بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
DURHAKA SEBELUM DURHAKA
Segala Puji Bagi Allah Ta’ala,
kepadaNya kita memohon ampun dan pertolongan atas segala keburukan diri kita.
Barang siapa yang diberi hidayah olehNya tak kan ada yang dapat mencegahnya dan barang siapa yang disesatkan, tak kan ada yang dapat
memberikan hidayah padanya. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah kepada
Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wasallam beserta para keluarganya, para sahabatnya dan ummatnya yang berada
pada jalan Beliau hingga akhir
zamman. Amma ba’d.
Salah satu dosa besar
adalah “Durhaka Kepada Orang Tua”. Allah
Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Israa’: 23). Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Aku beritahukan yang terbesar dari
dosa-dosa besar. (Rasulullah Saw mengulangnya hingga tiga kali). Pertama,
mempersekutukan Allah. Kedua, durhaka terhadap orang tua, dan ketiga, bersaksi
palsu atau berkata dusta. (Ketika itu beliau sedang berbaring kemudian duduk dan
mengulangi ucapannya tiga kali, sedang kami mengharap beliau berhenti
mengucapkannya).” (Hadits Riwayat
Bukhari&Muslim).
Pernyataan Allah yang
diperinci oleh RasulNya merupakan ancaman bagi anak kandung yang durhaka kepada
kedua orang tuanya. Pernyataan ini mencangkup keumuman dalam suatu kasus. Hanya
saja, suatu kejadian pasti ada sebabnya maka sebab inilah yang juga harus diperhatikan
sebagai pelajaran dan hikmah pada manusia. Tatkala seorang anak durhaka kepada
kedua orang tuanya atau salah satunya, maka perlu untuk dijabarkan permasalahannya. Vonis durhaka tidak bisa begitu saja dijatuhkan pada sang anak yang bengal, begitu pula hujatan tidak begitu saja ditujukan kepada seorang anak yang dianggap ‘nakal ‘. Di
akhir zaman ini, banyak sekali kenakalan remaja terjadi justru karena kedua orang tua mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Orang tua menuntut anak untuk bertakwa, berbakti dan hanif, akan tetapi mereka tidak
memperhatikan dirinya dengan
semestinya. Ayahnya bekerja hingga larut malam bagitupula ibunya, pendidikan
anaknya diserahkan kepada guru yang hanya diberikan uang kepadanya, urusan anak
diserahkan pembantu yang bermodal uang untuk membayarnya. Anak hanya dikasih
uang jajan tanpa peduli dipergunakan
untuk apakah uang yang diberikannya. Hanya bermodal itu orang tua berani mengklaim, “Aku telah memberikan kasih sayang pada anakku.” Kasih sayang yang mana?
Baru-baru ini ada berita anak belum waktunya menyetir mobil sudah
dibelikan mobil mewah oleh kedua orang tuanya. Bermodal ayah artis yang kaya
raya, ia menyetir mobil kemanapun dia pergi baik saat sekolah, bersama
pacarnya, hingga bermain entah kemana bersama teman-temannya. Akhirnya
diberitakan bahwa Si Doel (Sebuta aja begitu) pun membantai beberapa orang
secara tidak sengaja karena kecelakaan maut yang berasal dari kebodohannya
dalam menyetir mobil. Anehnya, Si Doel pun diketahui meluncurkan mobilnya dan
menabrak mobil lain pada pukul 00:39 dini hari. HAH ? NGAPAIN DINI HARI NYUPIR
MOBIL? Melihat kejadian ini, sang ayah tidak merasa menyesal sama sekali atas
tuduhan kebodohannya dalam mendidik anak. Menurutnya itu bentuk kasih sayang.
KASIH SAYANG?
Bila dilihat fenomena saat ini, betapa banyaknya orang
tua yang menangis tersedu-sedu tatkala diketahui anak gadisnya hamil di luar
nikah. Mereka bersumpah dan menyumpahi anaknya karena luapan emosi yang ada,
mereka begitu marah dan malunya kepada tetangga sekitarnya akibat ulah anaknya.
Betapa banyak orang tua yang menuduh para gadis yang hamil dahulu sebelum menikah
sebagai anak durhaka yang tidak tahu malu. Tapi apakah mereka tidak sadar???
Marilah kita simak
pernyataan Syaikh Muhammad al-Qadhi (2010: 104), “Dimanakah rasa cemburu
terhadap agama Allah ketika Anda biarkan anak-anak Anda meninggalkan shalat dan
tidak menjalankan perintah Allah?...Yang lebih parah lagi, beberapa orang tua
membiarkan anak-anak gadisnya keluar rumah dengan penampilan menyerupai lelaki
dan telanjang. Mereka saling berlomba berdandan dan berhias serta
mempertontonkan kecantikan, bercampur baur dengan laki-laki asing dan dosa
lainnya. Mereka juga mengenakan pakaian ketat yang memperlihatkan dada. Di sisi
lain, para orang tua mereka mengetahui hal itu.” Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzaalik.
Di sisi lain, bagaimana
para lelaki dan wanita juga telah terbius dengan televisi, acara-acara yang
menawarkan cinta yang semu. Cinta berdasarkan ketampanan, ketenaran dan harta dunia yang terhampar. Mereka
berangan-angan panjang padahal nafsu dan syahwat terus bergelora pada diri mereka, akhirnya
mereka terus mendambakan hal-hal kosong hingga sampailah mereka kepada kondisi
yang memberatkan pikiran mereka. Mereka pun tak sadar melepas iman mereka
hingga terjadilah apa yang terjadi. Tatkala mereka melihat TV itulah orang tua
mendiamkannya dan tidak mengarahkannya. Tatkala mereka tidak memiliki ‘pacar’ orang tua justru bingung bukan main
dan senang bila memiliki pacar, tetapi tatkala mereka ingin menikah orang tua pun berkata, “makan apa kalian,
kalian masih kuliah! tunggu hingga kalian lulus.” Tatkala mereka tidak kuasa
menahannya dan berbuat khilaf, maka orang tua pun marah-marah dan memaki-maki.
Apakah kedua orang tua itu tidak sadar bahwa secara langsung atau tidak merekalah
yang menyebabkan kedurhakaan anaknya?
Maka marilah kita simak kedua kisah berikut:
A. Kisah Dua
Kedurhakaan
Dikisahkan pada jaman Khalifah Umar Ibn Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintah dunia Islam, ada seorang ayah yang
mengadu kepada Sang Khalifah tentang kedurhakaan anaknya. Setelah Sang Ayah
mencurahkan hatinya kepada Sahabat Umar, lalu beliau radhiyallahu ‘anhu menasehati anak tersebut dengan panjang lebar.
Setelah selesai menasehati sang anak, kemudian sang anak ganti bertanya,
“Wahai Amirul Mukminin, bolehkah saya bertanya?”
“Silahkan,” Jawab Umar ibn Khaththab radhiyallahu
‘anhu
“Anda dari tadi menasehati saya tentang kewajiban saya
sebagai anak. Adakah hak saya?”
“Ada, hak kamu sebagai
anak atas orang tuamu ada tiga: (1) memberikan kamu nama yang baik; (2)
mengajarkan Al-Qur’an; (3) memilihkan ibu yang baik untuk anak-anakmu.” jawab
Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, Ayahku tidak melakukan ketiganya. Dia memberikanku
nama Ju’la (kecoak); dia tidak pernah
mengajarkanku Al-Qur’an; dan dia menikah dengan budak padahal dia orang merdeka
dan bisa memilih wanita yang lebih cantik dan mulia.” Jawab Sang Anak.
Amirul Mukminin pun langsung merah padam dan berbalik arah kepada ayah
sang anak seraya berkata, “Hai Orang Tua, benarkah? Kalau demikian, kamu telah
durhaka sebelum anakmu durhaka!”
B. Mendapat Musibah
yang Sama
Dikisahkan pada jaman dahulu ada seorang anak yang durhaka luar biasa
kepada ayahnya. Suatu saat Sang Anak ingin menyembelih anaknya. Sang Anak pun
membawa pisau dan menggiring ayahnya ke suatu tempat. Sebelum Sang Anak
menyembelihnya, ayahnya pun berkata
“Wahai anakku, kalau kamu ingin menyembelihku. Sembelihlah di batu itu!”
“Kenapa harus memilih di situ, toh sama saja antara situ dan
di sini!” hardik Sang Anak.
“Tahukah kamu? bahwa aku dulu juga menyembelih ayahku, dan di
situlah dia kusembelih!”
Subhanallah, Maha Suci
Allah dari segala kekurangan terhadap apa yang mereka perbuat. Allah memberikan
kita pelajaran dan hikmah dari kedua kisah itu, agar kita tidak menjadi orang
yang durhaka kepada kedua orang tua kita dan juga agar kita tidak berbuat
durhaka kepada “anak-anak kita” kelak.
Hai para calon ibu, akankah kau masih membuka auratmu? akankah kau masih
berangan-angan kosong dalam benakmu? padahal kau akan menjadi tauladan dan
memegang peranan penting bagi pendidikan anak-anakmu.
Hai para calon ayah, apakah kamu masih sering cuek terhadap syari’at ini,
apakah engkau hanya ingin berpacaran tanpa mengedepankan pernikahan bagi puterimu? apakah kau memilih ibu yang buruk bagi anak-anakmu dengan memilih
orang-orang yang tidak memegang syari’at ini?
Silahkan dan silahkan,
akan tetapi ingatlah sebuah hadits berikut:
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
Ishaq bin Manshur menuturkan kepada saya. Dia berkata; Abu Dawud
at-Thoyalisi mengabarkan kepada saya. Dia berkata; Ibrahim bin Sa’d menuturkan
kepada kami dari ayahnya, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata; Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan terjadi fitnah/gempuran cobaan, orang yang tidur di
saat itu lebih baik daripada orang yang terjaga. Orang yang terjaga lebih baik
daripada yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik daripada yang berlari. Maka
barangsiapa yang mendapatkan tempat kembali atau untuk berlindung hendaknya dia
segera mencari perlindungan dengannya.” (Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari
dalam Shahihnya di Kitab al-Fitan, bab maa takuunu fitnatul qa’id fiha khairun
minal qaa’im [Hadits Muslim No. 7081],
diterjemahkan dari
Shahih Muslim cet Darul Kutub Ilmiyah, hal. 1105).
Dan Sabda Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam:
“Zaman semakin dekat, ilmu dicabut, muncul fitnah-fitnah, tersebar
kebakhilan-kebakhilan, banyak terjadi al haraj. Para sahabat bertanya, ‘Apakah
al haraj itu, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, ‘Pembunuhan’.” (Muttafaq
‘alaih).
Akankah kita biarkan
anak keturunan kita termakan fitnah tanpa kita persiapkan bekal untuk
menghadapinya? akankah kita terus menerus dalam menikmati kemewahan dunia
hingga kita lupa akan syariat Agama? Marilah kita terus berbedan dan berbedan,
menuntut ilmu dan menuntutnya, ilmu yang utama adalah Ilmu Agama, kemudian
barulah ilmu dunia yang membawa manfaat bagi manusia. Allahu a’lam bish shawwab.
Rujukan:
Muhammad Al-Qadhi.
2010. Pemuda Takut Dosa Kiat Keluar Dari Ketagihan Maksiat (Terj). Wa Syabaabaah, Maa Lakum Laa Tarjuuna
Lillaahi Waqaaraa, diterjemahkan oleh Tony Timur. Al-Aqwam: Solo.
Abu Mushlih. 2009. Dahsyatnya Fitnah Akhir Zaman. http://abumushlih.com/dahsyatnya-fitnah-akhir-zaman.html/.
10 Januari 2012, 10:24 AM.
Muhammad ibn Hamid
Abdul Wahab. 2009. 61 Kisah Pengantar
Tidur (Terj). Sittuna Wsihshah Rawaha
an-Nabi wash Shahabah al-Kiram, diterjemahkan oleh: Munawwarah Hannan. Darul
Haq: Jakarta.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah