KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Minggu, 21 April 2013

DUNIA IMAJINASI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
WOOW, DUNIA IMAJINASI!!!
 by: TRAINING & MITOVATION "CAHAYA HATI"
Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta Alam. Dialah yang menciptakan manusia dengan akalnya, Dia pulalah yang memuliakan anak Adam dengan unsur kemuliaannya. Semoga shalawat serta salam tetap terlimpah kepada Sang Utusan Allah, Muhammad ibn Abdillah beserta keluarganya, para sahabatnya, serta umat yang mengikuti sunnahnya dan petunjuknya hingga akhir zamman. Amma ba’d.
Anak-anak merupakan tunas masa depan generasi muda. Dalam pramuka Indonesia, mereka digambarkan sebagai tunas pohon kelapa. Tunas adalah bakal pohon dan kelapa adalah pohon yang multimanfaat. Subhanallah, selain pohon kurma, kelapa juga bermanfaat seluruh bagiannya yaitu mulai dari akar hingga daunnya[1]. Maka, Pramuka Indonesia yang merupakan kependekan dari Praja Muda Karana ini berharap anggotanya bisa memiliki manfaat yang multi guna[2], begitupula seharusnya anak-anak Ummat ini.
Dalam lambang Kepramukaan, anak usia Sekolah Dasar (SD), dilambangkan dengan tunas yang berwarna hijau. Tunas yang masih hijau ini tak kan pernah mampu menopang terpaan badai, maka dari itulah sunatullah (ketetapan Allah) berlaku. Apa apa maksud sunatullah yang saya tuliskan di sini hai kawan? “Tidak ada sebuah tunas yang menjulang tinggi hingga ia harus menahan beban berat yang tak sanggup mereka pikul.” Semua tunas pasti pendek dan lentur, tidak menjulang dan kaku, sehingga mereka terlindung dari terpaan badai dan petir untuk melangsungkan kehidupannya. Begitupula manusia, makhluk berakal yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala yaitu manusia, berlaku ketetapan yang sama.
Manusia yang baru lahir hingga baligh, mereka tak diberikan beban syariat (ghairu mukallaf), karena apa? yah karena mereka masih mengalami pertumbuhan yang serius pada fisiknya, mentalnya dan daya pikirnya. Kondisi ketiganya masih terbilang lemah untuk mengemban permasalahan dan mengemban beban berat. Merupakan kedzaliman apabila memaksakan beban kepadanya. Sedangkan Allah mengharamkan kedzaliman kepada hamba-hambaNya[3].
Salah satu beban berat yang sering dipaksakan kepada anak kecil adalah, “mereka dipaksa untuk berpikir realistis.” Tak jarang mereka yang ‘dipaksakan’ itu berumur kurang dari tujuh tahun bahkan kurang dari itu. Kata ‘dipaksakan’ ini memang bukan sebuah kesengajaan bagi orang tua atau guru untuk memberikan permasalahan pada anak-anak dan menyuruhnya untuk menjawab secara ilmiah, tentu itu perbuatan ‘orang tua yang gila’. Tapi justru ketidaksengajaan karena mereka tak mengetahui ilmunya. Itulah sebuah hal fatal yang justru akan merusak mental anak hingga berdampak pada rusaknya perilaku pada usia selanjutnya (usia baligh/remaja).
Makanya hai kawan, sebelum menikah atau sebelum kau menimang anak, pelajarilah dulu ilmu tentang mengasuh anak. Di mana sekolahnya?? Datanglah ke taman-taman syurga, yaitu di majelis-majelis dzikir yang mengingat Allah. Ingat!! yang dimaksud dzikir di sini adalah mengkaji indahnya Islam, khususnya dalam membina rumah tangga ala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Kenapa harus lagi-lagi kembali ke Beliau? karena “Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.[4]
  Karena jauh dari pemahaman dan anjuran dalam syariat Islam tersebut, banyak orang tua yang MELARANG anaknya untuk bebas berkreasi, banyak pula yang melarang anak-anaknya untuk bermain, padahal apa yang mereka mainkan hakekatnya tidak berbahaya tetapi hanya mungkin berdampak kotor bagi anak-anak itu. Boleh jadi mainan itu punya tetangganya, saudaranya atau punya adiknya yang lebih kecil, tetapi orang tua mereka melarangnya bermain hanya karena takut kuman, mungkin Sang Mama sedang keranjingan berita Flu Burung, Tomcat, atau virus apalah yang mereka lihat di televisi maupun media, takut merusak mainan temannya atau yang lainnya. Boleh jadi Sang Ibu pun gengsi, karena sang anak mainannya hanya mobil-mobilan butut sedangkan tetangganya mobil-mobilan remut (remote), jadi kalau anaknya pinjam rasanya malu. “Jangan Gini...Jangan Gitu” “Nanti Gini...Nanti Gitu” ini yang sering terdengar dari mulut Sang Mami, tatkala memarahi anaknya yang sedang asyik bermain[5]. Padahal hakekatnya permainan itu tak mengandung masalah kecuali hanya kotor, tampak melelahkan atau khawatir rusak.
Padahal Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa dunia anak memang dunia bermain dan dengan bermain itulah mereka berimajinasi.
IMAJINASI?
Yah, Imajinasi...
Itulah dunia anak-anak kawan. Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat faham bahwa imajinasi adalah dunia bagi anak-anak, maka dari itu Beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak melarang dan tidak pernah melarang anak kecil untuk bermain selama itu tidak membahayakan dirinya dan orang lain serta tidak memungkinkan sang anak menuju ke jalan kesesatan[6].
Bukti bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memahami betul bahwa dunia anak adalah dunia bermain adalah riwayat yang dibawa oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Saya pernah masuk ke rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang tatkala itu sedang merangkak, dan terlihat di atas punggungnya Al-Hasan dan Al-Husein[7] (tatkala mereka masih kecil) sedang duduk sambil Beliau Shalallahu ‘alahi wasallam berkata kepada keduanya ‘Unta yang paling bagus adalah unta kalian ini, dan orang adil yang paling baik adalah kalian berdua.’[8] Hadits ini salah satu hadits popular di kalangan ulama dan menjadi bahan dasar ilmu mendidik anak. Bayangkan, Utusan Allah Ta’ala merangkak dan di atas punggungnya terdapat dua anak kecil yaitu cucunya Al-Hasan dan Al-Husein yang masih kecil.
Bukan hanya itu, bahkan Beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam memotivasi agar para orang tua menggiatkan anak-anak mereka yang masih kecil untuk bermain dan belajar. Hal itu tentu memulainya dengan tahapan-tahapan hingga ia harus belajar secara serius di usia yang akan menginjak baligh. Anak usia di bawah tujuh tahun, adalah masih belum diberikan beban yang terlalu berat untuk belajar, mereka memang masih memerlukan sarana bermain. Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaih wasallam memerintahkan mereka untuk mengeluarkan keringat (dengan bermain itu)[9].
So...
Bagaimana realitasnya yang pernah kami alami hai kawan??
Keanehan terjadi bila telah melihat realitas. Ada banyak unsur dan faktor yang mungkin harus dilihat lebih mendalam dari hati ke hati. Tapi, di sinilah letak keunikan masyarakat itu. Seakan keunikan itu tidak bisa dibaca dengan mencontek sebuah teori, dengan bergaya ilmiah berkata di depan sidang terbuka lalu menyimpulkan begitu saja. Tidak!!!...sekali-kali tidak demikian! Banyak hal yang harus kita dalami dan kita selami, bukan hanya dengan akal dan pikiran semata, tapi dengan hati. Maka dimanakah hati kalian hai kawan?!?! Manakah hati kalian hai para calon sarjana dan master serta doktor pendidikan? apakah dengan mengejar gelar Sarjana, Master, Doktor dan Profesor kau serampangan dalam mendalami masyarakat? kasihan mereka menjadi korban uji coba kalian.
Unik...!
Yah unik! Masyarakat pada dasarnya tahu, bahwa dunia anak adalah dunia imajinasi. WOOOW, DUNIA IMAJINASI!!! Seakan orang tua itu senang melihat anaknya lahir, seakan mereka ingin kembali ditimang lagi oleh ayah dan ibunya dulu, mama dan papanya, mami dan papinya, entah sebutan apa lagi yang dirasa pantas oleh pembaca. Mereka faham, bahwa anak mereka tatkala bayi adalah anak yang butuh perhatian dan kasih sayang.
Namun, pendidikan kepada anak-anak mereka berubah total tatkala anak-anak mereka menginjak usia sekolah. Yah saat usia sekolah! Khususnya di Indonesia yang aku ketahui dan khususnya di Malang salah satu kota yang aku cintai, para orang tua mulai ‘aneh’ dalam mendidik mereka tatkala mereka sudah menginjak usia sekolah, ya...walaupun itu Taman Kanak-Kanak (TK) atau bahkan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini/Pra TK).
Tatkala anak sudah menginjak usia sekolah, katakanlah TK[10] mereka sudah melihat orang tuanya pun mulai marah-marah, mata melotot, belum lagi kalau mereka mendapat nilai jelek di raportnya. Ujung-ujungnya anak yang disalahkan, dimarahi dan dipelototi!!! yah...walau masih TK. Orang tua hanya melihat nilai, nilai dan nilai, tanpa melihat bagaimana anak ini berusaha sekuat tenaganya dan bagaimana anak ini harus dipenuhi dahulu hak-hak masa kecilnya. Minimal orang tua dengan nada kesal mengatakan, “Kok udah gedhe gak bisa baca!” atau “Kamu ramai aja di kelas!” atau “Kamu emang bandel!”, dan beberapa kata senada yang walaupun lembut di telinga namun menusuk-nusuk hati anak kecil walau seusia TK atau bahkan sebelum itu, asal dia faham dengan bahasa orang tuanya.
Aneh, aku sangat aneh melihat orang-orang tua itu. Di luar sekolahnya mereka dibiarkan bermain sekenaknya, entah itu main nekeran[11], umbul[12], atau permainan-permainan semacamnya. Padahal permainan itu terdapat unsur yang berbahaya, yatu ‘JUDI”. Bagaimana tidak, mereka taruhan sebelum bermain, dan pemenang merebut mainan milik pemain yang kalah. Orang tua tak mau tahu akan hal ini, menganggapnya biasa, di luar urusan sekolah terserah mau apa. Akan tetapi kalau masalah ‘pelajaran’ sekolah[13] orang tua betul-betul memantaunya. Sekolah harus rajin, duduk, membaca dengan serius, mendengarkan guru, jangan ramai saja di kelas, serta macam-macam larangan dan larangan.
Menginjak kelas 1 Sekolah Dasar yang rata-rata usia anak telah mencapai enam atau tujuh tahun, beban berat semakin mereka rasakan. Padahal saat itu mereka masih memiliki hak bermain, akan tetapi seakan-akan Sekolah Dasar adalah sekolah yang membeberkan segudang realitas kepada anak kecil.
SEGUDANG REALITAS?
Yah, saya tulis dengan huruf besar pada kata “SEGUDANG REALITAS”. Betapa tidak, anak yang harusnya masih memerlukan lapangan untuk mengembangkan imajinasinya, karena memang mereka masih dalam masa pertumbuhan harus dijejali dengan pertanyaan, “Apa cita-cita kamu?” “Dokter Pak/Bu Guru” Kenapa? “Karena, pengen dapet uang banyaaak.” bla...bla...bla. Tatkala Pak/Bu Guru tanyak, “Apa cita-citamu?”, sang murid menjawab, “Sopir Pak/Bu Guru!”. Maka tentu tertawa riuh akan segera membahana. Itu karena orang tuanya yang mengajari mereka terpasung pada cita-cita Dokter, Presiden, Tentara, Pilot, ujung-ujungnya miliyader[14]. Belum gurunya boleh jadi juga mendukung pengekangan imajinasi ini.
Segudang realita ini muncul tatkala mereka mendapatkan bentakan, marah dan makian dan tatkala mereka masih tak tahu apa-apa. Banyak anak kecil yang mencoret-coret tembok lalu dia dimarahi bahkan mendapat pukulan, padahal mereka tak tahu apa-apa tentang larangan menulis di tembok itu. Ada pula anak kecil usia lima tahun yang membanting gelas hingga pecah, lalu dia dimarahi padahal dia tak tahu apa-apa tentang gelas pecah itu. Tatkala menginjak usia sekolah, tiba-tiba saja segudang larangan dan perintah itu harus ia telan. Tatkala sang anak belajar seakan-akan dia harus meniru sikap profesor yang serius di depan meja belajarnya. Tatkala Sang Anak itu mau ujian, seakan-akan ia harus membaca layaknya ilmuwan yang akan menemukan piring terbang...Hah?? yah itulah. Siapa sesungguhnya yang berimajinasi? anaknya, atau ibu/bapaknya?
KADIKSUH...
Bagaimana adik-adik di lingkungan Sanggar Baca Kadiksuh?
Tak jauh beda, baik di Bethek maupun di Ciliwung, tapi karena aku banyak berkecimpung di Bethek, maka aku lebih memahami tentang bagaimana karakter orang tua dan anak di Bethek.  
Pada awalnya tatkala aku melihat adik-adik di Sanggar Baca Kadiksuh Bethek, aku sangat kagum. Sebagaimana yang telah kuceritakan bahwa mereka sangat rukun waktu itu. Antara adik-adiknya, antara kakak dan adiknya, serta warga masyarakat yang turut hadir dalam acara siraman rohani itu. Aku bukan ustad, tapi aku diminta mengisi sedikit wacana. Yah wacana ringan hingga akhirnya ku bergaul dengan mereka.
Setelah acara itu, selanjutnya Kak Arga pun datang ke rumahku dan berdiskusi tentang rencana programnya ke depan. Aku pun menawarkan diri untuk bisa membantunya, karena aku sangat tertarik dengan memahami dan mendekati adik-adik di Sanggar. Selanjutnya aku pun aktif mempersiapkan rencana-rencana Sanggar Baca Kadiksuh (Sebelum dibentuknya Komunitas) bersama Kak Arga. Aku pun turut melihat kakak-kakaknya yang lain mengajar, bahkan aku diminta untuk mengajar pula. Ah...namanya anak-anak yah agak bandel. Wajar, kadang juga mengundang emosi, tapi tetap saja kita sebagai kakak harus sabuar...Hmm...(Dhieeng, baru tau rasa tuh! katanya ndak boleh bilang bandel...?? yah cukup disimpan dalam hati saja marahnya.
Hingga tiba saat suatu malam, aku bersama Kak Arga dan Pak RT 07 di Bethek ngobrol bareng. Asyik rasanya obrolan malam itu, karena aku bisa melihat lebih dekat sosok seorang pemimpin yang memimpin masyarakat pinggiran sungai (DAS) Berantas. Unik, penuh gambaran lika-liku dan curahan hati seorang RT.
DHHIEEENGG???
Aku kaget luar biasa tatkala kudengar ucapa Pak RT yang saat itu meluncur dari lisannya, “Nuwun sewu Mas, niki kakak-kakake kudu teges nang adik-adike. Cek supaya mboten nglamak ngoten loh kalih kakake. Niku lak njih gurune.” (Mohon maaf Mas, Kakak-kakaknya ini harus tegas kepada adik-adiknya. Agar tidak kurang ajar begitu loh kepada kakaknya. Itu kan juga guru mereka). Terlepas dari penambahan dan pengurangan kata-kata beliau, menarik kayaknya. Tegas gimana maksudnya, dan apa latar belakangnya?
Pak RT melanjutkan lantunan curhatnya, “Kula niki pun sering kula disambat warga. Arek-arek iku kok nglamak se karo kakak-kakake. Malah wonten sing ngendikan, ‘iki karo kakake kok kayak karo gendhakane ae!’” (Saya ini sudah sering dicurhati sama warga, anak-anak itu kok kurang ajar begitu sama kakak-kakaknya. Malah ada yang bilang, ‘itu sama kakaknya kok seperti gundiknya saja). Astaghfirullah hal ‘adzim, kata-kata “gendhakan” ini saya tidak main-main menulisnya, bukan dari hiperbola saya sendiri akan tetapi ini langsung dari lisan Pak RT. Gendhakan dalam Bahasa Jawa atau gundik dalam Bahasa Indonesia, merupakan kata yang sangat kasar bahkan kuasar untuk menyatakan “Istri/Suami Simpanan”.
ADA APA INI? APA SALAH MEREKA DAN APA SALAH KAMI?
Pertanyaan pun muncul terus dalam hatiku, “Ada apa ini, apa salah adik-adik itu dan apa salah kami?” Aku pun yang baru mengenal wilayah itu bertanya-tanya, terkadang aku pun bertanya kepada Pak RT karena ingin tahu, “Lah, kok saged Pak? (Lah kok bisa Pak?)” Pak RT pun menjawab, “Lah niki lare-lare niku lendhat-lendhet teng kakake. Guyon ae, gak sinau malah guyon...Iki niat sinau apa dolanan. Niku loh Mas, nuwun sewu menawi ngajar ingkang teges mawon.” (Itu anak-anak manja kepada kakaknya. Bergurau saja, ndak belajar malah bergurau...ini niat belajar atau mainan. Itu loh Mas, mohon maaf kalau mengajar yang tegas saja). Terlepas dari penambahan dan pengurangan, tapi apa yang kudengar intinya seperti itu. Lendhat-lendhet artinya manja, dimana gaya manjanya adalah seperti seorang anak kecil kepada orang tuanya atau kakaknya. Tapi kalau menurut pernyataan Pak RT itu, masyarakat mempersepsikan adik-adik asuh itu manjanya seperti seseorang ke pacarnya. na’udzubillah.
Tahukan yang dimaksud oleh warga siapa mereka yang lendhat-lendhet itu???
Yaitu adik-adik laki-laki dan perempuan kelas satu sampai kelas enam Sekolah Dasar[15]. Memang sejauh yang saya lihat saat itu terdapat kedekatan antara adik-adik dan kakak-kakaknya. Tapi saya lihat kakak-kakak dan adik-adiknya tidak pernah melakukan aksi lendhat-lendhet dalam arti sebenarnya, yaitu memeluk, merangkul atau lebih dari itu kecuali kepada adik-adik yang lebih kecil daripada kelas lima. Kalaup pun mengelus kepala pada anak kelas lima dan enam, itu karena konflik yang besar sedang menimpa mereka. Wajarlah anak kecil...kadang ngambek, kadang bertengkar, kadang mewek, kadang juga minta kasih sayang.
Memang, apabila perkataan manja dari mulut mereka adalah benar, seperti kata-kata “Oalah Kaak-Kaak!” “Ayooo a Kaak!” dan sebagainya, kenyataannya ini sudah dinilai warga sebagai hal yang berlebihan. Masya Allah, padahal realita “Orang Dewasa” di wilayah setempat justru lebih parah dari itu, dan realita itu justru menimpa tetangga mereka, kakak kandung mereka (yang sudah baligh) dan bahkan orang tua mereka yang tidak pantas dilakukan selain mahramnya. Tapi, seakan itu biasa bagi mereka dan bukan rahasia khusus lagi. Oh...Boy...!!! itulah yang biasa orang Barat katakan atas keheranan mereka. Kalau kita hendaklah ucapkan Innalillahi wa innailaihi roji’un.  
Masalah yang sesuai Judul di atas adalah, sabda Pak RT, “Guyon ae, gak sinau malah guyon...Iki niat sinau apa dolanan. Niku loh Mas, nuwun sewu menawi ngajar ingkang teges mawon.” (Itu anak-anak manja kepada kakaknya. Bergurau saja, ndak belajar malah bergurau...ini niat belajar atau mainan. Itu loh Mas, mohon maaf kalau mengajar yang tegas saja).
Dari paragraf di atas tampak bahwa mereka harus duduk manis dalam belajar. Mereka harus seperti mahasiswa yang duduk di bangku dengan mendengarkan celoteh dosen. Mereka dipaksa seperti ilmuwan dadakan yang mendapat ilmu dengan bertapa di Gunung Merapi. Weleeeh.
Biarkan aku sedikit berceloteh. Anak-anak pada hakikatnya tidak bisa diperlakukan kaku seperti itu, mereka harus diselingi dengan mainan, pendekatan dari hati ke hati, kasih sayang dan ucapan yang baik. Terlebih mereka harus dimasuki iman dengan menunjukkan akhlak yang mulia. Bermain adalah wajar, lagi pula Kadiksuh tidak menawarkan les dengan menarik bayaran sepersen pun. Kadiksuh pun tidak mengajarkan mereka sebagaimana les privat di lembaga-lembaga Bimbingan Belajar ternama. Kalau les Bimbingan Belajar, apa lagi yang sudah unggulan maka cara cepat dia dapat, kalau perlu pangkas soal dapat 100 nilainya. Tidak!! Kadiksuh mengajarkan kasih sayang dan mendidik bagaimana Rasulullah mendidik. Kadiksuh tidak hanya mendidik anak hanya dengan melihat nilai, tapi proses pembentukan karakter. Ini yang tidak semudah membalik tangan, ini yang membutuhkan waktu dan proses, ini yang membutuhkan strategi dan hati. Yach, dengan hati kawan bukan dengan ambisi!
Masalah sikap adik-adik yang manja hingga dikatakan seperti bersikap terhadap (maaf) gundiknya itu tadi, merupakan klaim masyarakat yang justru akan kita bahas di pembahasan berikutnya (insya Allah). Intinya “Sangat Tidak Layak” dituduhkan oleh orang dewasa kepada anaknya atau anak saudaranya atau anak tetangganya, padahal kita tahu mereka masih kecil dan tak tahu apa-apa. Mungkin kalau mereka masih kurang sopan bicaranya, saya katakana “IYA”. Seperti “Opo sek Kak, aku nyilih mboko!” (Apa sih Kak, aku pinjem donk), itu dalam Bahasa Jawa cukup kasar. Tapi, apakah kita langsung bentak, “Kasar kamu, benarnya begini loh..!” Tidak! tapi kita berikan reaksi yang lebih baik dari mereka. Kita kan bisa balik pinjam sesuatu kepada mereka ”Adek pinter, boleh Kakak pinjem pensilnya?”, atau bisa juga kita biasakan diri untuk berbahasa Jawa Krama/Halus di hadapan orang tua mereka, sedang mereka ada di depan kita. Dengan akhlak itu kita ajarkan mereka, bagaimana mungkin anak mau mengikuti pembicaraan gurunya, tatkala akhlak gurunya pun berlawanan dengan apa yang diucapkannya. Bisa-bisa mereka mengucapkan, “NGGEDABRUSH!!
Mendidik anak tidak semudah membalik tangan, tidak pula seperti memasak mie instan. Sehari jadi anak yang sopan. Sehari jadi anak yang cerdas, kalau bisa sehari punya ilmu kanuragan yang bisa membuat orang kagum padanya. Ini adalah KONYOL...!
Maka...
‘aina antum yaa thalib al-‘Ilm?
‘aina antum yaa ‘alim?
Dimana kalian semua wahai kakak-kakak yang dahulu mengikrarkan lisan semangat dalam berdakwah dan berjuang menyebarkan cahaya Islam dan cahaya Iman?
Di sini...di sinilah adik-adik menanti cahaya ilmu kalian.
Tapi...
Kalau dunia memang sedang memanggil kalian untuk dipenuhi hak-haknya, maka Allah lah yang akan menolong. Insya Allah Ta’ala.
Setelah sekian lama berceloteh, pertanyaan mungkin muncul...
Kenapa sih kok menulis seperti ini? kenapa tidak disimpan saja, dan untuk rahasia sendiri? ini apakah tidak mengumbar aib?
MAKA...
Apakah apabila kita berlayar dengan menaiki sebuah kapal pesiar yang besar. Kapal itu memiliki lantai bertingkat-tingkat, lalu kita tahu bahwa ada penumpang kapal di bagian bawah haus dan ingin mengambil air. Kemudian karena dia tidak mengetahui sebuah ilmu, maka ia ingin mengambil air dengan cara “INSTAN”, yaitu dengan melubangi kapal agar air itu masuk. LANTAS...?
Apakah kita biarkan dia/mereka melubangi kapal kita itu walau sekecil jarum????
Maka mari kita pekikkan perjuangan tuk menyebarkan cahaya Ilahi di Bumi Pertiwi. Allahu Akbar!!!

KADIKSUH
“Dengan Asma Allah. Berguna Bagi Negeri, Mewujudkan Sejuta Mimpi”

Ditulis di Malang
8 Sya’ban 1433 / 27 Juni 2012 

Download file PDF
http://www.ziddu.com/download/22059042/WOOWSerialBab2.pdf.html







[1] Hal ini didasarkan Hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. “Dari Abdillah bin umar beliau berkata: “Ketika kami duduk-duduk disisi Rasululloh Shalllallahu ‘alaihi Wassalam tiba-tiba diberikan jamaar (jantung kurma). Rasululloh shallahu ‘alaihi wassalam lalu berkata: “Sesungguhnya terdapat satu pohon, barokahnya seperti barokah seorang muslim”. Lalu aku menerka itu adalah pohon kurma lalu ingin aku sampaikan dia adalah pohon kurma, wahai Rasululloh. Kemudian aku menengok dan mendapatkan aku orang kesepuluh dan paling kecil, lalu aku diam. Rasululloh berkata: “Ia adalah pohon kurma”". Menanggapi hal ini Ibnu Hajar berkata: “Barokah pohon kurma ada pada semua bagiannya, senantiasa ada dalam setiap keadaannya. Dari mulai tumbuh sampai kering, dimakan semua jenis buahnya, kemudian setelah itu seluruh bagian pohon ini dapat diambil manfaatnya sampai-sampai bijinya digunakan sebagai makannan ternak. (dibawakan Ibnu Hajar dalam Fathul Baariy)
[2] Dikutip dari Wkipedia Indonesia pada point no. 6 tentang arti lambang Pramuka. http://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_Pramuka
[3] Hadits Qudsi diriwayatkan melalui sahabat Dari Abi Dzar al-Ghifari radhyiallahu ‘anhu, dari Nabi saw., menyampaikan apa yang diterimanya dari Rabbnya. Bahwa Allah berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.” (H.R. Muslim).
[4] HR Muslim, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad

[5] Dikutip dari buku karya Mahmud Al-Khal’awi & Muhammad Said Mursi. Mendidik Anak dengan Cerdas. Terjemahan dari Silsilatu Tarbyatul Aulad Ash-Shohihah Fann Gharsil-Qiyam. 2007. Diterbitkan oleh Insan Kamil: Solo.
[6] Maksudnya adalah, tatkala Sang anak kagum tatkala melihat Salib. Lalu anak itu ingin dibelikan Salib dan ia bermain dengannya. Ini permintaan yang sangat berbahaya bagi akidah mereka. Maka orang tua seharusnya dengan lemah lembut menolaknya dan membelokkan keinginannya dengan permainan yang lain dengan lembut.
[7] cucu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, putera dari Sahabat Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
[8] Hadits Riwayat Ath-Thabrani. Sanad hadits yang dapat diterima.
[9] Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Keringat anak (karena bermain) di waktu kecilnya, akan menambah kecerdasan di waktu besarnya.”
[10] Padahal TK biasanya anak masih berumur 4 tahun dan baru menginjak SD kelas 1 adalah usia enam atau tujuh tahun.
[11] Kelereng dalam Bahasa Jawa
[12] Permainan semacam kartu, lalu dipegang dengan telapak tangan. Antara satu anak dan anak yang lainnya TOS dengan membawa kartu itu di telapak tangannya. Kemudian tatkala kartu itu jatuh, yang muncul gambarnya dialah pemenangnya, dan milik temannya akan dirampas serta menjadi hak pemenang.
[13] Pelajaran yang dimaksud di sini berdasarkan pengamatan penulis, orang tua hanya sebatas mengamati nilai dan menindak tegas segala upaya yang mengarah kepada “NILAI JELEK”. Ini berlaku ‘mayoritas’ bukan semua orang tua. Allahu a’lam.
[14] Ini juga merupakan cuplikan kisah nyata yang dtulis oleh Abu Umar Basyier pada buku berjudul Prahara Cinta. Diterbitkan oleh Shafa Republika: Malang.
[15] Saat kami ngopi darat itu, adik-adik asuh kami belum ada yang SMP kecuali beberapa orang laki-laki yang kurang aktif, sedangkan mayoritas masih SD.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah