TAFSIR SURAT AR-RAHMAN AYAT 17-25
(TUHAN DUA TERBIT DAN TERBENAM)
Rangkuman Kajian Ba’d Maghrib di Masjid
Abu Dzar Al-Ghifari
Tertanggal 7 Rabi’uts Tsaniyah
1433 / 29 Februari 2012
oleh: Ust. Abdullah Shaleh al-Hadhromi
TAFSIR AYAT 17
Allah berfirman, “Tuhan yang memelihara kedua tempat
terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.” (Q.S
Ar-Rahman: 25).
Dalam At-Tafsir al-Muyassar yang dibukukan oleh para
pakar tafsir yang dipimpin oleh Prof. Dr.Syaikh Abdul Muhsin at-Turki dan diterbitkan
oleh Perpustakaan Madinah disebutkan, “Dia (Allah Ta’ala) adalah Rob
kedua tempat terbit matahari, yaitu pada waktu musim dingin dan panas. Dan Rob
(Tuhan) kedua tempat terbenam matahari yaitu musim dingin dan panas. Dan semua
itu berada dalam pengaturan dan pengelolaan Allah Ta’ala.”
Dalam keterangannya, “Masyrikoini” dan “maghribaiyn”
adalah penyebutan secara “mutsanan” (jamak dua). Dan banyak dalam
Al-Qur’an yang disebutkan “Masyriq” dan ”Maghrib” yang merupakan
bentuk “al-Mufrod” (Tunggal) serta ada pula disebutkan jamak (lebih dari
dua). Dimana di dalam Ilmu Al-Qur’an dan tafsir hal ini tidaklah bertentangan,
justru saling melengkapi. Karena tentu saja Allah Ta’ala berfirman dalam
konteks yang berbeda tatkala memfirmankan dalam bentuk Tunggal, Ganda, atau
Jamak. Allahu a’lam.
Dalam Tafsir As-Sa’di juga disebutkan, “Allah adalah Rob
(Tuhan) Yang Memiliki dan Menguasai semua atasnya matahari, bulan dan
bintang-bintang dan semua yang terbenam semua atasnya matahari, bulan dan
bintang-bintang.”
Maksud dari hal ini adalah semua yang terkena cahaya
matahari, bulan dan bintang-bintang akan melihat bahwa semuanya akan muncul
(terbit) dan menghilang (terbenam). Ini dilihat dari sudut pandang makhluk yang
memandang mereka (matahari, bulan, dan gemintang).
Dalam Tafsir Ath-Thabari dinyatakan, “Kami telah
diberitahu oleh Ibnu Khumaid, telah diberitahu oleh Ya’qub al-Ummi, dari Ja’far
dari Ibnu Hamzah ia berkata, ‘Firman Allah Firman Allah Ta’ala yaitu Rob
dua tempat terbit dan terbenam maksudnya adalah yaitu tempat terbit waktu musim
panas dan tempat terbenam saat musim panas. Terebenam waktu musim dingin dan
terbenam waktu musim dingin. Dan hal ini menandakan bahwa matahari terbit dan
terbenam selama 360 hari (dinyatakan dalam 1 Bulan Qomariyah) memiliki 360
tempat terbit dan terbenam dan setiap hari memiliki tempat terbit (sudut
pandang terbit) yang berbeda-beda. Tidak pernah dalam dua hari terbit dan
terbenam dari dua tempat yang sama.”
Ibnu Jarir menyatakan dengan sanadnya dari Ibnu Zayd, ia
menyatakan, “Rob tempat dua terbit dan terbenam adalah tempat terbit
terlama dalam setahun dan tempat terbenam terlama dalam setahun. Demikian
tempat terbit dalam setahun dan tempat terbenam dalam waktu setahun.”
Ini menandakan terbit dan terbenamnya di negara-negara
nontropis, dimana pada musim panas siangnya lebih panjang dari malamnya. Dan
bila musim dingin, malamnyalah yang lebih lama daripada siangnya.
Dalam masalah terbit dan terbenam, Allah Ta’ala juga
menyebutkan secara jamak. Sebagaimana dalam Surat Ash-Shafat: 5, Allah
berfirman, “Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan
Tuhan tempat-tempat (Robul Masyaariq) terbit matahari.” dan juga dalam Q.S
Ma’aarij: 40, “Maka aku bersumpah dengan Tuhan Yang memiliki semua timur dan
barat (atau juga semua tempat terbit dan terbenam), sesungguhnya Kami
benar-benar Maha Kuasa.”. Ada kalanya Allah Ta’ala menyebut secara
tunggal sebagaimana dalam Q.S Al-Mujammil: 9, “(Dia-lah) Tuhan masyrik
(tempat terbit) dan maghrib (tempat terbenam), tiada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.” Maksudnya
adalah Rob semua Timur dan Barat.
Sehingga walaupun disebutkan jamak, mutsanan
(ganda), ataupun mufrod (tunggal) konteks dari Timur dan Barat
melingkupi sesuatu wilayah yang sangat luas. Bisa jenis benda yang bersifat
terbit dan terbenam, bisa pula dari sudut pandang yang melihat obyek yang bisa
terbit dan terbenam, bisa pula dalam konteks waktu dan musimnya. Maka
penafsiran-penafsiran Al-Qur’an seperti ini sangat tidak bertentangan dengan
kaidahnya dan bahkan saling melengkapi. Inilah yang disebut sebagai “Tafsir Tanawu’“ (berbeda hanya dalam masalah konteks makna
bahasa/macamnya saja, bukan makna hakekat tafsir).
Kesimpulannya adalah: bahwa “Allah Ta’ala menciptakan alam semesta ini
untuk kita, dan Allah menciptakan kita untuk Allah Ta’ala walaupun Ia
tidak membutuhkan kita.” Sebagaimana disampaikan Allah Ta’ala, “Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.” Lalu Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Adz-Dzaariyat:
56, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
Sehingga Allah menciptakan matahari, bulan dan gemintang
serta tempat terbit dan terbenamnya adalah untuk kita semua. Maka Allah
berfirman dalam ayat berikutnya.
TAFSIR AYAT 18
Allah Ta’ala berfirman, “Maka nikmat Tuhan
kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Dhomir (kata ganti) ”kamu” adalah mencangkup dua kelompok, yang dimaksud yaitu
“Manusia dan Jin”, inilah yang dinyatakan oleh Jumhur Ulama dengan
alasan: (1) ayat-ayat sebelumnya dan setelahnya Allah Ta’ala menyebutkan
Manusia dan Jin; (2) disebutkan dalam Hadits yang sahih, bahwa Surat ini pernah
dibacakan kepada Manusia (para sahabat) dan Jin, maka Jin menjawab, “Tiada
semua nikmat satupun yang kami dustakan wahai Rob kami, maka segala
pujian hanya milikMu.” sedangkan para sahabat diam saja. Maka Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam mengatakan kepada para sahabat, “Jawaban Jin lebih baik
dari kalian, karena mereka setiap mendengar ayat ini selalu menjawab, sedangkan
kalian diam saja.”
Ada juga yang membantah, yaitu Ibnu Asyur (Muhammad
Ath-Thahir ibn Muhammad Asyur Ath-Tunisy) ia menyatakan, “Maksudnya bukan
manusia dan jin”, akan tetapi orang-orang yang beriman dan kafir.
Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa “kamu” adalah
menyangkut orang-orang laki-laki dan perempuan.
Hanya saja pendapat jumhur ulama-lah yang lebih kuat.
Akan tetapi tafsirnya ini tidak bertentangan secara makna, karena pada
hakekatnya Manusia dan Jin juga memiliki kelamin laki-laki dan perempuan dengan
sifat-sifatnya. Manusia dan Jin juga mukallaf, mereka juga ada yang kafir dan
beriman dan ada hukuman serta pahala, ampunan serta siska. Allahu a’lam.
Dalam ayat, “nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?” terdapat konteks yang berbeda dalam penafsiran kata, “nikmat”.
Nikmat yang dipertanyakan Allah Ta’ala menyangkut nikmat yang telah disebutkan
dalam ayat sebelumnya (baru saja dibicarakan). Maka konteks ayat ini adalah
konteks nikmat Allah Ta’ala tentang pengaturan tempat Terbit (Timur) dan
Terbenam (Barat).
Ayat ini adalah ayat yang termasuk diulang-ulang dengan
sangat banyak (sebanyak 31 kali) sebagai penekanan terhadap Manusia dan Jin agar
mau beriman dan bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan ayat ini merupakan
gaya bahasa yang sangat indah sebagai bentuk dakwah yang sangat lembut terhadap
makhlukNya (Manusia dan Jin).
TAFSIR AYAT 19-23
Allah Ta’ala berfirman, “Dia membiarkan dua
lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui
masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?”
Allah mengajak Manusia dan Jin untuk berbagi tentang
kabar nikmat yang Ia ciptakan untuk mereka. Allah menyebutkan ada dua lautan
yang saling berbeda. Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa kedua lautan itu
adalah “Air Tawar dan Air Asin”. Keduanya tidak saling mempengaruhi baik rasa,
keasaman maupun jenisnya. Air tawar tidak menjadikan Air Asin berubah,
begitupula Air Asin tidak menjadikan Air Tawar berubah.
Demikian pula Air Asin yang samppai di pantai, tidak
akan masuk ke sungai hingga sungai menjadi asin, begitupula sebaliknya. Hal ini
untuk menjadikan kedua air itu tetap terjaga dalam fungsinya. Dimana air tawar
adalah untuk kemaslahatan manusia sebagaimana minum, pengairan sawan, minuman
ternak, dsb. Sedangkan yang asin adalah untuk ikan-ikan air asin, mengurai
mineral, dan untuk mencegah bau busuk dimana air laut merupakan tempat sampah yang
luar biasa besar, yaitu banyak bangkai yang ada.
Bahkan terdapat sungai tawar di dasar laut asin yang
baru saja ditemukan oleh Tim National Geographic dimana hal ini ditemukan di
Lautan dekat Meksiko. Maka inilah nikmat Allah Ta’ala yang terlihat
sepele akan tetapi fungsinya sangat besar bagi kemaslahatan hidup manusia. Lagi-lagi
Allah pun menanyakan kepada Manusia dan Jin, “Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan?”
Maka ayat “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?” menyatakan bahwa, kita diminta berpikir tanda-tanda yang besar
seperti itu, siapakah yang menciptakan dan yang mengatur. Sehingga bagaimana
mungkin orang menyatakan bahwa ada mobil bagus tidak ada penciptanya,
begitupula bagaimana mungkin orang menyatakan ada alam semesta raya ini tidak
ada yang menciptakannya, kecuali orang itu sudah gila.
Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa, “Dari
keduanya keluar mutiara dan marjan.” Ayat inilah yang belum banyak
diekspedisi dan diteliti. Maka, akankah orang Muslim tidak mempercayainya dan
tidak akan melakukan ekspedisi terhadapnya? padahal bila wilayah ini ditemukan,
maka pastilah Kaum Muslimin akan mendapatkan banyak keuntungan apabila penemuan
itu dipakai untuk kemaslahatan ummat dan dikelola di jalan Allah Ta’ala.
Karena Lu’lu dan Marjan adalah jenis batu-batu yang mulia dan
sangat indah dan mahal harganya.
Maka Allah Ta’ala berfirman, “Maka nikmat
Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” bahwa Allah menciptakan
sebagian harta perhiasan yang indah yang untuk dipakai manusia.
TAFSIR AYAT 24, 25
Allah Ta’ala berfirman, “Dan kepunyaanNya lah
bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?”
Ayat ini berhubungan dengan Laut, yaitu bahtera-bahtera
(kapal) yang besar-besar sebegitu besar akan tetapi Allah Ta’ala membuat
sistem air laut memiliki tekanan dan gaya angkat ke atas untuk menahan bahtera
untuk tidak tenggelam dengan posisi dan sistem tertentu yang dibuat manusia. Apabila
Allah ta’ala merubah ukuran kerapatan air, atau jenis air atau bahkan gaya
Archimedes yang ada, maka jelas kapal itu tidak akan mampu menahan dirinya
untuk bisa terapung di air laut. Andai kapal itu salah posisi pun karena Allah Ta’ala
menggouangnya dengan gelombang lautan yang besar, gempa/tsunami, maka bahtera
itu pun tak akan mampu menahan dirinya untuk tetap tegak terapung di atas air.
Disusun di Malang
Tanggal 14 Rabi al-Thani 1433; 7 Maret 2012
@nd
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
1 komentar:
Poin dasar, setuju sekali. Ketundukan pada al quran & keagungan+keesaan Allah swt.
Ni "yg lain".
Masyriq (tempat matahari terbit) & maghrib (tempat matahari terbenam).
Sering disebut dlm bentuk mufrod (tunggal), dan bbrp kali dlm bentuk jamak (3 atw lebih) dan jarang (2x) disebut dlm bentuk mustanah (2).
Ni opini, barangkali mencakup;
1.Makna barat-timur sbgmana sekarang (perspektif bumi)
2.Makna dlm perspektif matahari. Matahari kan ada "tempat terbit/lahir" dan ada "tempat tenggelam/padam"
3.Anomali. Suatu saat muncul (eksis) matahari ke-2. Sbagaimana 80% bintang, adalah berpasangan.
Wallahua'lam
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah