untuk didurhakai. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap Wajah-Nya...” (Al-Kahfi: 28). Allah Yang Maha Megurus hambaNya memberikan rezki dan makanan kepada manusia agar mereka tunduk dan taat dalam mengabdi, beribadah dan memegang amanah karena Allah Ta’ala sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan Wajah Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” Bila kita perhatikan terjemah ayat-ayat tersebut, banyak dari mereka yang menyebutkan “Ridho Allah” Atau “Dzat Allah”, padahal kata-kata aslinya adalah “Wajhah” (Wajah) maka penafsiran inilah yang benar sesuai kaidah sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam. Karena dalam hadits sahih, Beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam juga menerangkan bahwa nanti di hari akhir, manusia (ahli syurga) tidak mendapatkan kenikmatan terbesar dan paling sempurna kecuali memandang Wajah Allah Yang Maha Mulia, dan inilah kesempurnaan nikmat ahli syurga. Insya Allah.

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu “Allah Yang Mempunyai Keagungan dan Kebesaran yang tiada tanding.” Dialah Hakim Yang Paling Adil, dan Dialah Yang Akan memutuskan perkara-perkara di dunia yang belum sempat diputuskan oleh manusia. Tatkala semua mati, Allah Maha Hidup dan telah akan mengadili hamba-hambaNya dengan keputusan yang paling adil. Dia memutuskan perkara yang pelik dan belum selesai di dunia serta Pemutus perkara terhadap orang-orang dzalim yang belum mendapat hukuman dan memberikan keadilan dan balasan kebaikan bagi orang-orang yang didzalimi serta berjuang di jalanNya. Dialah yang mengabulkan doa-doa hamba-hambaNya yang belum dikabulkanNya dan dia akan menyempurnakan nikat-nikmatNya. Karena dunia adalah ujian, maka di hari akhirlah semuanya akan disempurnakan. Oleh karena itu ini sebuah nikmat yang luar biasa, tiada satu makhluk pun yang didzalimi, lalu Allah berfirman, “Maka, Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman: 28).

MAKHLUK YANG TETAP AMAN KARENA ALLAH SAAT SANGKAKALA DITIUP
Beberapa ayat yang membahas ayat ini adalah Surat An-Naml: 87, “Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.
Peniup Sangkakala adalah Malaikat Izrafil dengan tiga tiupan. Disampaikan Al-Baghawi dalam tafsirnya dan Ibnu Katsir disebutkan bahwa, “Ada pendapat yang menyatakan bahwa Malaikat Isrofil meniup Sangkakala dengan tiga tiupan, yaitu: (1) Nafqotul Faza’, yaitu tiupan menjelang kiamat (Hanya Allah yang mengetahui waktunya). Tiupan ini berfungsi untuk menakut-nakuti makhluk yang ada di bumi dan langit; (2) Nafqotul To’ab, yaitu tiupan kematian dan semua makhluk mati kecuali yang dikehendaki; (3) Tiupan kebangkitan, yaitu tiupan yang membangkitkan seluruh makhluk yang mati. Semua makhluk, bila tiupan ini telah ditiup maka seluruh makhluk akan mengalami ketakutan, kematian dan bangkit kembali, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.
Nafqotul Faza’
Adalah tiupan untuk menakut-nakuti seluruh makhluk di langit maupun di bumi. Tatkala sangkakala ini ditiup seluruhnya takut kecuali yang dikehendaki Allah, yaitu: orang yang mati syahid. Apa hubungannya?

Sa’id ibn Jubair, atho’ dan yang lainnya menyatakan bahwa orang-orang yang syuhada adalah hidup di sisi Allah dan tidak sampai kepada mereka ketakutan. Sebagaimana firman Allah, “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (Ali-Imron: 169). Inilah keutamaan orang yang mati syahid.

Menurut para ulama, syahid itu ada tiga macam, yaitu: (1) Syahid duna dan akherat: ini adalah syahid paling utama, mereka mati di medan perang untuk menegakkan agama Allah, ikhlas karena Allah dan Allah ridho pada mereka, hukumnya tidak dimandikan dan tidak dikafani; (2) Mati syahid akherat: yaitu yang disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang mati dalam keadaan syahid selain di medan perang, yaitu yang mati sakit perut, melahirkan, tenggelam, terbakar dan yang lain yang disebutkan oleh Rasulullah. Syahid ini di dunia dihukumi sebagai orang yang mati biasa, yaitu dimandikan dan dikafani. Akan tetapi di akherat dia tidak mati di sisi Allah dan mendapat rizki di sisi Allah; (3) Syahid dunia: ini adalah syahid yang sekuat mungkin kita hindari, yaitu mati berperang di jalan Allah, ia terbunuh akan tetapi ia tidak ikhlas karena Allah. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat bahwa ada orang yang berperang dan terbunuh oleh yang lain dinyatakan syahid, akan tetapi Rasulullah menyatakan ‘ia penduduk neraka’, setelah diselidiki ternyata ia mencuri sepasang sandal, maka Rasulullah bersabda, “Hanya karena sepasang sandal ia masuk neraka.” Ada pula yang dinyatakan “Fulan Syahid”, akan tetapi Rasulullah menyatakan, “Dia di neraka”, semua heran akan tetapi setelah diselidiki ternyata dia mati dalam keadaan bunuh diri karena tidak kuat menahan sakitnya tusukan dan tebasan pedang. Maka dilarang bagi kita memvonis seseorang sebagai ahli syurga atau neraka, kecuali berdasarkan nash syar’i.

Tiupan Kedua dan Ketiga
Berdasarkan nash dalam Al-Qur’an dalam Q.S Az-Zummar: 68 dimana Allah berfirman (artinya), ”Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).

Al-Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan bahwa, “Ini adalah tiupan yang kedua (tipuan kematian), semua yang hidup bakal mati (karena tipuan ini). Semua penduduk langit dan bumi akan mati kecuali siapa yang dikehendaki Allah Ta’ala. Kemudian dicabut nyawa manusia-manusia itu, hingga yang matinya paling terakhir adalam malaikat maut. Sehingga yang tersisa hanya Allah Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri. Allah tetap ada sebelum sesuatunya ada, dan Allah tetap kekal setelah segala sesuatunya mati. Lalu Ia berkata sebanyak 3 (tiga) kali, ‘(Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur), tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" (Dalam Q.S Al-Mu’min: 16). Akan tetapi tidak ada yang menjawab karena mereka telah mati, maka Ia pun menjawab sendiri, “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” Kemudian setelah semuanya mati, lalu Allah berkehendak menghidupkan semuanya dan yang pertamakali Ia Ta’ala hidupkan adalah Malaikat Israfil, malaikat inilah yang kemudian ditugaskan Allah untuk meniup sangkakala ketiga yaitu sangkakala kehidupan.
Menurut Al-Baghowi dalam tafsirnya (516 H) menurut Muqhotil bahwa, “Yang masih hidup setelah tiupan itu atas kehendak Allah adalah empat makhluk, yaitu: Malaikat Jibril, Malaikat Isrofil, Malaikat Mikail dan Malaikat Maut (nama Izro’il adalah nama yang tidak diperkenankan dipakai dalam menyebut malaikat maut, karena tidak ada riwayat sahih dan bisa diterima, sedangkan penyebutan malaikat haruslah dengan nash, karena ini bersifat ghaib bagi manusia untuk saat ini). Setelah tiupan kematian itu tiada kehidupan selain empat makhluk ini saja, kemudian Allah mencabut ruhnya Mikail, kemudian ruhnya Isrofil, kemudian ruhnya Malaikat Maut, kemudian yang terakhir adalah ruhnya Jibril ‘alaihimussallam.

Lalu Al-Baghowi menyebutkan, “Bahwa Allah menyatakan kepada Malaikat Maut, ‘Cabut nyawanya Isrofil’, lalu ia pun mencabut nyawa Isrofil. Lalu Allah Ta’ala berkata, “Hai Malaikat Maut, siapa yang masih hidup saat ini?”, lalu ia berkata, “Mahasuci Engkau Wahai Robku dan Maha Tinggi, Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan, yang masih hidup sekarang ini adalah Jibril, Mikail dan Malaikat Maut.” Lalu Allah Ta’ala berfirman, “Sekarang cabutlah nyawanya Mikail.” Lalu dicabutlah nyawa Mikail, lalu Allah bertanya lagi, “Lalu siapa yang tersisa sekarang?” Malaikat Maut berkata, “Mahasuci dan Mahatinggi Engkau Wahai Allah, yang tersisa adalah Malaikat Maut dan Jibril.” Kemudian Allah berfirman, “Hai Malaikat Maut, matilah kau sekarang!” Lalu Matilah Malaikat Maut (ruh Malaikat Maut diambil sendiri oleh Kalam Allah, dan tanpa terpengaruh tiupan Isrofil). Kemudian Allah memanggil Malaikat Jibril, “Hai Jibril, siapa yang masih hidup sekarang?” Lalu Jibril menjawab, “Yang Masih hidup saat ini wahai Allah, adalah WajahMu Yang Maha Kekal sepanjang masa dan Jibril yang pasti mati dan fana.” Kemudian Allah berfirman, “Hai Jibril, kau harus mati!” Lalu Jibril mengepakkan sayapnya dan bersujud di hadapan Allah lalu matilah ia.

Diriwayatkan pula bahwa di samping empat malaikat yang disebutkan (Jibril, Mikail, Isrofil dan Maut), yang tak terpengaruh sangkakala kematian adalah 8 malaikat pemikul ‘Arasy. Adapun jarak antara tiupan kematian dengan tiupan kebangkitan adalah selama 40 (tidak disebutkan hari, bulan atau tahunnya). Lalu, terjadilah hujan yang menumbuhkan orang-orang yang telah mati seluruhnya di langit maupun di bumi.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa semua makhluk “PASTI” mati. Hanya Allah menghendaki kematian beberapa malaikat tidak melalui sangkakala Isrofil akan tetapi Allah sendirilah yang mencabut nyawanya. Maka, terbukti semua makhluk adalah fana dan hanya Wajah Allah Yang Maha Kekal yang tetap hidup sepanjang masa. Allahu a’lam.

Disusun di Malang
26 Rabi’uts Tsaniy 1433 / 19 Maret 2012.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah