5
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah, kita memujiNya,
memohon pertolongan serta ampunan kepadaNya. Kita berlindung kepada Allah dari
kejahatan diri kita dan keburukan amalan-amalan kita. Barang siapa yang Allah
tunjuki, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah
sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah.
Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah dengan benar
melainkan Allah semata, serta tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad ibn Abdillah adalah seorang hamba sekaligus utusanNya. Amma ba’d
Ingatlah tatkala Allah Ta’ala
berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” dan Allah
berfirman, “Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu” (An-Nisaa’:1). Serta Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
(An-Nisaa’:3)
Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda, melalui Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu
'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda
pada kami: "Wahai generasi muda,
barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia menikah, karena
ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu
hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." (H.R
Bukhari-Muslim). Dan Beliau juga bersabda, “Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu
'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji Allah
dan menyanjung-Nya lalu bersabda: "Tetapi
aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan menikahi perempuan. Barangsiapa
membenci sunnahku, ia tidak termasuk umatku." (H.R Bukhari-Muslim).
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Apabila salah seorang di antara
kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik
untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan." (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadits shahih menurut Hakim).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Apabila datang laki-laki
(untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah dia,
dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang
meluas.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Segala puji Bagi Allah yang telah memberikan manusia rasa
cinta dan kasih sayang, hingga keduanya pun melakukan hubungan, lalu Dia
memperbanyak keturunan Adam di muka bumi, lalu mematikan mereka lalu
membangkitkan mereka serta membalas amalan perbuatan mereka. Ia Ta’ala mengampuni kepada siapa yang
dikehendakiNya dan memberikan siksa kepada siapa yang Ia kehendaki.
“JATUH CINTA”, merupakan fitrah yang dimiliki setiap insan.
Darinya hubungan antara seseorang dengan lawan jenisnya tercipta. Darinya,
manusia melakukan sebuah interaksi yang sangat menarik dan indah serta
memberikan kesan-kesan yang menyejukkan pada hati manusia. Kebahagiaan
merupakan suatu yang fitrah tuk dirasakan anak Adam, dari jatuh cinta-lah
kebahagiaan itu muncul. Dua kata yang sangat singkat, namun memiliki makna
serta urusan yang mendalam dan kompleks. Gelombang-gelombang indah terkadang
berfrekuensi dengan hati menimbulkan kesejukan yang terpatri dalam hati tiap
insan.
Allah Ta’ala telah
menetapkan bahwa syariat Islam unggul di atas segalanya. Ia telah menetapkan
aturan serta larangan yang ada di dalamya dengan penuh hikmah. “Jatuh Cinta”
bisa menjadi menyusahkan dan menyedihkan, tatkala tidak diatur sesuai syariat
Islam hingga Allah ridho kepada cinta itu sendiri. Ia dapat mencekik siapapun
yang ceroboh tuk berjalan melaluinya, sebagaimana para pejuang tertangkap dan
dihukum gantung bersama perjuangannya. Ia dapat membakar sebagaimana para
tentara yang makar tertangkap hidup-hidup dan dibakar di khalayak umum bila
tidak hati-hati mengambil langkahnya. Jatuh cinta bisa menjadi racun bagi siapa
yang meminum tanpa mengetahui ramuan apa yang ada di dalamnya. Benar, jatuh
cinta bisa menjadi madu yang manis bila sesuai aturan pakai, akan tetapi bisa
menjadi racun yang sangat pahit bila ceroboh dalam meramunya.
Maka, Allah Ta’ala
telah memerintahkan kita untuk terus mendekatkan diri padaNya, serta
memerintahkan menikah bagi hamba-hambaNya. Sedangkan RasulNya Shalallahu ‘alaihi wasallam telah
mengatur tentang teknisnya, sebagaimana penjabaran atas perintah Allah Ta’ala. Dan telah memotivasi agar
menikah karena Allah dan telah menetapkan bahwa menikah merupakan pintu gerbang
antara halal dan haram dalam melakukan suatu perbuatan antara seorang laki-laki
dan perempuan yang bukan mahram.
Menikah merupakan dapat menyelamatkan diri dari dosa
besar, sebagaimana Allah Ta’ala
mengharamkan atas zina, bahkan mendekatinya saja dilarang. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’:32). Maka
menikah adalah pintu gerbang dari keselamatan bagi seluruh manusia di dunia. Zina
dampaknya sangat buruk di dunia maupun akherat. Anak dari hasil zina tidak memiliki
wali, tidak saling mewarisi antara ayah dan anak yang lahir dari bagian
tubuhnya, anak menjadi terlantar dan tidak memiliki kasih sayang yang
semestinya, serta dampak buruk lain apabila perkara ini telah menyebar di muka
bumi. Na’udzubillah min dzaalik.
Menikah, merupakan suatu hal yang nikmat bagi yang pernah
merasakannya. Akan tetapi banyak pula yang merasakan pahitnya menikah bila
diramu dengan ramuan yang salah. Ramuan itu berasal dari pertemuan pertama
serta prosesnya. Dalam Islam tidak disebutkan proses yang baku dan kaku, akan
tetapi ada garis-garis besar dan rambu-rambu yang harus dilaluinya. Sebagaimana
khalwat (berduaan), ikhtilath
(bercampur baur antara laki-laki dan perempuan), sering komunikasi dengan
menyatakan hal-hal yang tidak penting akan tetapi dibuat seakan-akan penting
untuk pendekatan yang tidak seperlunya dan hal-hal lain yang mengarah kepada
keburukan lahir dan batin, merupakan larangan dalam Islam yang memiliki
maslahat besar.
Akhir zaman merupakan ujian berat bagi Kaum Muslimin di
dunia, khususnya di Indonesia yang belum memiliki lembaga khusus untuk mengatur
masalah pernikahan kecuali Kantor Urusan Agama (KUA) dan itu saja terbatas dalam
tugasnya. Padahal ada ratusan ribu bahkan jutaan pemuda yang memiliki
problematika tentang pernikahan. Banyak di antara mereka ‘wajib’ secara
biologis, ‘wajib’ secara batin, akan tetapi terpaksa dijadikan ‘sunnah’ karena
polemik pribadi, mulai dari nafkah/pekerjaan yang sulit hingga kesepakatan
kedua orang tua. Lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta seakan diam, masyarakat
seakan hanya menonton kisah-kisah unik di sekitarnya, dan para ulama pun seakan
hanya menjadi motivator di balik layar tanpa bisa berbuat apapun, padahal
pemuda serta pemudi tak kalah hebatnya menanggung derita yang mereka sadari
maupun tidak mereka sadari, mereka tidak saja membutuhkan motivasi, tetapi juga
solusi. Seakan mereka melihat sicercah cahaya, akan tetapi mereka kesulitan
menemukan sumber cahaya itu.
Ilmu agama, adalah hal yang sangat menentukan baik atau
buruknya perkembangan zaman, baik atau buruknya pemuda dan pemudi hingga baik atau
buruknya perkembangan suatu bangsa. Ironisnya, banyak para muda dan mudi saat
ini yang jauh dari agamanya, bukan karena dia nakal dan bandel untuk diajak
menimba ilmu agama akan tetapi orang tuanya yang ‘cuek’ terhadap masalah agama
dan hal-hal yang menyangkut keimanan hari kebangkitan. Kini dunialah yang
menjadi acuannya, dan ilmu dunia yang menjadi pangkal pendidikan
mayoritas orang tua hingga sang anak pun berpatokan kepada kenyamanan dunia
sedangkan akherat hanyalah bumbu sedap untuk
kehidupannya.
Masa-masa labil mayoritas dimiliki remaja hingga menginjak dewasa
(mencapai usia 40 tahun dalam usia dewasa yang syar’i). Masa-masa labil ini
kerap kali membuat orang tua bingung dalam mendidik mereka, secara biologis
mereka sudah dianggap dewasa akan tetapi secara pemikiran masih mengalami
pasang surut antara anak-anak dan berpikir rasional. Masa-masa inilah orang tua
justru memiliki peran penting dalam mengarahkan dan membina anak-anaknya
berdasarkan ilmu agama. Karena apabila jauh dari agama, maka sang anak pun akan
bingung dalam hidupnya idealisme apa yang harus dia pegang dalam warna
kehidupannya yang masih ‘abu-abu’. Apabila
masa ini tidak ditanamkan keimanan dan dibina dengan baik oleh orang tua mereka,
guru-guru mereka, pendidik-pendidik mereka maka akan menimbulkan ledakan permasalahan
yang hebat akibat ulah dan tingkah polahnya.
Gejolak biologis masa remaja, memicu dia untuk melakukan
hal-hal yang mengandung semangat dalam meraih
cita-cita dan impiannya. Remaja yang jauh dari agama tentu tidak ambil pusing dalam menggapai mimpi-mimpi mereka, kecuali setelah penyesalan
menjemputnya. Mereka cenderung menghalalkan
segala cara yang penting cita-cita dan mimpi-mimpi itu terwujud, entah
bagaimana caranya. Berbeda dengan seorang remaja yang mengetahui dasar-dasar akidah agama dan
syariat agama yang dimuliakan ini, tentu mereka
berpikir keras bagaimana untuk
mewujudkan kebutuhan biologisnya, kebutuhan batiniahnya, kebutuhan panca
inderanya hingga kebutuhan-kebutuhan lain yang ia idamkan agar mendapat restu dan ridho Allah Ta’ala.
Di masa-masa labil dan kritis ini, banyak kalangan thalib al-‘ilm (penuntut ilmu) membahas dalam karya-karya tulis serta
gaung-gemanya tentang menikah, padahal dia sendiri terkadang belum menikah. Gaung
dan gema itu seakan-akan menjadi simbol mereka dalam mendobrak fitnah yang
mencengkram mereka, serasa mereka ingin keluar dari belenggu dahsyat yang saat
ini menekannya. Tak hayal, sedikit banyak di antara mereka pun termakan fitnah
yang besar, larangan agama dilanggar, hingga ia pun jatuh terjerembab dan ingin
sekali bertaubat. Tiap manusia pasti
pernah melakukan kesalahan, hanya yang beriman dan bertakwa yang sadar dan kembali
dengan bertaubat kepada Allah Ta’ala.
Realitas
mengatakan bahwa banyak remaja yang ingin menikah, namun orang tua tak tahu apa yang harus
mereka lakukan. Orang tua khawatir, ‘besok anakku makan apa’ bila dilamar
seorang shalih namun pengangguran. Padahal bila
mereka mau sedikit merenung dan memahami, Allah telah berjanji dengan janjiNya
yang kokoh, Ia akan membantu orang yang menikah demi menjaga diri dari
perbuatan maksiat[1].
Banyak orang tua yang menghalangi anaknya untuk menikah hanya karena melihat
urusan dunia, padahal diharamkan bagi seorang wali menunda pelaksanaan
pernikahan putrinya, jika telah ada kesempatan dan waktu yang tepat [2].
Adapula orang tua yang justru membiarkan anaknya larut dalam kebingungan dengan
menasehatinya tentang kekhawatiran-kekhawatiran yang sangat mendalam bila
putrinya menikah muda.
Tokoh agama Yahudi pun menyatakan, “Kita harus
melampiaskan insting biologis kita, dengan dalih bahwa tanpa hal itu akan
menyebabkan seseorang akan mengalami gangguan jiwa.”[3]
Begitu dahsyatnya hingga orang Yahudi pun faham bagaimana cara menghancurkan
umat Islam, khususnya pemuda masa kini. Mulai majalah, buku cerita, televisi, hingga internet serta media-media lain berusaha dikuasai umat lain hanya
untuk menghancurkan para pemuda Islam melalui jalur ‘rangsangan’ seksual
mereka. Akibatnya, banyak sekali kejahatan-kejahatan serta kenakalan-kenakalan
remaja merajalela. Remaja kini mulai tampak kebrutalannya mulai dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), merokok, musik,
hingga pergaulan bebas, durhaka kepada orang tua, bahkan meninggalkan sholat[4].
Keprihatinan orang tua pun meningkat, bahkan teramat prihatin mereka, hingga
mereka pun mendiamkannya berbuat maksiat. Na’udzubillah
tsumma na’udzubillah.
Begitu indah ayat-ayat Allah, antara qhauliyyah (ayat-ayat berupa teks) dan khauniyyahNya
(ayat-ayat berupa kejadian), tak kan pernah bersetru kedua ayat tersebut bahkan keduanya saling mendukung antara satu dengan lainnya. Barang siapa mentaatinya, maka ia akan menemukan
kejadian yang indah, dan barang siapa yang mengingkarinya maka kepedihan akan
menghampirinya. Hidup memang penuh ujian, akan tetapi taubat dan rahmatNya
tetaplah terbuka. Banyak kisah kehidupan manusia yang sangat indah yang dapat dijadikan pelajaran, sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang beriman.” (Q.S Yusuf:111). Maka
sebagai bentuk pelajaran bagi kita, kisah kehidupan merupakan suatu hal yang
indah untuk dijadikan bertafakkur kepada Allah Ta’ala.
Saya (insya Allah) akan menuliskan suatu kisah yang dapat
dijadikan hikmah bagi kalangan pemuda dan orang tua serta
para pendidik untuk lebih memperhatikan permasalahan pemuda dan pemudi
khususnya masalah keterikatan hati dan cinta. Keduanya merupakan fitrah bagi
siapapun yang merasa dirinya manusia, akan
tetapi dapat menjadi ujian permasalahan yang hebat bila tidak hati-hati dan
menjalankannya sesuai dengan perintah Ilahi. Bukan hanya orang awam, tapi para penuntut ilmu syar’I bahkan ustad pun bisa terjebak
dalam fitnah ini bila tidak hati-hati. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya
bagi laki-laki daripada fitnah wanita.” (H.R Bukhari-Muslim).
Kisah dalam novel merupakan kisah seseorang yang sangat
saya kenal, dia menceritakan kepada saya mengenai kisahnya dalam
potongan-potongan memorinya. Dia ingin agar kisahnya bisa dijadikan pelajaran
berharga bagi para pemuda agar mereka menyadari betapa fitnah wanita ini
sangat berbahaya. Dia pun mengajak para pemuda
untuk mempercepat menikah sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada
mereka. Begitupula dengan wanita, ia ingin agar para gadis tidak banyak
berangan-angan kosong hingga menyebabkan dirinya jatuh terjerembab dalam
tuntutan yang dahsyat di hari kiamat, serta mengajak para wanita menjaga
dirinya dari kerusakan lahir dan batin yang membuatnya susah dalam
hidupnya[5].
Begitu pula untuk para orang tua, agar mereka memahami bagaimana kebutuhan
anak-anaknya, dan bagaimana sepak terjang musuh-musuh Islam dalam
mempropagandakan menikah di usia matang (menurut musuh-musuh Islam) dan
melarang menikah pada usia muda, padahal propaganda itu sangatlah membahayakan mental para
pemuda Muslim itu sendiri. Siapakah musuh kita? tidak lain adalah setan
dalam bentuk Jin dan Manusia.
Maka sebagai penutup pengantar ini, marilah kita merujuk
ayat Allah yang berfirman, “…Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maa’idah:2). Semoga novel ini dapat
ditulis secara lengkap dan dapat dipaparkan secara indah, baik dalam hal alur, maupun bahasa walaupun ada beberapa yang memang
perlu dirahasiakan karena suatu kemaslahatan serta nama-nama yang disamarkan
atau bahkan digantikan. Oleh sebab itu, apabila ada nama, identitas, dan semua
hal yang sama dengan para pembaca kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Adapun dalam penulisan novel ini terdapat sedikit penambahan dan pengurangan, namun
insya Allah tidak melenceng terlalu jauh kepada alur aslinya.
Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah Ta’ala semoga kita dapat mengambil
pelajaran yang ada di dalamnya, hingga kita menjadi insan yang lebih bertakwa
kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Disusun di Malang
23 Muharram 1433 / 19 Desember 2011
ARNANDA AJI SAPUTRA
[1]
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Ada tiga golongan yang pasti Allah akan menolongnya, yaitu:…orang
yang menikah demi menjaga diri dari perbuatan maksiat…” (dirujuk dari Kitab Tuhfatul ‘Arus, hal:9)
[2]
Dirujuk dari Kitab Tuhfatul ‘Arus, hal:81
[3]
Dirujuk dari Kitab Tuhfatul ‘Arus, hal:11
[4]
Dirujuk dari Kitab Waa Syabaabaah, Maa Lakum Laa Tarjuuna, Lillaahi Waqaraa.
Pemuda Takut Dosa (terj). Muhammad al-Qadhi. 2010. Al-Aqwam.
[5]
Berdasarkan kisah nyata yang ia alami, insya Allah akan diceritakan beberapa
pengalaman wanita yang berangan-angan kosong dan akibatnya di dunia.
nB:
Untuk mendownload versi File PDF, silahkan click link
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah