KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Minggu, 19 Februari 2012

MAKHLUK PELUPA

TAFSIR SURAT AR-RAHMAN AYAT 3
“DIA MENCIPTAKAN MANUSIA”
(JILID III: MAKHLUK PELUPA)

Rangkuman Kajian Ba’d Maghrib di Masjid Abu Dzar Al-Ghifari
Tertanggal 3 Shafar 1433 / 28 Desember 2011

Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Rahman serta Rahim. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad beserta para keluarga, para sahabat dan ummatnya yang tetap berada di dalam manhaj Beliau hingga akhir zaman. Amma ba’d.

A.      Istilah Insaan pada Sebutan Manusia
Dalam Surat Ar-Rahman: 3, Allah Ta’ala berfirman, “Kholaqol Insaan (Dia yang menciptakan manusia). Pertanyaannya, “Mengapa manusia disebut dalam Bahasa Arab Al-Insaan?” Maka ada beberapa pendapat yang merujuk pada hal tersebut, yaitu:
1. Karena manusia banyak nisyan (Arab), yaitu lupa. Sehingga manusia ini adalah pelupa. Hal ini merupakan pengambilan makna dari akar bahasa, sebagimana beberapa kata berikut. (a) Mengapa dikatakan Safar? karena ia yusfir (menampakkan, sehingga dia menampakkan jati dirinya); (b) Mengapa hati disebut Qolb? karena dia qolban (berbolak-balik); (c) kenapa dunia ini dinamakan dunya? karena dia danaa’ah (hina di mata Allah); (d) kenapa Syahiid? karena dia Li ‘annahu syahidan Darussalam (dia melihat/menyaksikan Syurga Darussalam).

2. Ibnu Abbas mengatakan, “Manusia dinamakan insaan, karena dia diberi nasehat dan wasiat serta peringatan, namun dia lupa. Maksud Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu adalah Adam ‘alaihissalam dan Hawa ‘alaihassalam. Hal ini diambil dari Surat Thaha: 115, Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” Wasiat ini diantaranya adalah, “Jangan memakan buah dari sebuah pohon yang dilarang, dan jangan kamu ikuti Iblis karena dia adalah musuh.” Karena kakek kita lupa, maka kita juga mendapatkan tabiat pelupa. Nabi Adam bersalah, maka anak-cucunya juga berbuat kesalahan. Maka ada pepatah yang mengatakan, Anak yang menyerupai ayahnya, maka jangan salahkan ayahnya, maka dalam pepatah jawa dinyatakan, “Siapa dahulu Bapaknya?

B.      Keutamaan Tiga Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah (Q.S Al-Baqarah: 284-286)
Sebagian ulama menyatakan dua ayat terakhir, akan tetapi mayoritas menyatakan tiga ayat terakhirlah yang memiliki keutamaan.

Marilah kita simak hadits Berikut ini:
1. Melalui jalan Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, beliau menyatakan, “Ketika Malaikat Jibril ‘alaihisallam duduk di samping Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba mereka mendengar suara yang sangat keras dari arah atas. Kemudian Malaikat Jibril mengangkat pandangannya ke atas dan berkata, ‘ini adalah pintu dari langit yang dibuka hari ini dan belum pernah dibuka sekalipun kecuali hari ini,’ lalu turun dari pintu itu Malaikat dan Jibril mengatakan, “ini adalah malaikat yang hari ini turun, dan belum pernah sekalipun ia turun ke bumi ini kecuali hari ini.” Lalu malaikat itu mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dan mendatangi Beliau serta berkata, “Kabar gembira dengan dua cahaya, dua cahaya itu diberikan padamu yang belum pernah diberikan seorang nabi pun sebelummu, yaitu: Surat Al-Faatihaah, yang kedua adalah ayat ini (Q.S Al-Baqarah: 284-286)” (H.R Sahih Muslim).

2. Dari Hadits Riayat At-Tirmidzi rahimahullah Ta’ala (disahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy rahimahullah Ta’ala) dari Sahabat Nu’man ibn Basyir radhiyallahu ‘anhu menyatakan baha, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menuliskan tulisan sebelum menciptakan langit dan bumi 2.000 tahun. Dimana dari tulisan itu yang turun adalah 2 ayat penutup dari Q.S Al-Baqarah. Dan tiadalah ayat itu dibacakan di rumah selama tiga malam, maka setan tidak mendekati rumah itu.”

3. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca dua ayat dari akhir Q.S Baqarah maka Allah akan mencukupinya.” (H.R Muttafaq ‘alaih). “Allah akan mencukupinya” ada yang menafsirkan malam itu ia dicukupkan dari semua yang ia tidak disukai. Ada pula yang menyatakan bahwa ia mencukupinya dari sholat malam (ia telah mengerjakan sholat malam).

4. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah Ta’ala dalam musnadnya. Beliau membawakan ucapan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Barang siapa yang membaca 10 ayat dari Surat Al-Baqarah dalam suatu malam, maka malam itu setan tidak masuk rumah yang dibacakan 10 ayat itu. Apa saja 10 ayat itu: (1) empat ayat permulaan surat Al-Baqarah (Alif Laam Miim tidak dihitung oleh beliau, sehingga bila ini dihitung berarti 5 ayat); (2) Ayat Kursi dan dua ayat setelahnya; dan (3) tiga ayat penutup Q.S Al-Baqarah.”
     (Dalam riwayat lain) beliau radhiyallahu ‘anhu menyatakan, “… Setan tidak mendekati dia dan keluarganya pada hari itu, dan tidak ada sesuatu yang tidak disukainya menimpanya, dan tiadalah dibacakan orang yang gila/pingsan melainkan ia akan sadar.”

C.      Hubungan Antara Q.S Ar-Rahman: 3 dengan Q.S Al-Baqarah: 284-286
Bahwa manusia ini selalu lupa dan salah, dan itu adalah kepastian. Maka dari itu, Allah memberikan kasih sayangnya kepada Ummat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam berupa doa yang mustajab untuk menghapus dosa-dosa, maka inilah tafsir singkatnya:
Q.S Al-Baqarah: 284
(artinya), “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al-Baqarah: 284)


Tafsir Singkat:
1. Allah Ta’ala berfirman, “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di Bumi”.
     Di sini menunjukkan Allah benar-benar pemilik, pengatur dan pemelihara langit berserta bumi dan segala apa yang ada di dalamnya, Allah pun tak pernah mengantuk dan tidur. Ia pun menyatakan hal ini dalam firmanNya di ayat yang lain, “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz.)" (Q.S Al-An’aam: 59). Maka hal yang ada di dalam hati kita baik yang kita tampakkan ataupun hati terdalam yang kita sembunyikan Allah pun tahu.

2.  Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
     Ini merupakan ayat yang berat dan penuh resiko. Maka dalam sebuah hadits melalui sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ketika turun ayat ini, para sahabat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam merasa berat. Mereka datang dan mereka mendatangi Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah kami diberi beban amalan (sholat, puasa, zakat, jihad) oleh Allah dan kami mampu. Tapi tatkala Allah menurunkan ayat ini (bahwa isi hati dihisab) kami merasa tidak mampu wahai Rasulullah.’ Lalu Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam menyatakan, “Apakah kalian akan mengucapkan seperti ucapannya ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dimana mereka menyatakan Shami’na waashoina (kami dengar dan kami langgar). Kamu menurut saja kepada Allah dan ucapkanlah, ‘Kami dengar dan kami taati, serta kami mohon ampunan kepadaMu dan hanya kepadaMu kami kembali.’ Lalu para sahabat pun menuruti Beliau seraya mengatakan apa yang Beliau perintah.” (H.R Muslim). Kemudian turunlah ayat berikutnya.


(artinya): “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

Tafsir Singkat:
1. Di Q.S Al-Baqarah Ayat 285 ini menggambarkan ketundukan dan ketaatan para sahabat dan katundukan mereka, akan tetapi mereka masih meminta ampun. Inilah keunggulan para Salaf ash shalih (orang-orang jaman dahulu yang shalih, yaitu para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Hal ini sebagai bentuk penggambaran ketaatan para sahabat Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alahi wasallam dan keutamaan para sahabatnya.

2. Allah Ta’ala berfirman, “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengimani wahyu yang diturunkan kepada Beliau. Begitupula orang-orang yang beriman, telah mengimani Al-Qur’an dan As-Sunnah.

3. Allah Ta’ala berfirman, “Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.” Ini merupakan perician iman, bahwa dikatakan beriman bila kita beriman kepada yang disebutkan pada ayat ini dengan konsekuensi keimanan. Maka devinisi iman dijabarkan menjadi dua pembagian besar: (1) menurut bahasa adalah percaya; dan (2) menurut syariat ada lima, yaitu: (a) diucapkan dengan lisan; (b) diyakini dengan hati; (c) mengamalkan dengan perbuatan; (d) bisa bertambah dengan ketaatan kepada Ar-Rahman; dan (e) bisa berkurang dengan ketaatan kepada setan.

4. Allah Ta’ala berfirman, “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya.” Utusan-utusan Allah adalah orang-orang yang kita iman kepada mereka semuanya sebagai pembawa risalah tauhid. Kita mengingkari satu rasul sama dengan mengingkari semua rasul, sebagaimana Allah berfirman, “Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al Hijr telah mendustakan rasul-rasul.” (Al-Hijr: 80). Mereka mendustakan satu rasul akan tetapi dinyatakan oleh Allah dengan kata jamak yang menyeluruh. Begitupula Yahudi dan Nasrani yang mengingkari kerasulan Muhammad ibn ‘Abdillah Shalallahu ‘alaihi wasallam berarti sama dengan mendustakan Nabi Musa dan Isa ‘alaihimusallam yang telah menyatakan bahwa akan ada nabi setelah mereka bernama Ahmad/Muhammad. Sehingga mereka telah menyimpang dari ajaran nabi mereka sendiri dan mendustakan seluruh rasul yang telah mengabarkan kabar gembira ini. Maka, tanah Palestina yang diklaim Yahudi (dan dahulu Nasrani) adalah tidak berhak bagi musuh-musuh Allah dan pembangkang para rasul.

5. Allah Ta’ala berfriman, “dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."
     Disinilah letak kelupaan manusia, bahwa manusia itulah yang selalu lupa dan penuh kekurangan. Maka ditekankan kepada kita untuk meminta ampunan kepada Allah atas apa yang kita lakukan dalam amalan kita bila ada kekurangan. Memohon ampunan bila telah berdosa dan berbuat kesalahan, dan hanya kepada Allah-lah semua urusan akan dikembalikan. Yaitu sebagaimana kesalahan-kesalahan kita diharpkan bisa diampuni oleh Allah tatkala hari persidangan pada Yaumil Akhir, karena hanya Dialah Yang Maha Pengampun. 

(artinya): “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

Tafsir Singkat:
1. Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
Ini merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya, yaitu Dia tidak menghisab apa yang dalam hati dan lintasan-lintasan buruknya. Ibnu Katsir rahimahullah Ta’ala mengatakan (artinya), “Allah memaafkan kita sebuah kata hati (yang belum diperbuat/diucapkan) dan Allah menulisnya dari yang telah mereka perbuat/ucapkan.
Islam ini pada dasarnya dalah mudah, lurus dan tidak berbelit. Islam menjadi repot dan ruwet karena adanya pendapat-pendapat yang berdasarkan akal dan logika semata, baik itu untuk memperjelas sesuatu hukum atau mengingkari sebagian ayat-ayat Allah (baik qauliyyah maupun Khauniyyah).

2. Allah Ta’ala berfirman, “Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
Ini merpakan sebuah bentuk penghapusan (nasakh) dari ayat sebelumnya (lihat Q.S Al-Baqarah: 284). Sekarang bukan hati lagi yang dihisab, akan tetapi amalan perbuatan. Allah berfirman “kasabat” orang yang berbuat buruk dinyatakan “iktasabat”.
Artinya “Kasabat” artinya sekedarnya saja, maka sekedar berbuat baik dia sudah mendapatkan kebaikan itu. Akan tetapi “iktasabat” adalah benar-benar melakukan (bersungguh-sungguh) dalam melakukan, artinya mereka dicatat keburukan bila benar-benar mengamalkan keburukan itu dan merencanakannya serta upaya yang kuat untuk melakukannya. Ini merupakan bentuk kemurahan Allah Ta’ala, sebagaimana haddits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi (Lihat Kitab Hadits Arba’in, disusun oleh Imam Nawawi). Apabila orang yang ‘berpikir’ untuk berbuat baik, Allah telah mencatatnya sebuah kebaikan dan Allah akan mencatat kebaikan yang sempurna bila melakukan kebaikan. Sebaliknya bila keburukan yang dilakukan, Allah hanya mencatat ‘satu’ keburukan dan bukan ‘keburukan yang sempurna’. Sungguh beruntung kita memiliki Allah Yang Maha Pengasih.

3.  Allah Ta’ala  berfirman, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” Allah tak akan menghukum manusia yang terlupa, sehingga ia bertaubat dan kembali kepada jalan Allah.

4. Allah Ta’ala berfirman, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.” Kita diberikan amalan-amalan yang ringan. Padahal umat-umat terdahulu apabila mereka berbuat dosa langsung dihukum oleh Allah. Dikisahkan Bani Israil, bila berbuat dosa di depan pintunya tertulis sebuah tanda. Umat terdahulu bila pakaiannya terkena najis, maka mensucikannya harus dibakar dan ghainmah perang langsung dilenyapkan oleh api yang dikirim Allah untuk melenyapkannya.

5. Allah Ta’ala berfirman, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.” Kita memohon kepada Allah untuk tidak diberikan ujian yang kita tidak sanggup memikulnya berupa musibah, ujian dan apapun. Maka dari itu orang yang menyerah dengan ujian kehidupan ini, berarti telah mengingkari ayat ini. Dan orang yang bunuh diri berarti ia telah mengingkari ayat ini dan kufur terhadapnya, maka nerakalah tempat kembalinya.

6 Allah Ta’ala berfirman, “Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." Maka dari ayat ini terdapat tiga kategori: (1) permintaan maaf; (2) permintaan ampunan; (3) permintaan rahmat. Dengan maaf dan ampunan berarti kita selamat dari semua keburukan, dan dengan rahmat kita mendapatkan semua kebaikan. Ibnu Katsir menyatakan, “Maafkan kami, artinya dosa antara kita dengan Allah. Ampunilah kami artinya dosa antara kita dengan sesama. Dan Rahmatilah kami adalah permohonan untuk diberikan kebaikan untuk kedepannya.” Para ulama berkata bahwa memang manusia membutuhkan ketiga permohonan ini, yaitu, “Agar Allah mengampuni dan menghapus dosa kita; agar Allah menutupi dosa kita; dan agar Allah memberikan kebaikan pada masa mendatang dan mencegah kita dari berbuat keburukan seperti itu lagi.”

Itulah ringkasan kajian yang dapat kami susun, semoga bermanfaat. Dan semoga kita ditetapkan Allah di atas keistikomahan dalam menapaki agamaNya. Serta menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk, pedoman serta cahaya dalam kehidupannya. Semoga kita hidup dalam keistiqomahan dan diwafatkan dalam keadaan Husnul Khotimah. Aamiin

@nd
Disusun di Malang
9 Shafar 1433 / 3 Januari 2012

Untuk mendownload rekaman kajian, silahkan download link:

Untuk mendownload file PDF dapat merujuk link
http://www.ziddu.com/download/18636665/Ayat3-jilidIII-MAKHLUKPELUPA.pdf.html
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah