KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Selasa, 12 November 2013

GURITA RIBA YANG MENGGELORA



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
GURITA RIBA YANG MENGGELORA
(BAGIAN PERTAMA)

Segala Puji Bagi Allah yang telah menurunkan aturan-aturan kehidupan bagi manusia. Aturan-aturan yang penuh kebaikan dan kesejahteraan. Yang sesuai dengan AsmaNya Ar-Rahman dan Ar-Rahim, Yang Maha Pengasih dan juga Maha Penyayang. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah kepada Sang Utusan Ilahi, Muhammad ibn Abdillah beserta keluarganya, para sahabatnya, serta tak lupa kepada ummatnya yang memegang teguh sunnahnya hingga akhir zamman. Amma ba’d.
Permasalahan pelik yang menimpa masyarakat secara umum saat ini adalah kemerosotan pengetahuan tentang agama yang diridhoi Allah Ta’ala. Baik dari segi aqidah (keyakinan) yang benar hingga syariah yang diridhoi Allah. Sebagai gambaran singkat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa di akhir zamman nanti orang sudah tidak mempedulikan halal dan haram yang ditetapkan Allah Ta’ala[1]. Intinya “YANG PENTING NYAMAN.”
Hingga saat ini masih ada saja ditemui orang yang mengatakan, “wong cari yang haram saja susah apalagi cari yang halal?” Pernyataan manusia yang tak faham akan rahmat Allah, selalu saja menjadi dalil untuk melegitimasi tindakan bodohnya. Padahal apa yang dihalalkan itu banyak dan apa yang diharamkan itu hanya sedikit. Sementara di tengah-tengahnya ada hal-hal yang samar dan alangkah baiknya untuk meninggalkannya daripada terkena dosa dan kesalahan[2].
Sebuah prinsip yang tidak dapat dipungkiri, bahwa seorang Muslim memperhatikan apa yang kita makan. Karena di dalam makanan itu terdapat banyak unsur yang menyebabkan kita menjadi hambaNya yang shalih atau menjadi hambaNya yang ingkar. Di dalam makanan itu ada keridhoan Allah, ada keberkahan Allah dan ada kasih sayang Allah.
Perintah untuk memakan makanan yang baik bukan hanya untuk umat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam saja, akan tetapi umat-umat terdahulu pun diperintahkan demikian[3]. Hanya saja umat-umat terdahulu telah lenyap dan ingkar, hingga Allah pun menyisakan umat Muhammad Shalallahu ‘alaih wa sallam.
Halal dan haramnya makanan, bukan saja ditentukan dari dzat makanan itu sendiri. Sebagaimana, darah, babi dan bangkai[4]. Akan tetapi keharaman dzat makanan itu juga berasal dari ‘cara mendapatkan makanan tersebut’ selain itu ‘fungsi makanan tersebut’. Apabila makanan tersebut halal (misal daging sapi), akan tetapi bila makanan tersebut difungsikan untuk qurban terhadap penunggu Gunung, maka makanan itu haram dimakan seorang muslim. Begitu juga makanan itu didapatkan dari mencuri, hasil menipu, hasil perdukunan, dan juga RIBA.
RIBA merupakan polemik tersendiri di akhir zaman ini. Betapa tidak, transaksi haram ini diklaim sebagai hal yang HALAL dan berkah saat ini. Dimana-mana riba selalu saja dibahas dari sisi keuntungannya. Riba berasal dari kata Ar-Riba yang memiliki arti tambahan atau pertumbuhan[5]. Secara syariat Ar-Riba adalah bermakna tambahan khusus yang dimiliki salah satu dari dua pihak yang terlibat tanpa ada imbalan tertentu dalam bab hutang&piutang[6]. Secara sederhanannya riba adalah suatu tambahan dari pembayaran hutang yang sudah ditetapkan sebelum transaksi hutang itu terjadi.
Nah, sekarang bagaimana dengan bunga hutang? Menurut Wirdyaningsih[7], bahwa bunga hutang (apapun jenisnya dan diterapkan di lembaga manapun) termasuk dalam kategori riba. Beliau menjabarkan 3 point penting yang dapat membuktikan bahwa bunga berekuivalensi terhadap riba, yaitu:
1.       Bunga adalah tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga keuangan atau uang yang dipinjamkan.
2.       Besarnya bunga yang harus dibayar ditetapkan di muka (terdapat akad tambahan pembayaran utang) tanpa memedulikan apakah lembaga keuangan penerima simpanan atau pinjaman berhasil dalam usahanya ataukah tidak.
3.       Perhitungan bunga utang ditentukan berdasarkan persentase yang artinya bila pinjaman yang tidak dibayarkan selama beberapa tahun akan berlipat ganda jumlahnya, hal ini seimbang juga dengan bunga simpanan (deposito dan sebagainya), apabila tidak diambil dalam beberapa tahun maka simpanannya akan bertambah. 
Mungkin terlalu ilmiah apabila dibahas lebih lanjut hingga mendetail dan diuraikan secara sistematis dengan bahasa yang baku. Akan tetapi kami hanyalah menuliskan ringkasnya saja, karena ingin sedikit menjelaskan tentang bagaimana korelasi antara bunga pinjaman dengan riba.
Sesuatu yang haram, tentu memiliki konsekuensi berupa DOSA. Dimana dosa itu merupakan sebuah catatan buruk yang akan menyeret pelakunya kepada ‘ancaman hukuman”. Semakin besar dosa seseorang, ancaman hukuman pun semakin dekat kepadanya. Bahkan dosa dapat menurunkan adzab di dunia[8]. Urusan diampuni atau tidak (apabila mati belum sempat taubat) itu mutlak urusan Allah Ta’ala, akan tetapi sebagai makhluk yang lemah dan diberikan kemampuan untuk berikhtiar maka adalah bijak bila kita berusaha semaksimal mungkin menghindarinya. Oleh sebab itu mari kita berusaha meninggalkan sekuat mungkin hal-hal yang berbau dosa termasuk RIBA.
Apa kaitan riba dengan dosa?
Ternyata riba memiliki dosa yang berat di sisi Allah. Tak tanggung-tanggung, riba juga memiliki konsekuensi besar di dunia yang insya Allah akan sedikit kami paparkan ayat-ayat khauniyyah (ayat-ayat kejadian) pada warga masyarakat di sekitar sanggar baca kami. Kini, akan sedikit kami paparkan terlebih dahulu tentang besarnya dosa riba secara tekstual yang terkandung dalam Al-Qur’an, Sunnah, Atsar, dan Ijma’ para ulama.
A.      DOSA RIBA, DOSA BESAR DI SISI SANG PENCIPTA
Allah Ta’ala secara Rubbubiyyah (hakekat ketuhanan) merupakan Al-Maalik (Raja/Penguasa), Al-Kholiq (Pencipta) dan Al-Mudzabbir (Pengatur) segala apa yang ada di alam semesta. Sehingga Dia menetapkan sebuah aturan-aturan yang harus dilakukan oleh semua makhlukNya, termasuk manusia untuk tunduk beribadah hanya kepadaNya dan inilah makna UluhiyyahNya. Secara Uluhiyyah[9], Allah telah menetapkan transaksi RIBA sebagai transaksi HARAM yang memiliki konsekuensi dosa. Begitu besar dosa riba, hingga Allah memberikan keterangan kepada manusia melalui Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu besar dosa riba, hingga banyak sekali ancaman Allah dan RasulNya terhadap pelaku transaksi riba beserta saksi-saksi dan siapapun yang membantunya.
Berikut akan dipaparkan sedikit nash/dalil yang menggambarkan betapa pentingnya menghindari riba sejauh mungkin khususnya di akhir zamman ini. Karena banyaknya transaksi riba saat ini dengan berbagai wujudnya. Termasuk salah satunya adalah bunga pinjaman yang ditawarkan kepada masyarakat. Bagai menawarkan sesuatu yang manis padahal sebenarnya itu adalah hal yang sangat kotor.
Dalil Al-Qur’an:
Sebenarnya ada banyak dalil Al-Qur’an yang melarang tentang riba. Akan tetapi, kami cantumkan dalil yang berisi larangan tegas sekaligus konsekuensinya saja.
a. Allah berfirman, “الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ -٢٧٥-, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S Al-Baqarah: 275).
b. “فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ -٢٧٩-“ Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Q.S Al-Baqarah: 279).
c. “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ -١٣٠-“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Ali-Imran: 130).
d. إِن يَنصُرْكُمُ اللّهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا الَّذِي يَنصُرُكُم مِّن بَعْدِهِ وَعَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكِّلِ الْمُؤْمِنُونَ -١٦٠- وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ -١٦١-“ Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Dalil Al-Hadits Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
a.       Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: "Mereka itu sama." (HR Muslim).
b.       Apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri maka mereka (penghuninya) sudah menghalalkan atas mereka sendiri siksaan Allah. (HR. Ath-Thabrani dan Al Hakim).
c.       Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةًSatu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih).
d.      Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ” “Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya).
Keduanya sudah cukup menjadi sebuah pusaka penerang bagi manusia agar berhati-hati dalam melangkah di dalam kehidupannya. Termasuk salah satunya adalah PERINTAH TEGAS meninggalkan riba.  
Realitas di Masyarakat
Riba yang dosanya cukup dahsyat dari perzinaan sekalipun, saat ini tidak menimbulkan efek ‘takut’ pada masyarakat bahkan khawatir pun seakan juga tidak. Bukan saja tidak menimbulkan efek takut, alih-alih riba ini dikembangkan dengan suburnya. Dengan propaganda media dan dengan menanamkan saling ketergantungan antara masyarakat dan lembaga keuangan berbau riba, seakan merubah sesuatu yang buruk menjadi tampak baik. “Tahi kucing serasa cokelat” mungkin itu ungkapan yang pas untuk praktik riba saat ini.
Bukan hanya di kalangan menengah ke atas, menengah ke bawah pun praktik riba ini tak kalah dahsyatnya. Lembaga keuangan yang bergerak memang tidak seprofesional Lembaga Keuangan Formal dalam memberikan kredit, akan tetapi bunga yang diancamkan kepada nasabah pun tak kalah mencekik. Lembaha keuangan untuk masyarakat menengah ke bawah memang biasanya tak berbadan hukum sehingga dikatakan lembaga keuangan informal. Lembaga keuangan informal yang bergerak untuk memberikan kredit riba di masyarakat disebut lintah darat, bisa juga disebut rentenir atau yang terkenal adalah Bank Thithil.
Meminjam di Bank Thihtil tak serumit meminjam di bank-bank besar dan formal. Cukup ngomong baik-baik ke sang kreditur dan janji mengembalikan, uang pun cair. Tapi jangan salah, uang yang dipinjamkan kepada nasabah harus kembali dengan pengembalian yang sangat mencekik. Bunganya pun aduhai dan luar biasa berlipat. Alih-alih tak takut dosa, mereka justru mengeruk keuntungan dari hujjah (alasan) yang sangat lemah yaitu Karena masyarakat membutuhkan.
Entah bisa dibilang kurang cerdas atau Oon, yang jelas mayoritas masyarakat pun juga mau dijajah oleh Si Lintah Darat alias Bank Thihtil ini. Mereka tak tanggung-tanggung dalam meminjam ke Bank Thihtil, mulai dari meminjam untuk kebutuhan SPP atau uang jajan anaknya hingga membeli panci pun kredit ke Bank Thithil,  BUSUK memang pengelola Bank Thithil. Bahkan untuk urusan membeli jilbab juga hutang ke mereka, bayangkan urusan menutup aurat yang dianjurkan agama dinodai oleh pengelola Bank Thithil.
Bagaimana di wilayah sekitar sanggar baca Kadiksuh?
Maka marilah kita dalami tentang hal ini pada episode mendatang, karena sangat penting untuk membahas permasalahan tentang jeratan rentenir berjenis Bank Thithil ini. Permasalahan kemiskinan masyarakat khususnya yang berada di sekitar sanggar tidak lain karena gaya hidup serta ketergantungan mereka kepada kreditur apapun itu bentuknya. Baik Koperasi, perbankan formal, Bank Thithil atau yang lainnya.
Semoga Allah memudahkan kami untuk menulis episode demi episode yang mengurai tentang pengalaman kami selama terjun di masyarakat khususnya sekitar sanggar baca Darul Musthofa.

Malang, 17 Dzulhijjah 1433 / 1 November 2012.
435:554

















[1] Diilhami dari sebuah hadits yang diriwayatkan melalui Jalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang satu masa kepada manusia, dimana pada masa itu seseorang tidak lagi memperdulikan apa yang diambilnya, apakah dari yang halal atau dari yang haram”. (HR. Bukhari dan Nasa’i dari Abu Hurairah).

[2] Dirujuk dari Hadits:
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ   مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ  أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ [رواه البخاري ومسلم]
“Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.
(Riwayat Bukhori dan Muslim. Dikutip dari Hadits Arba’in Karya Imam Nawawi No. 6)

[3] dirujuk dari Hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى :  ,يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً - وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ .
[رواه مسلم]
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.
(Riwayat Muslim, dirujuk dari Arba’in karya Imam Nawawi No. 10).

[4] Rujuk Al-Qur’an Surah Al-Maa’idah: 3.
[5] Shalah, A.S. dan Abdullah, A.M. 2008. Ma La Yasa’ at_Tajira Jahluhu. Abu, U.B. (penerjemah). Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Darul Haq. Hal 339.  
[6] Rujuk No 5.
[7] Wirdyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Prenada Media:Jakarta.
[8] Rujuk Al-Qur’an, Surah Al-Ankabut: 40 dan Al-Qur’an, Surat Al-An’am: 44.
[9] Hak Allah untuk menetapkan aturan-aturan penghambaan kepada makhluk-makhlukNya
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah