KARAT DALAM BERLIAN
Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan arti dalam kehidupan manusia. Dialah yang memberikan balasan atas
kebaikan dan keburukan seorang hamba terhadap hamba yang lainnya. Dan Dialah
yang memberikan kenikmatan yang besar kepada seorang hamba serta memberikannya
sesuai dengan prasangka hamba itu terhadap RabNya. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang telah
memberikan petunjuk serta cahaya dari Allah kepada seluruh ummat manusia, hanya
saja banyak dari mereka yang enggan. Amma ba’d.
Dunia adalah nikmat, syurga adalah nikmat dan neraka juga nikmat. Dunia
itu nikmat karena menggiurkan[1]. Syurga
adalah nikmat, dan kenikmatan terbesar dalam sejarah kehidupan manusia yang
tiada tara tatkala tiada lagi hari setelah itu. Betapa beruntung orang yang
memasuki syurga, semoga kita adalah bagian dari orang-orang yang memasukinya.
Neraka adalah nikmat, nikmat bagi penduduk syurga yang dahulu diperolok-olok
oleh ahli neraka. Maka, kini bergantilah penduduk syurga yang memperolok-olok
penduduk neraka. Penduduk neraka berteriak meminta tolong, mengaduh, dan
menjerit akibat kekafiran mereka, padahal tiada lain mereka telah diperingatkan
di dunia, tetapi mereka mengabaikannya. Maka rasakanlah hari itu wahai
orang-orang yang ingkar.
Aku sedang merenung tentang kenikmatan-kenikmatan itu, ternyata aku masih
di dunia. Aku pandangi bahwa dunia ini adalah indah dan nikmat, sejuk dan
menyenangkan. Wanita, inilah makhluk bumi yang sangat disenangi oleh mayoritas pelaku
sejarah yaitu laki-laki. Sekuat apapun lelaki, apabila wanita sudah berhadapan
dengannya, maka dia akan takluk tak berdaya. Hanya iman sajalah yang
menyelamatkannya. Hingga Rasulullah bersabda, “Dunia ini cantik dan hijau.
Sesungguhnya Allah menjadikan kamu kholifah dan Allah mengamati apa yang kamu
lakukan, karena itu jauhilah godaan wanita dan dunia. Sesungguhnya fitnah
pertama yang menimpa bani Israil adalah godaan kaum wanita[2].
Baru saja aku lepas dari derita akan fitnah wanita saat jaman jahiliyahku.
Bebas rasanya, tatkala Allah melapangkan dadaku. Bagaimana tidak, aku terjebak
dengan tampang dan parasnya. Cantik, imut, dan menyejukkan mata tapi tidak
cukup menyejukkan untuk urusan hati. Dia jutek, semaunya, jauh dari agama dan
pokoknya menyebalkan.
Alhamdulillah, Allah telah memberikanku jalan melalui seorang teman yang
telah memberikanku petunjuk kepada kebenaran. Allah juga telah membuka pintu
hatiku melalui seorang ustad. Beliau berkata, “Rasulullah bersabda, “Wanita itu
dinikai karena 4 hal: Kecantikannya, kekayaannya, keturunannya dan agamanya.
Maka nikahilah wanita tu karena agamanya kalau ingin selamat. [3]” Aku pun
tersadar, kalau selama ini aku salah langkah. Aku harus memperbaiki diriku
untuk mendapatkan seorang wanita yang baik dan dekat dengan Allah. Dan tiadalah
ia dekat dengan Allah, kecuali orang yang berilmu[4].
Apakah ujian berhenti sampai di situ? ah, aku kira demikian, setelah ini
aku konsentrasi pada kuliahku, menyelesaikannya dan mencari seseorang yang aku
akan nikahi. Aku serasa tak ada beban, virus cinta sudah musnah pada diriku
walau tidak sepenuhnya hilang. Maka sebuah kesempatan pun masuk melalui diriku,
entah kesempatan setan ataukah kesempatan untuk mendapatkan nikmat yang halal.
Itulah hawa nafsu yang terus mengajak kepada kemungkaran.
Seorang teman pun menawariku untuk mengikuti kontes karya tulis dan
kewirausahaan. Mengingat inilah program mahasiswa yang menghasilkan untung
besar dan mengasyikkan. Dia mengajak teman perempuannya, lantas aku pun
teringat masa lalu. Kutolak dia mentah-mentah, “Tidak! harusnya tak ada
perempuan biar nyaman.” Dia pun memelototkan matanya, “Kenapa? padahal ini kan
wajar untuk usaha? lagi pula kita ini usaha kuliner dan tak bisa memasak,
sedang temanku itu adalah orang yang pandai dalam memasak.” Aneh, padahal
temanku itu juga turut mengaji di ulama yang hanif. Tidak main-main, ustadnya
adalah juga ustad kami yang telah belajar selama 7 tahun lebih di Hijaz, murid
syaikh ternama di sana dan memiliki sanad ilmu sampai kepada Rasulullah
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi mengapa ada seorang
muridnya yang masih seperti ini?
“Kalau demikian aku keberatan!” Kataku. “Eh, kalau menurutku ndak papa
Akhi. Kan kita mau bermuamalah. Hijab tetap kita jaga. Kita hanya bagian
pemasaran dan strateginyanya, mereka bagian memasak dan keuangannya. Sehingga
kita masih bisa menjaga diri kan?” Seorang temanku yang sudah senior
menambahkan. Memang kelompok kami saat itu 3 orang, aku, teman seangkatanku,
dan seorang senior yang juga sudah lama mengaji di ustad yang sama. Aku lebih
hormat kepada seniorku ini, dan hujjahnya pun kuat, maka aku mengakui ilmu dan
akalnya. “Baiklah kalau begitu. Aku setuju.” Aku yang baru saja mengenyam dunia
ilmu agama mengiyakan atas saran seniorku dan desakan temanku.
Waktu terus berjalan, aku pun mengetahui bahwa wanita yang dia ajak
ternyata dahulu adalah teman SMA ku. Dia teman satu SMA denganku dan satu SMA
juga dengan teman satu kelompokku serta seniorku ini, memang kami semua dari
satu SMA, aneh dan mengherankan dunia hanya sebesar daun Kelor. Dari SMA, teman
satu kelompokku itu memang mengharapkan wanita ini, dia mengejar-ngejar dan ‘menembak’
kata-kata cinta berkali-kali, tetapi ditolaknya. Heran, kenapa dia mau menerima
ajakannya di saat seperti ini?! Apakah memang dia sudah takluk? padahal Si
Wanita itu juga mengaji pada ustad yang sama dengan kami di kajian-kaijan
umumnya. Ah, itu urusan mereka yang jelas bukan salah ustad kami. Karena ustad
kami hanyalah menyampaikan, betapa banyak santri yang mengaji dan khusyu’
tetapi tuanya jadi tua bangka yang menyerang agama.
Aku lihat, ternyata memang temanku itu mengejar-ngejar Si Wanita itu untuk
kesekian kalinya. Sedangkan seniorku cukup baik perannya untuk meredam gejolak
temanku. Si Wanita pun juga tetap menunjukkan ketidak mauannya, dan teman
seniorku mencoba untuk menenangkannya. Aneh, kenapa rasa sesak menyerak dada
tatkala mereka mengobrol, yah syura’[5] masalah
usaha, survey lapang, bahkan pernah kami memasak bareng. Yah, ternyata hijab
yang dulu dijanjikan sangat longgar. Ikhltilath[6]
pun tak bisa dihindari.
Sang wanita sering juga SMS kepadaku, mulai meminta pendapat masalah usaha
hingga curhat masalah temanku yang berulang kali membuat ulah. Belum lagi Virus
Fecebook, yang mana statusku dikomen dan di-like. Sekedar itu, tetapi sangat
menyetrum hatiku. Sesak, yah sesak! inilah fitnah wanita itu? padahal
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiada aku
meninggalkan suatu fitnah sesudahku lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada
godaan wanita[7].”
Godaan wanita adalah godaan yang berat, dan kini aku terjangkit virusnya lagi. Bagaimana
ini? Subhanallah.
Lambat laun, temanku terus mengejarnya dan Si Wanita yang bertitel akhowat[8]
ini juga banyak bercurhat kepadaku. Apakh ini hanya prasangkaanku? entahlah,
yang penting aku pun merasa bahwa aku terkena VIRUS CINTA. Aku pun teringat,
hal ini tiada solusi kecuali ‘Menikah’! Aku pun mendiskusikan hal ini kepada orang
tuaku. Mereka setuju, akan tetapi syaratnya aku harus lulus kuliah.
Tatkala semester akhir dan usaha pun sudah bubar, aku langsung konsentrasi
ke kuliahku. Kukejar skripsiku, aku tak peduli hasilnya yang penting lulus dan
dapat kerja. Si Wanita itu juga aku dekati dan aku katakan, “Ukhti[9], akan ada
kejutan buat antum.[10]” “Kejutan
apa?” Kata wanita itu, “Tunggu saatnya. Insya Allah.” Aku pun berujar padanya
dengan mantab. Kami pun tersenyum. Aduh, apalagi ini! apakah ini tindakan
seorang yang telah berilmu? Entahlah, itulah godaan setan yang terkutuk.
Aku pun lulus. Alhamdulillah, tiada nikmat yang aku rasa lebih
besar saat itu daripada kelulusan dan wisuda. Akan tetapi aku pun merasa
gersang, tiada istri yang menemaniku. Ingin rasanya, tak apalah tetapi segala
puji bagi Allah ada orang tua yang menghadiri undanganku. Sejuk rasanya.
Hand Phone-ku pun berdering saat di gedung wisudawan, SMS, “barakallahu
lak untuk ilmunya Akh.[11]” SMS
dari Si Wanita itu. Hatiku pun sejuk menyimak SMS itu, ingin rasanya tak kan
kuhapus. Ingin rasanya segera melamarnya dan menikahinya, dia mengirimkan SMS selamat
kepadaku dan hatiku pun berkembang. Inikah FITNAH? Allahu a’lam
Aku pun bertekad bulat, kudatangi Si Wanita itu untuk meminta
persetujuannya. Kalau dia setuju, tinggal aku menghadap kepada orang tuanya. Aku
sampaikan keinginanku untuk menikahinya, dan dia berkata, “Ana meminta waktu
Akh.” “Berapa lama antum memikirkannya? Sebulan, cukup” Tanyaku. “Cukup. Insya
Allah.” Jawabnya. Mengingat kami tinggal di Kota Pendidikan, sementara orang
tuanya juragan rokok di desa. Orang terkaya di desanya yang jauh dari Kota kami
tinggal saat kuliah. Perlu waktu untuk menghadap kepada orang tuanya dan
mendiskusikannya. Dia pun belum lulus dari kuliahnya, tapi kenapa menunggu
lulus bukankah nafkah dariku. Aku sudah bekerja. Walau gaji sedikit, insya
Allah Dia akan membukakan rizki. Bukankah Allah yang membuka rizki orang-orang
yang menikah untuk menjaga kehormatannya?
Sebulan belum berlalu, masih seminggu dan dia mengatakan, “Akh, ana punya
ide. Gimana kalau anta carikan ikhwan yang siap nikah buat Mbak?” Kakaknya,
sudah berumur 30 tahun belum menikah. Kuliah di Fakultas Kedokteran dan
mengejar karir pendidikannya. Alasan yang cukup serius, aku pun berdiskusi
dengan ayahku. “Insya Allah kamu bisa menikah dengannya, tetapi cukup lama
sampai kakaknya nikah.” “Insya Allah aku akan bantu carikan Pak.” Ujarku
mantab.
Aku pun berusaha mencarikan jodoh untuk kakaknya. Kerjasama antara aku dan
Si Wanita itu pun cukup baik. Tetapi, beberapa orang saja yang ditolak oleh
kakaknya, banyak! Masya Allah, laa quwwata ila billah. Sampai suatu
waktu aku pun memintanya untuk kedua kalinya untuk menikah, dia pun menyatakan,
“Afwan, tidak akh.” Aku pun menyampaikan beberapa alasan, untuk tetap
mencarikannya tetapi tetap adalah penolakan. Apakah benar karena kakaknya?
Aku pun bertekad untuk langsung menemui orang tuanya. Aku anggap orang
tuanyalah yang menghambatnya untuk menikah. “Ya Allah, aku hanya ingin menikah.
Bukankah menikah itu sesuai dengan syariatMu? Bukankah menikah itu adalah
sunnah RasulMu, dan hatiku telah terfitnah oleh Si Wanita itu. Dengan AsmaMu ya
Allah, aku menuju kepada orang tuanya.” Akhirnya, aku pun mendatangi orang
tuanya disertai oleh sahabatku dan juga orang yang sudah kuanggap saudari serta
seorang putranya yang masih kecil.
Alhamdulillah, orang tuanya menyambut kami dengan baik. Orang tuanya pun
juga sudah menerima kami. Hanya orang tuanya mengatakan, “Itu terserah puteri
kami bagamana keputusannya. Kalau puteri kami menerima, kami siap untuk
menyelenggarakan akadnya.” Berbunga rasanya dengan penerimaan ini, padahal
tadinya dag-dig-dug di hati ini. “Ya Allah, segala puji hanya milikmu.” Akankah
fitnah ini berakhir?
Aku pun melakukan perjalanan kembali ke kotaku. Tiba-tiba HP ku berdering,
SMS, “Akh, bagaimanapun penolakan ana bukan karena orang tua ana. Lebih baik
proses ini tidak perlu dilanjutkan. Syukron.” Innalillahi wa innailaihi roji’un,
musibah setelah nikmat. Padahal saat itu aku sedang mengemudikan mobil. Mobil
pun kupacu dengan kencang, aku berencana menuju kos dimana dia tinggal. Jaraknya
masih 250 KM lagi. Kecepatan GILA yang pernah aku kemudikan, penumpangnya pun
sampai muntah-muntah. “Wudhu ya akhi, wudhu ya akhi!” Teriak sorang ibu yang
sudah aku jadikan sahabat. Putranya dan sahabatku juga tampak ketakutan, sadar
akan hal itu bahwa marah adalah dari setan aku pun menepi ke masjid. Aku ambil
wudhu, Alhamdulillah segarnya. Akhirnya, aku pun sampai pada kecepatan
normal walau hati tampak galau.
Setelah sampai di kosannya dan menemuinya. Si Wanita itu tetap berkata, “Afwan,
tidak ya akhi. Ada yang ana sukai” “Apakah antum sudah dilamar, ataukah sudah
mengenalnya?” “Belum Akh, dia belum melamar dan dia belum tahu hati ana.” “Baik
Ukh, antum memilih ayam di seberang lautan daripada telor di depan mata antum. Maka,
rasakanlah apabila Allah tidak memberikan apapun pada antum. Dan ana sudah
menyaksikan betapa stress orang yang seperti itu, ana tidak bertanggung jawab!”
Marah, campur kecewa, campur baur dengan malu dan sebagainya. FITNAH, ujian
yang sangat besar FITNAH WANITA, ya Allah Ya Robbul ‘alamin. Astaghfirullah. Semoga
Allah membalasnya dengan balasan yang dahsyat.
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana[12]
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana, inilah doa yang pantas aku
panjatkan kepada Allah untuknya. Bukan masalah penerimaan atau penolakannya,
tetapi yang menjadi masalah adalah FITNAH yang telah dia sebarkan untuk kami.
Tahukah kamu hai Wanita, bahwa doa yang tidak ada hijab terdapat pada 3
golongan: (1) Pemimpin yang adil; (2) Orang tua kepada anaknya; dan (3) orang
terdzalimi. Khusus untuk orang terdzalimi, Allah tidak pandang bulu. Apakah dia
Mumin, Munafik ataukah Kafir dari kalangan Yahudi, Nasrani, atau Majusi dan
yang lainnya. Bukankah kalau sudah terdzalimi orang itu berada di puncak
kelemahan lalu mereka mengEsakanNya? Tidakkah kau lihat Surah Yunus: 22[13]? Allah
memang tak menerima doa mereka tatkala mereka menyekutukanNya, tetapi tatkala
mereka menyatukan hatinya karena ftrah yang muncul setelah terdesak, maka
hati-hatilah Allah Maha Mengetahui dan Mengabulkan doa.
Itu orang kafir hai wanita, bilamana itu orang yang mengangkat tangannya
pada Allah saja? Bangun pada 1/3 malam terakhirNya dan bermunajat untuk curhat
tentang kedzalimanmu? DZALIM? yah, bukankah menyebarkan fitnah adalah suatu
dosa yang mengandung kedzaliman. Kau telah menyebarkan fitnah besar terhadap
hati seorang lelaki. Dan dia, dan dia berupaya untuk menikahimu untuk menjaga
kehormatannya dan kehormatanmu. Menyucikan hatinya dan hatimu, kini kau tolak
dia dengan alasan harta dunia. Bukankah fitnah terbesar yang paling ditakutkan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah fitnah/cobaan terhadap
wanita. Dan dia ingin menikahimu untuk menyucikanmu, tetapi. Enyahlah sekarang,
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Ya Allah, kalau memang sekiranya dia adalah orang yang menolak laki-laki
itu karena alasan dunia. Maka dekatkanlah dia kepada dunia sedekat-dekatnya, hingga
dia tidak sadar karena mabuk akan dunia. Jadikan fitnah adalah pisau untuknya,
sebagaimana dia menghujamkan pisau fitnah kepada hati para lelaki yang
ditemuinya. Dan tiada seorang mukminah yang lebih kami benci, daripadanya.
Mukminah, yah kami katakan mukminah karena saat ini dia sedang menjaga
hijabnya, sedang pula mengaji pada beberapa ustad. Tetapi di samping itu, dia
tidak sadar bahwa dia mengejar impian-impian dunia, dengan mengorbankan dirinya
dan kehormatannya dia mengejar impian dunianya. Ya Allah, kalau memang dia
menolak laki-laki itu karena urusan dunia, maka dekatkanlah dunia padanya
hingga dia tidak menyadarinya karena mabuk dunia.
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Allahummaj’al sa’rona ‘alaman tholamana
Memang dia adalah
sebongkah berlian, tapi entah unsur apa yang dapat menyebabkannya berkarat.
Karat yang fatal yang dapat menghancurkannya, entahlah ada apa gerangan. Hanya
Allah Yang Maha Tahu. Alhamdulillah, hamdan katsiro mubarokan fih.
Malang, 27 Shafar
1434 / 9 Januari 2012
@nd
[1]
Al-An’am: 32
[2] HR.
Ahmad
[3]
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu:
harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat
beragama, engkau akan berbahagia." (H.R Bukhari & Muslim).
[4]
Al-Qur’an, Surah Ali-Imran: 18
[5]
musyaarah
[6]
Campur baur antara laki-laki dan wanita
[7] H.R Bukhari & Muslim.
[8]
Wanita mukminah, yang menjaga hijabnya. Julukan ini hanyalah ada di Indonesia.
Padahal makna sebenarnya dari Bahasa Arab yang artinya, ‘saudara perempuan.’
[9]
Panggilan untuk seorang wanita mukminah di Indonesia
[10]
Kata-kata Antum adalah untuk penghormatan kepadanya. Bahasa Arab yang
asli adalah ‘anti’ untuk panggilan tunggal wanita, akan tetapi karena sebuah
penghormatan dijamakkan yaitu ‘antum’
[11]
Semoga Allah memberikan keberkahan.
[12]
Ya Allah, balaslah orang yang telah mendzalimiku
[13]
Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di
lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera
itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan
mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang
dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung
(bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan
kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau
menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang
yang bersyukur".
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
1 komentar:
Allaummaj'al sa'rona 'ala man tholamana :)
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah