“KEDAHSYATAN SEHELAI SELENDANG”
CATATAN RIHLAH KE PULAU DEWATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta
Alam. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah pada Nabi Muhammad yang
merupakan hamba sekaligus utusanNya dan shalawat serta salam juga semoga
tercurah pada keluarganya, para sahabatnya dan para ummatnya yang setia
mengikuti manhaj (jalan) yang dibawanya. Amma
ba’d
Sekelumit kisah tentang perjalananku ke Pulau Dewata bersama suatu
rombongan yang terdiri atas bapak-bapak, ibu-ibu bersama keluarga mereka, dalam
rangka plesir dengan rombongan teman-teman satu kantor yang mencapai 120 orang.
Perjalanan yang sebenarnya aku malas untuk mengikutinya, namun karena sudah
dibiayai dan didesak akhirnya dengan terpaksa aku ikut juga bersama mereka. Perjalanan
yang ‘berat’ menurutku, karena perjalanan ini penuh dengan kesiapan mental.
Perjalanan ini membutuhkan persiapan mental yang kuat karena baru saja terjadi
persitiwa tidak mengenakkan terjadi di pulau ini. Perjalanan dari Malang pun
start pada pukul 16.00 WIB dan sampai di Pelabuhan Gilimanuk sekitar 23.00 WITA
(22.00 WIB). Perjalanan ini ditemani seorang Guide yang berasal dari Bali asli,
oleh pimpinan rombongan diharapkan penuntun wisata ini bisa menjelaskan tentang
seluk beluk Bali khususnya tempat-tempat wisata yang akan kami lalui.
Hal yang kita bahas kali ini adalah, bahayanya rihlah ke
negeri yang beda akidah dengan kita sebagai kaum Muslimin. Negeri yang
menyembah banyak tuhan (polyethism)
sedangkan kita adalah Tauhid (monotheism)
yang hanya meyakini Allah Ta’ala,
dengan ikrar Laa ilaha ilallah, wa Muhammad Rasulullah.
Perjalanan wisata yang dipaket oleh tim perencana perjaanan
salah satunya adalah Desa Panglipuran. Menurut sejarah desa ini memiliki pura
tertua dan terbesar kedua di Bali. Disebut ‘Panglipuran’, karena para raja Bali
jaman dahulu suka mengunjungi pura di desa ini sebagai obat pelipur lara.
Sang guide menjelaskan, bahwa perjalanan wisata ke Desa
Panglipuran adalah paket rekreasi untuk melihat gaya rumah penduduk yang penuh
dengan arsitektur unik, penduduknya yang ramah dan juga setelah itu yang
terakhir akan……”Mengunjungi Pura
Panglipuran” (heh?!?! Emang mau ibadah?). Seperti paket wisata lainnya yang
menyediakan paket mengunjungi Pura Terbesar di Indonesia yaitu Pura Besakih,
paket wisata ini tak kalah ‘mautnya’ dalam menawarkan keunikan-keunikan
wisata budaya Bali. Kesempatan sang guide untuk berdakwah dan memperkenalkan
negerinya. Mari kita simak ceriteranya.
A. PENTINGNYA SELEMBAR KAIN BAGI MEREKA
Sang guide menyatakan, suatu kehormatan bagi para pengunjung
bila berkenan memasuki Pura Panglipuran setelah melihat-lihat keunikan Desa
Budaya Panglipuran beserta masyarakatnya. Sang guide juga menyatakan bahwa bila
memasuki pura haruslah memakai selembar selendang yang ternyata berbentuk pita
kecil berwarna yang diikatkan di pinggang, seperti yang dikenakan sang guide.
Tanpa selendang itu pengunjung tak boleh masuk dan bila memaksa masuk akan
ditangkap Calang (penjaga pura) yang ada. Sang guide juga berkata, “Semoga saja
nanti ada pembagian selendang kepada bapak/ibu yang berkunjung. Karena memang
selendang itu sangat penting untuk kehormatan Pura sebagaimana jilbab sangat
penting untuk Muslimah yang pergi ke masjid.” What??
Beberapa orang pun meremehkan hal ini, “Ah, kan kita hanya
melihat-lihat saja dan tidak beribadah di dalamnya! Lagian itu kan hanya
selendang saja, bukan sesaji!”, mungkin ada beberapa pendapat demikian. Nah,
bagaimanakah kita menyikapinya????
Alhamdulillah hamdan katsiro mubarokan fih, Allah masih menyayangi kami. Sesampainya di Desa Budaya Panglipuran,
memang saya sempat melihat-lihat arsitektur rumah di sana. Namun setelah sampai
di depan pura, saya tak mau masuk dan saya pun bertekad menolak tawaran
selendang apapun. Akhirnya saya kembali ke tempat parkir bus dan masuk ke
dalamnya, setelah bus berjalan tampak gerutu sebagian rombongan yang tak bisa
melihat pura. Sang guide pun menjelaskan dan meminta maaf bahwa saat itu Pura
sedang memasuki masa haul (ualng tahun) yang semua orang masih beribadah di
dalamnya. Sehingga pengunjung seluruhnya (yang bukan berasal dari wilayah
Panglipuran) dilarang masuk. Alhamdulillah.
Nah. Sekarang bagaimana bila pura itu benar-benar boleh
dimasuki dan selendang itu dibagikan? Bagaimanakah sikap yang harus ditempuh
andai Anda juga berkunjung kesana dengan rombongan orang-orang awam??
B. Inilah Peran Akidah
1. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah, bahwa sesungguhnya shalatku,
penyembelihanku, hidupku dan matiku hanya semata-mata untuk Allah, Rabb semesta
alam, tiada sekutu bagiNya, demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri ( kepada Allah )” ( QS. Al
An’am : 162-163).
2. Thoriq bin Syihab radhiyallahu
‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
دخل الجنة رجل في ذباب, ودخل النار رجل في ذباب، قالوا : وكيف ذلك
يا رسول الله ؟، قال : مر رجلان على قوم لهم صنم لا يجوزه أحد حتى يقرب له شيئا، فقالوا
لأحدهما قرب، قال : ليس عندي شيء أقرب، قالوا له : قرب ولو ذبابا، فقرب ذبابا فخلوا
سبيله فدخل النار، وقالوا للآخر : قرب، فقال : ما كنت لأقرب لأحد شيئا دون الله U،
فضربوا عنقه فدخل الجنة . (رواه أحمد)“Ada seseorang yang masuk sorga karena
seekor lalat, dan ada lagi yang masuk neraka karena seekor lalat pula, para
sahabat bertanya : ‘Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah’, Rasul menjawab :
“Ada dua orang berjalan melewati sekelompok orang yang memiliki berhala, yang
mana tidak boleh seorangpun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan
sembelihan binatang untuknya lebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah
satu diantara kedua orang tadi : ‘Persembahkanlah sesuatu untuknya’, ia
menjawab : ‘Saya tidak mempunyai apapun yang akan saya persembahkan
untuknya’, mereka berkata lagi :
‘Persembahkan untuknya walaupun dengan seekor lalat’, maka iapun persembahkan
untuknya seekor lalat, maka mereka lepaskan ia untuk meneruskan perjalanannya,
dan iapun masuk kedalam neraka karenanya. Kemudian mereka berkata lagi pada
seseorang yang lain : ‘Persembahkalah untuknya sesuatu’, ia menjawab : ‘Aku
tidak akan mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah, maka merekapun
memenggal lehernya, dan iapun masuk kedalam surga’” (HR. Ahmad).
C. Bagaimanakah Sikap Kita???
1. Kita sebagai Ummat Islam yang dimuliakan oleh Allah
tentunya memiliki keyakinan yang terpatri dalam hati, inilah keimanan. Ia tidak
bisa dijual, ditukar dengan apapun dan tidak bisa digadaikan dengan sesuatu
apapun. Bila ia telah tertukar, terjual atau telah tergadai konsekuesnsi adalah
neraka, kecuali dengan taubatan nashuha dan menyadari kesalahannya dan kembali
kepada Allah Ta’ala. Bagai slogan
yang sering kita dengar, akan tetapi kita ganti sedikit slogannya yaitu “AKIDAH
TAUHID HARGA MATI.”
2. Syubhat: Kita kan hanya mengetahui ajaran mereka dan tidak
meniru mereka?
Jawabannya: untuk apa mengetahui, toh kalau sudah tahu tetap tidak
diamalkan?? Bukankah hati ini sangat gampang berbolak balik?? Pertama mungkin
kita bisa menolak, namun bila kita penasaran dan mencoba menggali kembali,
pasti akan tertarik..ingatlah bahwa kita berperang dengan setan hingga hari
kiamat. Sehingga kita berpegang teguh pada keimanan. Hingga Allah Ta’ala pun berfirman dalam Surat Al-Kafirun untuk
masalah keyakinan, “Katakanlah: "Hai
orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku." (Al-Kaafirun: 1-6).
3. Syubhat: Aku hanya
memasuki pura dan melihat-lihat saja tanpa beribadah di dalamnya.
Jawab: Bukankah untuk masuk ke pura harus menggunakan selendang yang
menurut mereka itu hal terpenting dalam kehormatan pura?? Sehingga mengormati
siapakah kita gerangan?!?!?! Jangankan sehelai selendang, seekor lalat pun bisa
memasukkan manusia ke dalam neraka…!!! Dan apa faedah kita hanya memasuki
tempat ibadah agama lain bukan untuk berdakwah, akan tetapi hanya untuk
melihat-lihat saja? bukankah itu turut mengagungkan agama tersebut?
4. Maka, berwisatalah bersama teman-teman yang memahami
agama. Silahkan untuk berwisata ke tempat mana saja dan kapan saja, karena rihlah/wisata juga merupakan anjuran
Allah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam pun menganjurkannya. Allah Ta’ala
berfirman, “Sesungguhnya telah
berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul). Namun dengan syarat wisata ini menambah iman, pelajaran
serta mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Wisata dengan teman-teman yang faham agama atau ulama akan menentramkan hati
kita, bukan malah sebaliknya. Mereka juga akan membimbing kita tentang tata
cara ibadah, muamalah dan adab saat melakukan perjalanan. Di tengah-tengah
perjalanan yang dibahas adalah ilmu, bukan guyonan melulu yang membosankan dan
tidak berfaedah. Karena saya sendiri pernah mengalami bagaimana berwisata
bersama teman-teman yang pimpinan rombongannya kurang memahami ilmu ushul fikh. Hingga beberapa orang
peserta wisata harus tertinggal Sholat Ashar dan dengan terpaksa Sholat Ashar
dijamak dengan maghrib di salah satu masjid di Denpasar Bali (Loooh????
Astaghfirullah. Semoga Allah mengampuni mereka dan memberikan mereka ilmu).
Padahal sholat sangat mudah dilakukan apabila memang ‘mereka’ mempersulit kita,
ingat kaidah “Bertambah tekanan kesulitan mengenai kita, maka bertambah
Islam menawarkan kemudahannya.”
5. Bila memang terpaksa rekreasi dengan teman-teman yang
awam, maka kita harus memegang prinsip untuk masalah-masalah ushul (pokok), baik akidah maupun fikih
dan bersikap toleran terhadap masalah-masalah furu’ (cabang). Untuk masalah ushul seperti keyakinan (akidah)
adalah sebagaimana yang dicontohkan, yaitu: memasuki tempat ibadah agama lain
hanya untuk rekreasi dan melihat-lihat saja, memakai selendang atau apapun yang
tujuannya melakukan penghormatan kepada tuhan-tuhan mereka, memakan makanan
yang diharamkan, melupakan shalat, melakukan sebagian ritual (termasuk mengusap
wajah dengan air yang diyakini masyarakat setempat suci, walau kita tidak
meyakini hal itu. Karena walau kita tidak meyakini hal itu, apakah kita
benar-benar tidak terpikirkan bahwa memang air itu adalah air yang tak
berkhasiyat?? Ingatlah bahwa hati kita lemah, ndak laki-laki dan ndak
juga perempuan. Hanya saja yang membedakan hanyalah kadar kelemahan itu)
6. Tips terakhir adalah, bila rekreasi ke suatu tempat, lebih
baik jangan memakai travel tour. Lebih aman kita rekreasi sendiri saja bersama
rombongan yang tau akan tempat itu…Tak seru karena tak ingin mengetahui seluk
beluknya?? Yah itu lebih baik daripada kita tahu seluk beluknya, namun keimanan
kita yang tergadaikan. Jalan-jalan ke taman kota juga bisa menjadi wisata yang
menyegarkan. Paling nikmat, datangilah sebagian taman-taman syurgaNya di dunia.
Apakah itu??? MAJELIS DZIKIR
(Majelis Ilmu yang mengingat Allah) (berdasarkan HR. Ahmad dan At-Tirmidzi dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma.
Dalam sanadnya ada rawi yang dhaif,
namun hadits ini ada syahidnya, diriwayatkan oleh Al-Hakim dari hadits Jabir
radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’. Lihat Adh-Dha’ifah no. 1150 dan
Ash-Shahihah no. 2562)
So…Waspadalah-Waspadalah!! Dengan hanya Sehelai Selendang…Namun
memiliki konsekuensi yang DAHSYAT!!!
Allahu a’lam
Ditulis di Malang, 5 Shafar 1432 / 9 Januari 2011
@nd.
Rujukan:
1. Ushul Salasa. Dinukil dari http://kautsarku.co.cc/?p=124. Diakses pada 5 Shafar 1432 (9 Januari 2011).
2. Taufiq. Rihlah Dalam Pandangan Islam. http://muslim12.wordpress.com/2010/01/06/rihlah-dalam-pandangan-islam-2/. Diakses pada 5 Shafar 1432 (9 Januari 2011).
3. Redaksi Sakinah. Majelis Dzikir. http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=849. Diakses pada 5 Shafar 1432 (9 Januari
2011)
Untuk mendownload Format PDF, silahkan merujuk di link
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah