TAFSIR SURAT AR-RAHMAN AYAT 3
“DIA MENCIPTAKAN MANUSIA”
(JILID III: MAKHLUK PELUPA)
Rangkuman Kajian Ba’d Maghrib di Masjid Abu Dzar Al-Ghifari
Tertanggal 3 Shafar 1433 / 28 Desember 2011
Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Rahman serta Rahim. Semoga
shalawat serta salam tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad beserta para
keluarga, para sahabat dan ummatnya yang tetap berada di dalam manhaj Beliau
hingga akhir zaman. Amma ba’d.
A. Istilah Insaan
pada Sebutan Manusia
Dalam Surat Ar-Rahman:
3, Allah Ta’ala berfirman, “Kholaqol Insaan (Dia yang menciptakan
manusia). Pertanyaannya, “Mengapa manusia disebut dalam Bahasa Arab Al-Insaan?” Maka ada beberapa
pendapat yang merujuk pada hal tersebut, yaitu:
1. Karena manusia banyak nisyan
(Arab), yaitu lupa. Sehingga manusia ini adalah pelupa. Hal ini merupakan
pengambilan makna dari akar bahasa, sebagimana beberapa kata berikut. (a)
Mengapa dikatakan Safar? karena ia yusfir (menampakkan, sehingga dia
menampakkan jati dirinya); (b) Mengapa hati disebut Qolb? karena dia qolban
(berbolak-balik); (c) kenapa dunia ini dinamakan dunya? karena dia danaa’ah
(hina di mata Allah); (d) kenapa Syahiid?
karena dia Li ‘annahu syahidan Darussalam
(dia melihat/menyaksikan Syurga Darussalam).
2. Ibnu Abbas mengatakan, “Manusia dinamakan insaan, karena dia diberi nasehat dan
wasiat serta peringatan, namun dia lupa. Maksud Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu adalah Adam ‘alaihissalam
dan Hawa ‘alaihassalam. Hal ini
diambil dari Surat Thaha: 115, Allah Ta’ala
berfirman (artinya), “Dan sesungguhnya
telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu),
dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” Wasiat ini diantaranya
adalah, “Jangan memakan buah dari sebuah pohon yang dilarang, dan jangan kamu
ikuti Iblis karena dia adalah musuh.” Karena kakek kita lupa, maka kita juga
mendapatkan tabiat pelupa. Nabi Adam bersalah, maka anak-cucunya juga berbuat
kesalahan. Maka ada pepatah yang mengatakan, Anak yang menyerupai ayahnya,
maka jangan salahkan ayahnya, maka dalam pepatah jawa dinyatakan, “Siapa
dahulu Bapaknya?”
B. Keutamaan Tiga
Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah (Q.S Al-Baqarah: 284-286)
Sebagian ulama
menyatakan dua ayat terakhir, akan tetapi mayoritas menyatakan tiga ayat
terakhirlah yang memiliki keutamaan.
Marilah kita simak
hadits Berikut ini:
1. Melalui jalan Sahabat Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma, beliau
menyatakan, “Ketika Malaikat Jibril ‘alaihisallam
duduk di samping Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wasallam, tiba-tiba mereka mendengar suara yang sangat keras dari
arah atas. Kemudian Malaikat Jibril mengangkat pandangannya ke atas dan
berkata, ‘ini adalah pintu dari langit
yang dibuka hari ini dan belum pernah dibuka sekalipun kecuali hari ini,’
lalu turun dari pintu itu Malaikat dan Jibril mengatakan, “ini adalah malaikat yang hari ini turun, dan belum pernah sekalipun ia
turun ke bumi ini kecuali hari ini.” Lalu malaikat itu mendatangi Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam
dan mendatangi Beliau serta berkata, “Kabar
gembira dengan dua cahaya, dua cahaya itu diberikan padamu yang belum pernah
diberikan seorang nabi pun sebelummu, yaitu: Surat Al-Faatihaah, yang kedua
adalah ayat ini (Q.S Al-Baqarah: 284-286)” (H.R Sahih Muslim).
2. Dari Hadits Riayat At-Tirmidzi rahimahullah Ta’ala (disahihkan oleh
Syaikh Al-Albaniy rahimahullah Ta’ala)
dari Sahabat Nu’man ibn Basyir radhiyallahu
‘anhu menyatakan baha, Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah menuliskan tulisan sebelum menciptakan langit dan bumi 2.000 tahun.
Dimana dari tulisan itu yang turun adalah 2 ayat penutup dari Q.S Al-Baqarah.
Dan tiadalah ayat itu dibacakan di rumah selama tiga malam, maka setan tidak
mendekati rumah itu.”
3. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca dua ayat dari akhir
Q.S Baqarah maka Allah akan mencukupinya.” (H.R Muttafaq ‘alaih). “Allah akan mencukupinya” ada yang
menafsirkan malam itu ia dicukupkan dari semua yang ia tidak disukai. Ada pula
yang menyatakan bahwa ia mencukupinya dari sholat malam (ia telah mengerjakan
sholat malam).
4. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah Ta’ala dalam musnadnya.
Beliau membawakan ucapan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Barang siapa yang membaca 10 ayat dari Surat
Al-Baqarah dalam suatu malam, maka malam itu setan tidak masuk rumah yang
dibacakan 10 ayat itu. Apa saja 10 ayat itu: (1) empat ayat permulaan surat
Al-Baqarah (Alif Laam Miim tidak dihitung oleh beliau, sehingga bila ini
dihitung berarti 5 ayat); (2) Ayat Kursi dan dua ayat setelahnya; dan (3) tiga
ayat penutup Q.S Al-Baqarah.”
(Dalam
riwayat lain) beliau radhiyallahu ‘anhu menyatakan,
“… Setan tidak mendekati dia dan keluarganya pada hari itu, dan tidak ada
sesuatu yang tidak disukainya menimpanya, dan tiadalah dibacakan orang yang
gila/pingsan melainkan ia akan sadar.”
C. Hubungan Antara Q.S
Ar-Rahman: 3 dengan Q.S Al-Baqarah: 284-286
Bahwa manusia ini
selalu lupa dan salah, dan itu adalah kepastian. Maka dari itu, Allah
memberikan kasih sayangnya kepada Ummat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam berupa doa yang mustajab untuk
menghapus dosa-dosa, maka inilah tafsir singkatnya:
Q.S Al-Baqarah: 284
(artinya), “Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya;
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al-Baqarah: 284)
Tafsir Singkat:
1. Allah Ta’ala berfirman, “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di
langit dan apa yang ada di Bumi”.
Di
sini menunjukkan Allah benar-benar pemilik, pengatur dan pemelihara langit
berserta bumi dan segala apa yang ada di dalamnya, Allah pun tak pernah
mengantuk dan tidur. Ia pun menyatakan hal ini dalam firmanNya di ayat yang
lain, “Dan pada sisi Allah-lah
kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun
pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir
biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz.)" (Q.S Al-An’aam:
59). Maka hal yang ada di dalam hati kita baik yang kita tampakkan ataupun hati
terdalam yang kita sembunyikan Allah pun tahu.
2. Allah
Ta’ala berfirman, “Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di
dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan
dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka
Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Ini
merupakan ayat yang berat dan penuh resiko. Maka dalam sebuah hadits melalui
sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata, “Ketika turun ayat ini, para sahabat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam merasa berat.
Mereka datang dan mereka mendatangi Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah kami
diberi beban amalan (sholat, puasa, zakat, jihad) oleh Allah dan kami mampu.
Tapi tatkala Allah menurunkan ayat ini (bahwa isi hati dihisab) kami merasa
tidak mampu wahai Rasulullah.’ Lalu Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam menyatakan, “Apakah kalian akan
mengucapkan seperti ucapannya ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dimana mereka
menyatakan Shami’na waashoina (kami
dengar dan kami langgar). Kamu menurut saja kepada Allah dan ucapkanlah, ‘Kami dengar
dan kami taati, serta kami mohon ampunan kepadaMu dan hanya kepadaMu kami
kembali.’ Lalu para sahabat pun menuruti Beliau seraya mengatakan apa yang
Beliau perintah.” (H.R Muslim). Kemudian turunlah ayat berikutnya.
(artinya): “Rasul telah
beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami
taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali."
Tafsir Singkat:
1. Di Q.S Al-Baqarah Ayat 285 ini
menggambarkan ketundukan dan ketaatan para sahabat dan katundukan mereka, akan
tetapi mereka masih meminta ampun. Inilah keunggulan para Salaf ash shalih (orang-orang jaman dahulu yang shalih, yaitu para
sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Hal ini sebagai bentuk
penggambaran ketaatan para sahabat Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alahi wasallam dan keutamaan para sahabatnya.
2. Allah Ta’ala berfirman, “Rasul
telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman.”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengimani wahyu yang diturunkan
kepada Beliau. Begitupula orang-orang yang beriman, telah mengimani Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
3. Allah Ta’ala berfirman, “Semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya.” Ini merupakan perician iman, bahwa dikatakan beriman bila
kita beriman kepada yang disebutkan pada ayat ini dengan konsekuensi keimanan. Maka
devinisi iman dijabarkan menjadi dua pembagian besar: (1) menurut bahasa adalah
percaya; dan (2) menurut syariat ada lima, yaitu: (a) diucapkan dengan lisan;
(b) diyakini dengan hati; (c) mengamalkan dengan perbuatan; (d) bisa bertambah
dengan ketaatan kepada Ar-Rahman; dan (e) bisa berkurang dengan ketaatan kepada
setan.
4. Allah Ta’ala berfirman, “Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya.”
Utusan-utusan Allah adalah orang-orang yang kita iman kepada mereka semuanya
sebagai pembawa risalah tauhid. Kita mengingkari satu rasul sama dengan
mengingkari semua rasul, sebagaimana Allah berfirman, “Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al Hijr telah mendustakan
rasul-rasul.” (Al-Hijr: 80). Mereka mendustakan satu rasul akan tetapi
dinyatakan oleh Allah dengan kata jamak yang menyeluruh. Begitupula Yahudi dan
Nasrani yang mengingkari kerasulan Muhammad ibn ‘Abdillah Shalallahu ‘alaihi wasallam berarti sama dengan mendustakan Nabi
Musa dan Isa ‘alaihimusallam yang
telah menyatakan bahwa akan ada nabi setelah mereka bernama Ahmad/Muhammad.
Sehingga mereka telah menyimpang dari ajaran nabi mereka sendiri dan
mendustakan seluruh rasul yang telah mengabarkan kabar gembira ini. Maka, tanah
Palestina yang diklaim Yahudi (dan dahulu Nasrani) adalah tidak berhak bagi
musuh-musuh Allah dan pembangkang para rasul.
5. Allah Ta’ala berfriman, “dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan
kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali."
Disinilah
letak kelupaan manusia, bahwa manusia itulah yang selalu lupa dan penuh
kekurangan. Maka ditekankan kepada kita untuk meminta ampunan kepada Allah atas
apa yang kita lakukan dalam amalan kita bila ada kekurangan. Memohon ampunan
bila telah berdosa dan berbuat kesalahan, dan hanya kepada Allah-lah semua
urusan akan dikembalikan. Yaitu sebagaimana kesalahan-kesalahan kita diharpkan
bisa diampuni oleh Allah tatkala hari persidangan pada Yaumil Akhir, karena
hanya Dialah Yang Maha Pengampun.
(artinya): “Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala
(dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah
kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir."
Tafsir Singkat:
1. Allah Ta’ala berfirman, “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya.”
Ini merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada
hamba-hambaNya, yaitu Dia tidak menghisab apa yang dalam hati dan
lintasan-lintasan buruknya. Ibnu Katsir rahimahullah
Ta’ala mengatakan (artinya), “Allah memaafkan kita sebuah kata hati (yang
belum diperbuat/diucapkan) dan Allah menulisnya dari yang telah mereka
perbuat/ucapkan.
Islam ini pada dasarnya dalah mudah, lurus dan tidak
berbelit. Islam menjadi repot dan ruwet karena adanya pendapat-pendapat yang
berdasarkan akal dan logika semata, baik itu untuk memperjelas sesuatu hukum
atau mengingkari sebagian ayat-ayat Allah (baik qauliyyah maupun Khauniyyah).
2. Allah Ta’ala berfirman, “Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
Ini merpakan sebuah bentuk penghapusan (nasakh) dari ayat sebelumnya (lihat Q.S Al-Baqarah: 284). Sekarang
bukan hati lagi yang dihisab, akan tetapi amalan perbuatan. Allah berfirman “kasabat” orang yang berbuat buruk
dinyatakan “iktasabat”.
Artinya “Kasabat”
artinya sekedarnya saja, maka sekedar berbuat baik dia sudah mendapatkan
kebaikan itu. Akan tetapi “iktasabat”
adalah benar-benar melakukan (bersungguh-sungguh) dalam melakukan, artinya
mereka dicatat keburukan bila benar-benar mengamalkan keburukan itu dan
merencanakannya serta upaya yang kuat untuk melakukannya. Ini merupakan bentuk
kemurahan Allah Ta’ala, sebagaimana
haddits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi (Lihat Kitab Hadits Arba’in,
disusun oleh Imam Nawawi). Apabila orang yang ‘berpikir’ untuk berbuat baik,
Allah telah mencatatnya sebuah kebaikan dan Allah akan mencatat kebaikan yang
sempurna bila melakukan kebaikan. Sebaliknya bila keburukan yang dilakukan,
Allah hanya mencatat ‘satu’ keburukan dan bukan ‘keburukan yang sempurna’. Sungguh
beruntung kita memiliki Allah Yang Maha Pengasih.
3.
Allah Ta’ala berfirman, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
tersalah.” Allah tak akan menghukum manusia yang terlupa, sehingga ia
bertaubat dan kembali kepada jalan Allah.
4. Allah Ta’ala berfirman, “Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami.” Kita diberikan amalan-amalan
yang ringan. Padahal umat-umat terdahulu apabila mereka berbuat dosa langsung
dihukum oleh Allah. Dikisahkan Bani Israil, bila berbuat dosa di depan pintunya
tertulis sebuah tanda. Umat terdahulu bila pakaiannya terkena najis, maka
mensucikannya harus dibakar dan ghainmah perang langsung dilenyapkan oleh api
yang dikirim Allah untuk melenyapkannya.
5. Allah Ta’ala berfirman, “Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya.” Kita memohon kepada Allah untuk tidak diberikan ujian yang
kita tidak sanggup memikulnya berupa musibah, ujian dan apapun. Maka dari itu
orang yang menyerah dengan ujian kehidupan ini, berarti telah mengingkari ayat
ini. Dan orang yang bunuh diri berarti ia telah mengingkari ayat ini dan kufur
terhadapnya, maka nerakalah tempat kembalinya.
6 Allah Ta’ala berfirman, “Beri
ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami,
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." Maka dari ayat ini
terdapat tiga kategori: (1) permintaan maaf; (2) permintaan ampunan; (3)
permintaan rahmat. Dengan maaf dan ampunan berarti kita selamat dari semua
keburukan, dan dengan rahmat kita mendapatkan semua kebaikan. Ibnu Katsir
menyatakan, “Maafkan kami, artinya dosa antara kita dengan Allah. Ampunilah
kami artinya dosa antara kita dengan sesama. Dan Rahmatilah kami adalah
permohonan untuk diberikan kebaikan untuk kedepannya.” Para ulama berkata bahwa
memang manusia membutuhkan ketiga permohonan ini, yaitu, “Agar Allah mengampuni
dan menghapus dosa kita; agar Allah menutupi dosa kita; dan agar Allah
memberikan kebaikan pada masa mendatang dan mencegah kita dari berbuat
keburukan seperti itu lagi.”
Itulah ringkasan kajian
yang dapat kami susun, semoga bermanfaat. Dan semoga kita ditetapkan Allah di
atas keistikomahan dalam menapaki agamaNya. Serta menjadikan Al-Qur’an dan
Sunnah sebagai petunjuk, pedoman serta cahaya dalam kehidupannya. Semoga kita
hidup dalam keistiqomahan dan diwafatkan dalam keadaan Husnul Khotimah. Aamiin
@nd
Disusun di Malang
9 Shafar 1433 / 3
Januari 2012
Untuk mendownload rekaman
kajian, silahkan download link:
Untuk mendownload file PDF dapat merujuk link
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah