KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Selasa, 08 Mei 2012

GURITA RIBA YANG MEMATIKAN

GURITA RIBA YANG MEMATIKAN
(KISAH PELURU YANG MENEMBUS DADA SEORANG NARAPIDANA)


Bismillahirrahmanirrahim. Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Dialah yang telah meninggikan langit dan menegakkan neraca keadilan dan memerintahkan khalifah bumi (manusia) untuk tidak melampaui batas tentang neraca itu.

Shalwat serta salam semoga tetap tercurah kepada Utusan Allah, Muhammad ibn Abdillah Shalallahu ‘alaihi wasallam, kepada para keluarga, para sahabat dan ummat Beliau yang setia mengikuti ajaran yang beliau sampaikan hingga akhir zamman. Amma ba’d.

Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 275).

Riba, dalam Bahasa Arab berasal dari kata Ar-Riba’ yang berarti tambahan. Apabila merujuk pada makna terminologi (istilah) ilmu fikih, riba bermakna tambahan khusus yang dimiliki salah satu dari dua pihak yang terlibat tanpa ada imbalan tertentu (Shalah & Abdullah, 2008: 339)[1]. Sehingga apabila disangkut pautkan dengan permasalahan hutang piutang, maka tambahan itu berupa tambahan uang yang harus dibayarkan oleh debitur (peminjam) kepada kreditur (yang memberikan pinjaman) atas pinjamannya dengan akad yang sudah ditentukan tambahannya itu tanpa merujuk apakah debitur ikhlas ataukah tidak dalam memberikan tambahan tersebut.

Riba diharamkan di dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” (Ali-Imran: 276). Allah Ta’ala menyandingkan riba dengan sedekah dalam ayat ini, karena pada asalnya riba merupakan bentuk kedzaliman terhadap proses transaksi hutang piutang, dan hutang piutang itu sendiri pada dasarnya adalah sebuah pertolongan yang diberikan orang yang mampu dalam finansial kepada yang membutuhkan pada saat itu dan akan dikembalikan bila yang meminjam sudah diberikan kemampuan. Maka, di sini ada unsur pelarangan kesempatan mencari untung di atas penderitaan saudaranya. Itulah indahnya syariat Islam.

Riba merupakan suatu hal yang berat hukumannya serta sangat dibenci oleh Allah Ta’ala, begitu juga RasulNya Shalallahu ‘alaihi wasallam serta orang-orang yang mukmin. Riba dalam hutang piutang merupakan tindakan yang “Mengajak Berperang dengan Allah Ta’ala dan RasulNya” maka tiada satu pun makhluk yang menang melawan Allah Ta’ala. Hal ini ditegaskan Allah Ta’ala (artinya), “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (Al-Baqarah: 279). Kehinaan dan dosa dalam riba begitu besar dari dosa besar lainnya (kecuali syirik dan yang menyertainya itu lebih besar lagi dosanya). Dari Abdullah Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Riba itu mempunyai 73 pintu, yang paling ringan ialah seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri” (Hadist Riwayat Ibnu Majjah dan Al-Hakim dengan sanad sahih).    

Sebagaimana yang telah difirmankan Allah Ta’ala dalam Surat Al-Baqarah: 275 (telah dicantumkan di atas), riba memiliki dampak yang besar atas kesadaran manusia yang melakukannya. Baik yang memberikan pinjaman, yang meminjam bahkan saksi kesemuanya sama dosanya dan sama dampaknya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang mengambil riba, yang menjalani riba dan kedua orang saksi mereka. Beliau bersabda: "Mereka semua sama (berdosanya)". (HR. Ahmad).

Telah jelas ayat-ayat Qhauliyyah (dalil dari Nash Al-Qur’an dan Sunnah) yang disampaikan Allah Ta’ala melalui RasulNya serta hadits-hadits yang menerangkan bahaya riba. Dan yang paling hebat adalah, ternyata ayat-ayat Khauniyyah (ayat-ayat kejadian) juga menerangkan bahaya riba dan mendukung firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila...” (Al-Baqarah: 275). Hal ini penulis sendiri yang melihat data-data autentik dan mengambil sumber yang dekat dengan pelaku yang telah meninggal dunia. Maka, marilah kita simak kisahnya.

KISAH PEMBUNUHAN YANG MEMILUKAN
Berawal dari niatan saya yang mengambil penelitian di Lapas Wanita II A Kota Malang. Setelah melakukan observasi dan berdiskusi dengan petugas (sipir) lapas, maka didapatkan keterangan bahwa di Lapas itu dahulu dihuni oleh pembunuh yang sempat menggegerkan warga Surabaya pada tahun 1996. Kemudian juga sempat menggegerkan Warga Negara Republik Indonesia pada tahun 2005 tatkala pelaku telah akan dihukum mati dan menimbulkan kontroversial luar biasa yang saya sendiri sedikit/banyak faham bagaimana media menyorotnya terus menerus saat itu. Pembunuh berencana tersebut adalah Ast (41 tahun, saat melakukan kejadian perkara).

Saya juga mendapat kabar bahwa pembunuhan itu tersangkut hutang dengan beberapa orang yang dibunuhnya. Akan tetapi belum mendapat jawaban lengkap sebab media tatkala itu hanya sepotong-sepotong dalam mengungkap berita. Hal yang saya pertanyakan, apakah kasus  yang menyebabkan Ast melakukan pembunuhan adalah memang hutang yang murni sesuai syari’at ataukah terdapat bunga yang memberatkan pelaku. Akan tetapi saya menduga adanya indikasi bunga yang dibebankan di dalam hutang Ast terhadap korban. Saya tertarik dengan kasus ini, dan saya ingin sekali mendalaminya. Terlebih kini saya berhadapan langsung dengan tempat dimana Ast pernah tinggal, dan data-data autentik tentang kronologis Ast berserta dokumen/salinan dokumen asli dari fihak Kehakiman mulai Negeri hingga Kasasi sampai surat penolakan grasi oleh Presiden RI.

Alhamdulillah, hamdan katsiro mubarokan fih. Saya diperbolehkan untuk mengambil data-data yang ada dalam arsip dengan syarat tidak boleh dibawa pulang, tidak difotocopy dan tidak difoto kamera walau boleh dicatat dengan tulisan tangan di notes kecil yang saya bawa. Saya pun disodorkan dokumen yang cukup tebal berisi tentang surat-surat keputusan hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga tingkat kasasi. Surat pengajuan grasi, surat permintaan kesempatan taubat dari pelaku hingga surat penolakan grasi oleh Presiden Republik Indonesia. Bayangkan, kejadian yang sempat heboh di tahun 1995 kemudian menghebohkan di tahun 2005 karena grasi ditolak presiden dan hukuman mati pun telah dilaksanakan, saat ini dokumen-dokumen itu ada di hadapan saya, lengkap! (hanya yang saya salin adalah apa yang perlu untuk dokumentasi penelitian).  

Sipir pun menanyakan, “Kenapa sampeyan mengambil data kasus orang yang sudah mati. Bukankah dia sudah tidak bisa diwawancarai?” Saya katakan, “Karena yang mati bisa memberikan pelajaran bagi yang hidup dan semua ada rentetan kasusnya. Dan dengan bukti autentik ini adalah lebih dari cukup daripada wawancara.” Mungkin ada pertanyaan, apakah tidak membuka aib orang yang sudah mati, padahal kita dilarang membuka aib orang yang sudah mati. Jawabannya adalah Firman Allah Ta’ala (artinya), “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya)” (An-Naazi’aat: 25). Akan tetapi tetap saya rahasiakan apa yang tidak penting dalam penulisan artikel ini, sedangkan yang ditekankan dalam artikel ini adalah “BAHAYA RIBA”. Atas dasar inilah maka saya akan menuliskan kronologis sebab pembunuhan dan bukan kronologis pembunuhannya, walaupun saya membaca dan mencatatnya secara lengkap dalam draft Kronologis Verbal yang dimiliki Lapas Wanita II A Kota Malang.

Berdasarkan surat keputusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 402/K/Pid/1997   Ast rahimahullah (41) seorang janda penjual kue, yang telah melakukan pembunuhan berencana telah divonis melakukan pembunuhan berencana dan dihukum mati dengan kronologis sebagai berikut:
1 (a) Sebelum Bulan Agustus 1992, terdakwa (status saat itu) sering meminjam uang kepada Rhy alias Skr. Setelah itu, korban sering datang ke tempat tinggal terdakwa untuk menagih hutangnya; (b) Pada saat terakhir Rhy alias Skr datang untuk menagih hutang, kepada terdakwa diberitahukan bahwa hutang terdakwa beserta bunganya ± Rp. 1.200.000,00. Dengan besarnya hutang itu terdakwa merasa kaget dan tidak akan mampu membayar serta merasa sakit hati karena menurut perasaan terdakwa hutangnya tidak sebesar yang diberitahukan Rhy alias Skr, karena terdakwa sudah merasa sering membayar cicilan hutangnya; (c) Dengan kondisi demikian, pada waktu itu terdakwa mempunyai rencana untuk membunuh/menghilangkan nyawa Rhy alias Skr. Maka terjadilah apa yang terjadi.
(nB: Selanjutnya adalah kronologis pembunuhan yang saya tidak cantumkan dalam artikel ini. red)

2. (a) Beberapa waktu sebelum Bulan November 1993 (dengan kepastian waktu tidak dapat diingat lagi), terdakwa meminjam uang kepada Tk; (b) Selanjutnya korban sering datang ke tempat tinggal terdakwa untuk menagih hutang-hutang itu; (c) Pada waktu korban datang dan menagih hutang kepada terdakwa, korban memberitahukan kepada terdakwa bahwa hutang beserta bunganya sebesar Rp. 225.000,00 dan baru dibayar Rp. 25.000,00; (d) Selanjutnya setiap minggu korban datang kepada terdakwa untuk menagih hutang kepada terdakwa; (e) Bulan September 1993, terdakwa diberitahu oleh korban bahwa hutangnya saat itu telah sebesar Rp. 300.000,00; (f) Pada tanggal 31 Oktober 1993 sekira jam 19:00 korban datang lagi menagih kepada terdakwa dan oleh terdakwa diminta datang besok, karena malam itu terdakwa tidak memiliki uang; (g) 1 November 1993, sekira jam 14:00 WIB korban datang ke tempat tinggal terdakwa dan dalam kondisi terdakwa tidak bisa membayar hutangnya. Terdakwa ditagih korban dan mendapat kata-kata pedas dari korban hingga terdakwa sakit hati serta langsung memiliki rencana untuk membunuh korban. Kemudian terjadilah apa yang telah terjadi.

3. (a) Bulan Desember 1995, terdakwa meminjam uang tunai Rp. 20.000,00 dan membeli sprei yang akan dibayar selama 10 bulan seharga Rp 70.000,00 kepada Pja. Tiap bulannya terdakwa harus membayar Rp 7.000,00 kepada korban; (b) Korban tiap kali datang ke rumah terdakwa untuk menagih hutangnya, tapi terdakwa tidak bisa membayar hingga korban mengeluarkan kata-kata yang tidak enak didengar oleh terdakwa, antara lain dikatakan “wong kere (orang tak punya)”, “kelebon balung kere (kemasukan tulang kemiskinan), “ora iso mbadhog” (tidak bisa makan, Bahasa Jawa paling kasar.red), “memasak saja tidak bisa apalagi membayar hutang.”; (c) Atas dasar itu terdakwa sakit hati dan ingin menghilangkan nyawa korban, dimana keinginan itu dipengaruhi oleh perbuatan terdakwa sewaktu menghilangkan nyawa Skr dan Tk. Selanjutnya terjadilah apa yang terjadi.

Tiga kejadian pembunuhan yang sangat tragis hingga menghantarkan pelaku ke dalam sebab mautnya. Keputusan hukuman mati bukan saja karena tiga pembunuhan berencana, akan tetapi pelaku juga memutlasi korbannya dan membuangnya di beberapa area. Apa yang dialami oleh Ast memang berakar dari kemiskinan dan banyak orang yang berpendapat demikian. Terlepas dari benar dan salahnya, akan tetapi ada penyebab yang lebih besar dari hal ini. Sebenarnya kasus ini penyebab utamanya adalah karena “TIDAK ADANYA EMPATI” dari orang kaya serta “HILANGNYA KEADILAN” yang ditopang oleh SYARIAT ISLAM.

Kaya dan miskin adalah sunatullah, permasalahannya adalah bagaimana menyikapi orang miskin dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Telah dijelaskan bahwa Ast yang sangat membutuhkan uang harus meminjam dengan bunga yang begitu besar kepada orang lain. Dengan kondisi yang tidak mampu itulah maka tatkala tagihan terus berlangsung Ast mendapatkan tekanan psikis dan merasa kehormatannya direndahkan. Selain itu karena lisan korban yang tidak bisa dijaga, maka terjadilah apa yang telah terjadi.

Khususnya Pja, yang telah menghujamkan kata-kata kepada orang miskin dengan Bahasa Jawa Super Kasar adalah merupakan tindakan kedzaliman yang terjadi di masyarakat. Bagaimanapun, pembunuhan dengan cara keji tidaklah dibenarkan dan bagaimanapun unsur kemiskinan tetaplah fitrah hingga akhir zamman. Akan tetapi, bagaimana yang masih hidup ini mengambil pelajaran dan tergerak untuk memahami ayat-ayat Allah yang ada. Inilah yang menjadi PR bagi kita.

Pernyataan tertulis dari Kronologis Verbal atas kejadian kasus Ast, didukung pula oleh pendapat sipir bernama Ibu Karsih. Beliau mengatakan, “Dahulu Ast mengatakan kepada saya, ‘kulo niku taksih poso Bu, ngoten dilokaken ora iso mbadhog ngono utang. Kelebon balung kere lan macem-macem. Trus wonten bodheng, njih langsung mawon kulo bacok (Saya ini masih dalam kondisi puasa Bu, sudah begitu saya dikata-katai ndak bisa makan kok utang, kemasukan tulang kemiskinan dan macam-macam. Lalu ada pisau, ya langsung saja saya bantai)’”

Di awal kisah saya saya menyebut “Ast rahimahullah, karena saya tahu persis bagaimana media menyorot Ast pada saat detik-detik hukuman mati dilaksanakan. Bukan hanya dari media, saya juga langsung bertemu Ibu Arkono yaitu seorang ustadzah yang cukup dekat dengan Ast. Hingga saat ini beliau masih memberikan bimbingan Keislaman kepada para narapidana Lapas II A Wanita Kota Malang. Menurut beliau, Ast adalah orang yang tempramen tinggi saat sebelum masuk dan beberapa saat setelah masuk LP akan tetapi berubah total saat beberapa tahun menghuni LP hingga grasi itu ditolak Presiden RI.

Setelah beberapa lama menghuni Lapas Wanita II A Kota Malang,  Ast adalah orang yang rajin sholat, puasa dan rajin berdzikir. Bahkan sebelum kematiannya sempat mengucapkan syahadat beberapa kali dan terus diulang-ulang. Dan saat peluru salah satu tim eksekutor menembus jantungnya, beliau sempat meneriakkan “ALLAHU AKBAR” hingga kepala tersungkur dan nyawa telah dicabut oleh Allah Ta’ala. Allahu a’lam bish shawwab.

Di sinilah letak salah satu kisah yang memilukan itu terjadi. Salah satu di antara beberapa narapidana yang mengalami kasus dengan berbagai ragamnya. Sebenarnya bila ditinjau ulang kasus Ast ini bukan karena masalah kemiskinan itu sendiri, karena banyak pula orang kaya yang hutang untuk membangun usahanya akan tetapi tetap tersangkut perkara pidana. Maka, bukan karena kemiskinan itu sendiri yang menyebabkan bencana akan tetapi “BUDAYA HUTANG PIUTANG RIBA YANG MENGGURITA”.

Sedikit pemaparan kasus yang saya temukan dan dampak dari RIBA sesuai dengan firman Allah, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila...” (Al-Baqarah: 275). Dan cocok sudah apa yang difirmankan Allah Ta’ala antara ayat-ayat Qauliyah dan KhauniyyahNya. Dan bagi orang-orang beriman tiada lain kecuali mengatakan, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah: 285).

Maka, adakah hati yang masih bersinar di akhir zamman yang penuh dengan jerat syaitan ini?
Maka adakah upaya walau sedikit saja untuk menegakkan keadilan dengan syariat Allah Ta’ala?
Maka apakah seorang Profesor pun enggan untuk memperjuangkan sebuah tulisan yang sangat urgen dengan alasan kasus psikologi yang dipaksakan ke dalam urusan perekonomian??
Sungguh, dunia hanyalah sementara dan tipuan. Akherat akan mendatangi kita semua sebentar lagi. Allahu a'lam.

Maka, tiada lain saya paparkan artikel ini bagi para pembaca yang sabar dalam membaca satu persatu kalimat dan memahaminya hingga saya berharap, semoga Anda mendapatkan cahaya dari Allah dan diberikan kekuatan untuk memusnahkan kebatilan di muka bumi ini. Allahu a’lam bish shawwab.

Malang, 28 Jumadal Ula 1433 (19 April 2012)
@nd.















[1] Shalah, A.S. dan Abdullah, A.M. 2008. Ma La Yasa’ at_Tajira Jahluhu. Abu, U.B. (penerjemah). Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Darul Haq.


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah