KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Sabtu, 05 Oktober 2013

SOLUSI ALTERNATIF ATAS POLEMIK KELUARGA UJE

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
SAMPAIKAN MAKA SELESAILAH TUGASMU
“SOLUSI ALTERNATIF ATAS POLEMIK KELUARGA UJE”

ETIKA DAKWAH
Segala Puji Hanya milik Allah Yang Maha Tinggi, Dialah Yang Memberikan banyak sekali kebaikan pada para hambaNya. Dia tidak membutuhkan para hamba sedikitpun akan tetapi justru Dialah yang memberikan seluruh kebutuhan para hambaNya itu karena kasihNya kepada kita semua. Semoga shalawat serta salam tetap dicurahkan olehNya kepada Sang Utusan Allah Muhammad ibn Abdillah, beserta keluarga Beliau, para sahabat Beliau serta umat Beliau yang mengikuti jejak ajaran Beliau hingga akhir zamman.
Dalam Al-Qur’an Al-Karim Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّداً فَجَزَاء مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْياً بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَو عَدْلُ ذَلِكَ صِيَاماً لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللّهُ عَمَّا سَلَف وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللّهُ مِنْهُ وَاللّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ (الماءده: 92)
Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Q.S Al-Maa’idah: 92).
Firman Allah dalam ayat di atas menerangkan bahwa tugas para rasul hanyalah menyampaikan risalah bukan menentukan hidayah seseorang hamba. Oleh sebab itu para ulama juga telah menjelaskan bab tentang fiqih/aturan dakwah.
Para ulama juga berkata,
الاجريقع بى مجرد الدعوة, ولايتوقف علا الإستجابة
Yang artinya: Ganjaran (dalam dakwah) telah didapatkan dengan menyampaikan, dan bukan tergantung pada diterimanya dakwah itu.”
Sangat jelas bahwa dengan hanya menyampaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan pada syariat Agama Islam dan yang memberitahukan apa-apa yang seharusnya dihindari adalah sudah cukup, tanpa harus menuntut sebuah hasil yang maksimal.
Kaidah yang disampaikan di atas bukan berarti lantas ditafsirkan “yang penting menyampaikan lalu selesai”. Dakwah juga harus memperhatikan cara berdakwah dan apa yang disampaikan. Dalam syariat Allah, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam telah menyampaikan cara riil untuk dilaksanakan bagi para pendakwah, baik itu ustad, kyai, mubaligh, atau thalib al-‘ilm. Simak sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak sanggup, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (Sahih Muslim No. 70). Sehingga selama seseorang itu mampu dengan kekuatan, maka cegah kemungkaran itu dengan kekuatan, namun bila tidak mampu dengan lisan, dan bila tidak mampu lagi dengan pengingkaran dalam hati atau kebencian.
Para ulama menyatakan bahwa urutan-urutan mencegah kemungkaran dimulai dari awal yaitu kekuatan, kemudian lisan, kemudian barulah yang paling lemah, yaitu kebencian. Selanjutnya tatkala mencegah kemungkaran harus juga menggunakan fikih prioritas, apakah itu?
Fiqih prioritas adalah sesuatu aturan yang membahas tentang mana yang harus didahulukan daru dua perkara, khususnya bila perkara itu sama-sama baiknya. Beitupula apa yang harus dipilih bila berhadapan dengan dua hal yang sama-sama buruknya. Tentu bila sama-sama baik, maka kita memilih yang paling baik dari keduanya, akan tetapi bila dihadapkan dengan sesuatu yang sama-sama buruk dan kita harus memilih salah satunya tentu kita memilih yang terbaik dari yang terburuk tersebut.
Fiqih prioritas sangatlah penting untuk dilakukan bagi para pendakwah, para pemegang wasiat yang diminta menyampaikan wasiat serta para penyampai pesan para Nabi Shalawatu wa sallam ‘alaih. Bila fiqih prioritas ini diabaikan hasilnya bukan memberikan kesejukan Islam pada orang yang tidak memahami, malah semakin menjadi-jadi kebodohan orang yang bodoh dalam agama.
Khususnya pada zaman saat ini, ada banyak ulama busuk yang menyeret umat ke depan pintu Jahannam dengan kata-katanya yang manis akan tetapi menjerumuskan. Sedangkan para mubaligh yang jujur justru tidak didengar. Boleh jadi ulama yang busuk tersebut lebih memahami fiqih prioritas dan memahami tata cara bertutur kata yang baik dibandingkan ulama yang jujur dalam penyampaiannya akan tetapi tergesa-gesa dalam bertindak. Tutur kata yang keras dan kasar disertai paksaan yang sangat menyakitkan membuat orang bertambah tidak simpati dengan kata-katanya.
Ada salah satu fenomena yang unik dan menarik yang pernah menimpa negeri Indonesia ini. Pertarungan yang sengit antar keluarga seorang ustad, sebut saja Uje, ustad terkenal di Indonesia yang meninggal akibat kecelakaan. Perjalanan panjang dilalui oleh Uje, mulai dari beliau rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) menjadi seorang preman dan pemakai narkoba, hingga bertaubat kemudian menjadi mubaligh terkenal. Hanya saja beliau masih membahas hal-hal yang berkenaan dengan permintaan umat, khususnya permintaan para penyelenggara telvisi. Hingga beliau rahimahullah pun menyadari beberapa kekeliruannya dan menemukan teman yang sangat dia idamkan, yaitu ulama dari Ahlusunnah wal jamaa’ah yang komitmen dengan jalan para Salafush shaalih (orang-orang shalih terdahulu dari Rasulullah, para sahabat, tabi’in dan murid para tabi’in). Hingga akhirnya beliau banyak mengenal ajaran sunnah, salah satunya adalah larangan membangun kuburan dan memperindahnya.
Salah satu syariat yang (kini) banyak dilanggar umat Islam sendiri, yaitu membangun kuburan telah menjadi polemik besar bagi umat khususnya keluarga Uje. Maka saya ingin sedikit berkomentar tentang polemik ini, bukan untuk ngurusin rumah tangga orang akan tetapi untuk menjelaskan apa yang harus dijelaskan agar siapapun yang mengalami polemik seperti di atas tidak berdampak buruk hingga terjadi perpecahan antar keluarga besar yang mengakibatkan semakin lemahnya kekuatan umat Islam.
MENGHORMATI KUBURAN
Dalam ajaran agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah banyak dipaparkan hukum-hukum tentang bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi kuburan. Tentu kuburan yang hakekatnya adalah tempat peristirahatan bagi manusia khususnya bagi kaum Muslimin merupakan sesuatu yang harus dihormati, akan tetapi penghormatan haruslah sesuai Sunnah/Tata Cara yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Barang siapa yang tidak menghormati dengan apa yang dibawa oleh Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam sama saja dengan tidak menghormatinya karena mendurhakai Allah dan RasulNya.
Tatkala seseorang berziarah ke kubur kerabatnya, tentu mereka harus memperhatikan adab-adabnya sebagai bentuk pengormatan bagi penghuni kubur, yaitu jenazah kaum muslimin. Bagaimanakah cara menghormati kuburan menurut ajaran Islam yang sahih/benar?
Simaklah keterangan berikut:
1.       Mengucapkan salam ketika masuk kompleks pekuburan.
Keterangan diambil dari Hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan mereka (para shahabat) jika mereka keluar menuju pekuburan agar mengucapkan :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian[1]
2.    
Tidak memakai sandal ketika memasuki pekuburan (kecuali keadaan yang tidak memungkinkan seperti panas yang menyengat atau banyak duri).
Diambil dari peristiwa pada masa Rasulullah tatkala Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang memakai sandal saat berziarah kubur, lantas Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا
Wahai pemakai sandal, celakalah engkau! Lepaskan sandalmu!” Lalu orang tersebut melihat (orang yang meneriakinya). Tatkala ia mengenali (kalau orang itu adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia melepas kedua sandalnya dan melemparnya[2]
Ini termasuk penghormatan yang justru disunnahkan tatkala kita berziarah kubur.
3.       Tidak duduk di atas kuburan dan menginjaknya.
Dasar atas adab ini adalah sabda Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur[3]
Ini adalah penghormatan yang sudah mencukupi suatu hal untuk menghormati kubur yang justru kurang diperhatikan para peziarah kubur. Pengelola kubur di Indonesia juga mayoritas terkesan asal-asalan dalam menata tempat tidur jenazah kaum Muslimin, hingga aturannya pun acak-acakan. Tidak diberikan jalan untuk para peziarahnya dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu lahan yang tidak cukup, padahal hal tersebut dapat diupayakan Insya Allah.
4.       Termasuk adab dalam menghormati penghuni kubur adalah mendoakannya tatkala ziarah tanpa meratap dan mengatakan hal-hal yang tidak diridhoi Allah.
Mengapa saya utarakan tentang adab ziarah kubur, padahal tema pembahasannya adalah cara menyampaikan sebuah pesan/cara dakwah? Betul, saya sampaikan karena saya ingin mengomentari kasus yang terkait dengan Uje dan kuburannya yang menjadi polemik. Saya juga ingin menyampaikan hal ini agar keluarga Uje (semoga juga membaca artikel ini) dan masyarakat umum mengetahui bagaimana harus bersikap dan apabila ada kasus serupa tidak terulang kembali. Maka inilah beberapa hal menghormati penghuni kubur.
HUKUM MEMBANGUN KUBURAN, MENGAPUR DAN MENGECATNYA
Saya sampaikan hal ini juga karena ingin menyampaikan bagaimana seharusnya kita sebagai Muslim harus bersikap kepada kuburan, baik itu kuburannya orang awam maupun orang shalih. Hukumnya, bila penghuni kubur tersebut adalah Kaum Muslimin maka merujuk kepada aturan syariat Islam yang telah disampaikan dan dijelaskan oleh Rasulullah Muhammad Shalallau ‘alaihi wa sallam.
Media ramai memberitakan bagaimana Istri Uje menentang keras fihak keluarganya khususnya fihak ibunda Uje yang telah membangun kuburan Uje dengan sangat bagus dan dengan biaya yang mahal. Alasan istri Uje secara sederhana adalah, Uje telah berwasiat kepadanya untuk tidak membangun kuburannya tatkala ia sudah meninggal nanti. Permasalahannya, wasiat Uje tentu bukan wasiat yang asal-asalan. Lantas, apa dorongan Uje untuk berwasiat seperti itu? Simak paragraf berikutnya.
Ternyata Uje bukan tanpa alasan bila telah berwasiat agar kuburannya tidak dibangun, tidak dikapur dan tidak dicat serta diperlakukan macam-macam sebagaimana mayoritas kuburan orang-orang yang diagungkan manusia. Alasan Uje untuk menyatakan wasiatnya didasarkan oleh hadits-hadits yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
a.  Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau menerangkan bahwa,
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang kuburan dikapur, diduduki, dan dibangun[4].
b.  Pernyataan Sahabat Ali ibn Ab Thalib radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaj Al-Asadi, ia berkata, ‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.[5]
c. Bahkan mayoritas orang Indonesia yang bermadzhab Syafi’i harusnya tahu pernyataan Imam Syafi’i yang sebenarnya di kitab karya beliau, Kitab Al-Umm. Serta matan-matan beliau khususnya matan Abu Syuja’ (matan Taqrib). Disebutkan di dalamnya (Matan Abi Syuja’) bahwa,
ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص
“Kubur itu mesti diratakan, kubur tidak boleh dibangun bangunan di atasnya dan tidak boleh kubur tersebut diberi kapur (semen).[6]
Sudah jelas bahwa memang membangun kuburan, meninggikannya, mengkapurnya, dan duduk di atasnya tidak diperbolehkan menurut syariat Islam.
MENYIKAPI KASUS PERSETRUAN KELUARGA UJE
Permasalahan terjadi tatkala Ibunda Uje membayar orang lain untuk memperindah kuburan Uje. Kuburan itu dibangun dengan indah bahkan lebih indah dari sekitar kanan dan kirinya. Permintaan ibunda Uje yang sangat mungkin adalah orang awam didukung oleh ulama-ulama televisi yang sangat getol menyuarakan syariat pesanan rakyat. Mereka bahkan teman dan kerabat Uje turut mendukung ajakan sang ibu untuk membangun kuburan.
Di sisi lain, istri Uje yang merupakan orang terdekat Uje faham betul wasiat suaminya yang memahami syariat Islam, khususnya tentang masalah mengelola kuburan. Hanya saja, karena dianggap menantu (mungkin) atau dianggap masih bau kencur (kemungkinan yang lain), perkataannya ini tidak dianggap oleh ibu Uje maupun oleh sodara-sodara Uje yang lainnya. Sang istri pun tetap ngotot untuk membongkar makam Uje dan meratakannya dengan tanah sebagaimana wasiat suaminya tercinta, permintaan ini tetap tidak digubris.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turun tangan, memberikan fatwa bahwa membangun, meninggikan, menyemen, memperindah kuburan adalah dilarang syariat Islam berdasarkan nash tersebut. Hanya saja, MUI hanya bisa memberikan fatwa selanjutnya action adalah urusan keluarga mereka. Maka bagaimanakah ISTRI UJE harus bersikap? dan bagaimanakah bila kita juga yang mengalami kasus seperti itu?
SAMPAIKAN MAKA SELESAILAH TUGASMU
Sebagaimana sub bab yang kami tulis tentang Etika Dakwah, yaitu kaidah yang menyatakan
الاجريقع بى مجرد الدعوة, ولايتوقف علا الإستجابة
Yang artinya: Ganjaran (dalam dakwah) telah didapatkan dengan menyampaikan, dan bukan tergantung pada diterimanya dakwah itu.”
Maka, kita sebagai orang yang diberikan wasiat oleh Allah, para Nabi dan Rasul, maupun kaum Muslimin haruslah menyampaikan dengan cara yang baik dan ikhlas tanpa memaksa seseorang untuk mengikuti dakwah kita sehingga timbul konflik yang lebih besar. Sehingga apabila timbul konflik yang lebih besar, maka justru tujuan dakwah untuk memberikan cahaya itu dikaburkan oleh suasana keruh yang terjadi karena penolakan dakwah oleh mereka-mereka yang bodoh atau justru memang sengaja merusak syariat Islam.
Apabila keikhlasan ada pada diri kita, maka sebagaimana dakwah para Nabi dan Rasul, kita sebagai hamba-hamba Allah sekaligus pengikut para Nabi, khususnya Nabi dan Rasulullah terakhir Muhammad ibn Abdillah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak memperdulikan apakah banyak orang yang mengikuti ataukah tidak. Apa yang kita pikirkan hanyalah bagaimana kita harus menyampaikan dengan cara yang baik, apakah dengan menyampaikan dengan cara begini akan berdampak baik, dan apabila dengan cara begtu berdampak baik pula. Ibnu Qudammah dalam kitab beliau Mukhtasar Minhajjil Qashiddin disebutkan bahwa orang-orang yang berakal mampu memilik mana di antara yang buruk itu keburukannya paling ringan, dan mana di antara yang baik itu kebaikannya paling sempurna. Inilah fiqih prioritas dalam dakwah, karena memang di dunia ini banyak pilihan dan buah simalakama kehidupan.
Bagaimana bila itu adalah wasiat, apakah berdosa?
Di dalam banyak kitab-kitab para ulama ahlusunnah wal jamaa’ah dikatakan bahwa apabila wasiat itu dilanggar oleh seseorang yang diberikan wasiat kecuali memang wasiat itu berisi maksiat dan penyimpangan, maka baginya dosa orang yang melanggarnya dan buka orang yang berwasiat ataupun orang lain yang menetapkan wasiat itu. Hal ini didasarkan atas Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
فَمَن بَدَّلَهُ بَعْدَ مَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (البقرة: ١٨١)
Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah: 181).
Sehingga apabila dikaitkan dengan kasus pada UJE ataukah yang semisal pada kasus orang lain yang telah berwasiat sesuai petunjuk Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidak membangun, meninggikan, mengkapur, memperindah dan menghias kuburan, maka yang berwasiat telah menggugurkan dirinya dari dosa sebelum kematiannya. Begitu pula siapa yang diberi wasiat dan telah menyampaikannya kepada khalayak dan berusaha mencegahnya, maka dia tidak ada dosa bagi mereka. Dosa dibebankan kepada mereka yang justru melanggar wasiat dan yang tidak melaksanakannya.
Maka hendaknyalah istri UJE tidak memperkeruh suasana sehingga melontarkan sesuatu yang menyebabkan perpecahan antar keluarga yang tadinya rukun dan bersatu. Begitu pula keadaan orang lain yang semisal, karena doasa memutuskan hubungan silaturahim, berseteru dengan kaum Muslimin, bahkan membunuh kaum Muslimin karena dendam yang ada pada dirinya itu boleh jadi lebih berat dampak dan dosanyanya bagi kemaslahatan dunia maupun akherat daripada sekedar untuk mengecat satu kubur manusia. Walau keduanya di sisi Allah sangat dibenci olehNya.
Semoga saran ini dapat memberikan manfaat dan dapat pula memberikan jalan keluar bagi siapa yang memiliki problematika sebagaimana di atas. Sekian artikel dari kami, apabila ada kebenaran di dalamnya, semata-mata karena taufik dan hidayah dari Allah subhanahu wa ta’ala, namun apabila ada kesalahan itu datangnya dari setan dan hawa nafsu saya pribadi, jadi mohon untuk dikoreksi dan diberikan saran. Allahu al Musta’an wa shawwab.

Malang, 1 Dzulhijjah 1434 / 6 Oktober 2013
Ditulis oleh: 435554


[1] HR. Muslim no. 974. Dikutip dari artikel Online Muslim.or.id, alamat: http://muslim.or.id/aqidah/adab-islami-ziarah-kubur.html.
[2] HR. Abu Dawud (2/72), An Nasa’I (1/288), Ibnu Majah (1/474), Ahmad (5/83), dan selainnya. Al Hakim berkata : “Sanadnya shahih”. Hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi dan juga Al Hafizh di Fathul Baari (3/160). Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 173, Maktabah Al Ma’arif. Dikutip dari artikel Online Muslim.or.id, alamat: http://muslim.or.id/aqidah/adab-islami-ziarah-kubur.html.
[3] HR. Muslim (3/62). Dikutip dari artikel Online Muslim.or.id, alamat: http://muslim.or.id/aqidah/adab-islami-ziarah-kubur.html.
[4] Hadits Riwayat Muslim. Diambil dari artikel Muslim.or.id, alamat: http://muslim.or.id/aqidah/fatwa-ulama-hukum-membangun-kuburan.html.
[5] HR. Muslim no. 969. Diambil dari artikel muslim.or.id, alamat: http://muslim.or.id/aqidah/hukum-kuburan-mewah-dengan-bangunan.html.
[6] Mukhtashor Abi Syuja’, hal. 83 dan At Tadzhib, hal. 94 dalam muslim.or.id, alamat: http://muslim.or.id/aqidah/hukum-kuburan-mewah-dengan-bangunan.html.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah