TAFSIR SURAT AR-RAHMAN AYAT 29 & 30
(TIADA YANG LEBIH SIBUK DARI-NYA)
Rangkuman Kajian Ba’d Maghrib di Masjid
Abu Dzar Al-Ghifari
Hari Rabu, Tertanggal 8 Rabi’uts Tsaniyah
1433 / 21 Maret 2012
oleh: Ust. Abdullah Shaleh al-Hadhromi
A. Mukadimah
Kajian tafsir Al-Qur’an merupakan suatu kajian yang
sangat penting untuk kita pelajari. Tiada ulama yang berselisih pendapat
tentang hal ini, ulama manapun itu. Mengkaji Al-Qur’an melingkupi seluruhnya,
baik cara membaca yang benar (dengan memahami tahsin, tahfidz/perbaikan hafalan
Al-Qur’an dan hafalan Al-Qur’an itu sendiri), lalu bahasa dalam
Al-Qur’an/tatanannya sebagaimana nahwu dan shorofnya. Serta tidak kalah
pentingnya adalah kajian tafsir ini sendiri.
Hukum mempelajari tafsir itu sendiri adalah wajib yang
dimana setiap orang harus berusaha mempelajari tafsir Al-Qur’an. Karena inilah
sesuai dengan tujuan Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an, yaitu untuk
ditadzabburi/dipelajari makna dan semua terkait apa yang terkandung di
dalamnya. Kalau buku umum saja perlu penjelasan, apalagi Firman Allah Ta’ala.
Tafsir Al-Qur’an yang diperintahkan untuk dikaji dan
dipelajari adalah metode penafsiran dari para Ulama Shalih terdahulu (yaitu
Para Sahabat Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam, Tabi’in
dan Tabi’ut tabi’in rahimahumullahu ajma’in, serta para ulama yang
mengikuti manhaj mereka). Hal ini sangat perlu dilakukan dan selektif memilih
buku tafsir (paling kredibel adalah Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir As-Sa’di, dan
Tafsir Ath-Thabari), karena banyak orang dapat menyatakan sesuatu tentang Al-Qur’an
dan ayat-ayatnya sesuai lisan-lisan mereka akan tetapi hanya orang-orang yang
berilmu saja yang menafsirkan sesuai dengan maksud Allah Ta’ala. Ada
orang-orang yang menafsirkan dengan benar, ada pula menafsirkan dengan
menyimpang maka itulah Al-Qur’an termasuk salah satu ujian dari Allah Ta’ala.
B. Ayat 29
Allah Ta’ala berfirman, (artinya) “Semua yang
ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam
kesibukan. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah
yang kamu dustakan?”
Dalam Tafsir Al-Muyassar diterbitkan oleh Musama’ Malik
Fahd (percetakan Al-Qur’an dari Madinah) yang dikerjakan oleh para ulama pakar
tafsir dengan dikepalai oleh Dr. Abdullah ibn Abdul Muhsin At-Thursiy yang menyatakan,
“Siapa saja yang ada di langit dan bumi semua minta kepada Allah tentang
hajat-hajat mereka, tidada yang cukup dari Allah Ta’ala. Setiap hari
Allah Ta’ala selalu dalam kesibukan, yaitu memuliakan, menghinakan,
memberi dan juga menahannya.”
Imam Ath-Thabari (Muhammad ibn Jarier Abu Ja’far
Ath-Thabariy rahimahullah Ta’ala) menyatakan (w 310H), “Meminta keapda
Allah siapa saja yang ada di langit dan bumi adalah, semua yang ada di langit
dan bumi mulai Malaikat, Manusia, Jin dan apa yang ada di antaranya semua
memintanya adalah kepada Allah Ta’ala. Tiada satu pun dari mereka yang
merasa cukup dari Tuhan, dan Tuhan kita adalah Allah Ta’ala.” Kemudian
beliau (Ath-Thabari) menukil pernyataan para ulama-ulama shalih terdahulu (Salaf
Ash-Shalih) di antaranya beliau menyebutkan suatu riwayat dengan persanadan
panjang hingga Qothadah, yaitu pakar tafsir dari kalangan Tabi’in rahimahullah
Ta’ala, “Semua penduduk langit dan penduduk bumi, tiada satupun yang merasa
cukup dari Allah dan tiada sauatu pun yang tidak membutuhkanNya. Hal ini karena
Ia Ta’ala menghidupkan orang yang hidup, mematikan orang yang (saatnya)
mati, dan Allah pula yang mentarbiyah (mendidik dan membina) anak kecil
hingga besar (dengan kekuasaan dan ketetapanNya), dan Allah-lah yang
merendahkan orang-orang besar, tempat permintaan hajat orang-orang shalih,
puncak pengaduan orang-orang shalih, dan Ia adalah puncak teriakan orang-orang
yang baik.” Karena Allah Maha Kuat, maka kita bergantung padaNya agar kita pun
menjadi kuat.
Beliau (Ath-Thabari) menukil tafsir dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu (sahabat pakar tafsir dan keponakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassallam, “Semua yang di langit dan bumi meminta rizki kepada Allah Ta’ala
dan tiap hari Allah dalam kesibukan seperti itu.” Imam Ath-Thabari sendiri
menyatakan, “Dia setiap hari selalu dalam kesibukan mengurusi makhlukNya. Menghilangkan
kegalauan orang yang galau, mengangkat derajad suatu kaum, dan merendahkan kaum
yang lainnya serta lain-lain dari pada itu urusan makhlukNya.”
Dari Hubaid ibn Umair rahimahullah Ta’ala (dalam
Ath-Thabari), “Setiap hari Allah dalam kesibukan, yaitu mengabulkan doa orang
yang berdoa, memberikan orang yang meminta, membebaskan tawanan dan
menyembuhkan orang yang sakit.” Hal ini berdasarkan empat tahapan penulisan
takdir (aqidah ahlussunnah wal jama’ah), yaitu: Takdir Azzali (50 ribu
tahun sebelum langit dan bumi diciptakan), Takdir ‘Umri (yaitu semumur sekali
ketika janin di perut ibu dalam 120 hari), Takdir Auli (yaitu setahun sekali
tatkala manusia hidup, pada waktu Laila al-Qadar), Takdir Yaumi (yaitu
takdir harian).
Mujahid rahimahullah Ta’ala mengatakan (artinya),
“Setiap hari Allah mengabulkan orang yang berdoa, menghilangkan kegalauan orang
yang galau dan mengabulkan doa orang yang tarjepit keadaannya.” Saat orang yang
benar-benar putus asa kepada makhluk, mereka berdoa dengan ikhlas kepada Allah
dan Allah pun mengabulkannya walau ia orang kafir sebagiamana dinyatakan Allah Ta’ala
dalam surat Al-Ankabut: 65, “Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa
kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah).”
Ath-Thabari membawakan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu tentang Lauh al-Mahfudz yang Allah menciptakannya dari Permata
berwarna putih, sampulnya dari Yakut berwarna merah, pena untuk menulis adalah
Cahaya begitupula tulisannya. Besarnya sebesar antara Langit dan Bumi. Setiap
hari Allah Ta’ala melihat Lauh al-Mahfudz sebanyak 360 kali. Setiap kali
Ia memandang kepadanya, Allah Ta’ala menciptakan satu ciptaan yaitu
menghidupkan dan mematikan; memuliakan dan merendahkan dan Ia melakukan apa
yang Ia kehendaki.
C. Ayat 30
Allah berfirman (yang artinya), “Maka nikmat Rabb-mu
yang manakah yang kamu dustakan?”
Ath-Thabari menyatakan, “(maksud) Allah berfirman, ‘Maka
nikmat Tuhan yang manakah Hai Manusia dan Jin yang kamu dustakan? Tuhan yang
telah memberikan nikmat kepadamu dan mengaturmu demi maslahat kalian?’”
Al-Hafidz Ibn Katsir rahimahullah Ta’ala menyatakan,
“Ini adalah pemberitahuan dari Allah bahwa Allah Ta’ala cukup dan Maha
Kaya dari yang lainnya, justru semua makhluk yang butuh kepadaNya setiap saat.
Bahwa setiap makhluk juga meminta kepadanya, walau mulut tidak meminta akan
tetapi hatinya terus condong dan meminta padaNya.”
Syaikh Abdurrahman ibn Nasir as-Sa’di rahimahullah
Ta’ala dalam Tafsirnya Aisirul Karimi ar-Rahman fi Tafsiri Kalami al-Mannaan
(Tafsir As-Sa’di) menyatakan, “Allah Ta’ala itu Maha Kaya dari semua
makhlukNya dan Maha Luas kedermawananNya dan kelapanganNya. Semua makhluk
membutuhkanNya, semua meminta hajat mereka kepadaNya baik lisan maupun
perbuatan. Tiada satupun makhluk yang merasa cukup dari Allah Ta’ala
sekejap mata pun bahkan kurang dari itu. Dan Dia Ta’ala setiap hari
dalam kehidupan, menjadikan orang fakir itu kaya.” Pada hakekatnya orang kaya
adalah orang yang dapat menundukkan hartanya untuk kemaslahatan ummat, dan
sebaliknya orang miskin adalah orang yang ditundukkan hartanya hingga dia
takluk saat menghadapi hari kematian.
As-Sa’di menyatakan kembali, “Allah Ta’ala
menyatukan segala yang tercerai berai, ada kalanya Allah memberi pada suatu
kaum dan yang lainnya tidak diberi sesuai kemaslahatannya, Dia-lah yang
menghidupkan dan mematikan, dia yang menjatuhkan dan mengangkat. Satu kesibukan
tidak menyibukanNya dari kesibukan yang lain (tidak kerepotan), banyaknya
permintaan tidak membuat Ia Ta’ala keliru dalam memberikan permintaan
mereka. Allah Ta’ala tidak pernah marah bila ada makhluk yang meminta
dengan sangat (ngotot memintanya). Maka, Maha Suci Al-Karim (Maha Lapang),
Al-Wahaab (Maha Memberi) yang pemberianNya itu umum menimpa kepada semua
penduduk Langit dan Bumi. Begitupula orang kafir yang durhaka kepada Allah Ta’ala.
Demikian pula kelembutanNya kepada setiap makhluk setiap saat. Maha Suci Allah
Yang Tidak Menghalangi pemberianNya karena kemaksiatan orang yang bermaksiat. Begitupula
orang-orang miskin yang sombong yang tak pernah meminta kepada Allah, tidak
kenal Allah dan kemurahanNya namun Allah Ta’ala tetap memberi mereka
rizki dan kebaikan. Kesibukan yang dikabarkan Allah Ta’ala ini adalah
takdirNya yang dikehendakiNya sejak zaman ‘Azzali hingga zaman setelah Kiamat
nanti. Maka nikmat manakah yang kalian dustakan Hai manusia dan Jin?”
Dari Tahfir Al-Bitho’I (Dari Bitho’I rahimahullah
Ta’ala), “Setiap hari Allah Ta’ala dalam kesibukan dan hal ini
merupakan bantahan terhadap Yahudi (semoga Allah melaknati mereka) yang
menyatakan tentang ayat, “Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan
bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun
tidak ditimpa keletihan.” (Qaf: 38) (tentunya Surat ini juga tertera dalam
Taurat dan Injil, karena Yahudi menyatakan hal ini sebelum Al-Qur’an
diturunkan, maka tatkala Al-Qur’an turun Allah pun menerangkan melalui Ummat
Muhammad Shalallu ‘alaihi wasallam), yaitu Bahwa Allah menciptakan
langit dan bumi serta antara keduanya selama 6 (enam) hari yang dimulai hari
Ahad hingga Jum’at dan hari Sabtu Allah letih lalu beristirahat (Lihat Kitab
Bibble perjanjian Lama pasal 1 ayat 1), maka hari Sabtu dijadikan hari raya
oleh orang Yahudi. Maka, Allah menyesatkan mereka dengan mengabulkan permintaan
mereka untuk meliburkan mereka pada hari itu, dan menyesatkan Nasrani untuk
menjadikan hari raya bagi mereka. Dan, memberi petunjuk kepada Umat Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam menjadikan hari Jum’at sebagai hari raya kita.” Allahu
a’lam bish shawwab.
@nd
Untuk mendengarkan rekaman langsung dari Ust. Abdullah Shalih al-Hadhrami,
silahkan klik
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah