MENIKAH
ADALAH MUTIARA KEHIDUPAN
Segala
puji hanya milik Allah Tuhan Semesta Alam, semoga shalawat serta salam tetap
dicurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Salam,
keluarganya, dan para sahabatnya serta umatnya hingga akhir zamman. Amma
Ba’du.
Setelah
sekian tahun mengalami penjombloan, penulis akhirnya diberikan karunia besar
berupa mutiara cantik dan bersinar terang yang menerangi kehidupan penulis,
yaitu seorang istri yang (insyaa Allah) shalihah. Allah berfirman dalam QS. An-Nur: 32
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى
مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ
اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ -٣٢-
Artinya:
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan Memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.
Ayat tersebut bila ditafsirkan secara singkat:
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih sendirian di
antara kalian, dan orang-orang yang saleh di antara budak-budak laki-laki
kalian dan budak-budak perempuan kalian. Jika mereka miskin, Allah akan Memberi
mereka kecukupan dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Wa angkihū (dan nikahkanlah), yakni kawinkanlah.
Al-ayāmā mingkum (orang-orang yang masih sendirian di antara
kalian), yakni anak-anak perempuan atau saudara-saudara perempuan kalian. Ada yang
berpendapat, anak-anak kalian atau saudara-saudara perempuan kalian yang belum
mempunyai pasangan.
Wash shālihīna min ‘ibādikum (dan orang-orang yang saleh di antara
budak-budak laki-laki kalian), yakni dan nikahkanlah hamba-hamba laki-laki kalian yang
saleh.
Wa imā-ikum iy yakūnū (dan budak-budak perempuan kalian. Jika
mereka), yakni jika orang-orang merdeka itu.
Fuqarā-a yughnīhimullāhu miη fadl-lih (miskin, Allah akan Memberi mereka kecukupan
dengan Karunia-Nya), yakni dengan Rezeki-Nya.
Wallāhu wāsi‘un (dan Allah Maha Luas) Rezeki-Nya, baik bagi orang-orang merdeka
ataupun bagi para budak.
‘Alīm (lagi Maha Mengetahui) untuk memberi mereka rezeki.
Berdasarkan Firman Allah di atas anjuran untuk menikah
sangatlah kuat khususnya bagi para pemuda/i yang memiliki nafsu yang kurang
bisa dikontrol. Allah mengharamkan zina sebagaimana dalam FirmanNya dalam QS.
Al-Isra’: 32,
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
-٣٢-
Artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh
suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.
Para ulama mengatakan bahwa, sesuatu yang didekati saja dilarang adalah
sesuatu yang memiliki larangan yang kuat dan tegas, memiliki konsekuensi dosa
yang besar dan adzab yang pedih.
Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil, ada keseimbangan dan
fitrah yang menancap pada diri manusia. Manusia telah diciptakan memiliki nafsu
sebagaimana hewan yang berkembang biak, karena secara fisik manusia disetting
oleh Allah tinggal di dunia sebagaimana makhluk hidup yang tinggal di dunia yaitu hewan dan
tumbuh-tumbuhan serta apapun yang hanya Allah yang mengetahuinya. Semua yang
hidup di dunia telah disetting untuk berkembang biak melalui proses perkawinan antar lawan jenis sesama mereka.
Karena pentingnya perkembangbiakan inilah, maka Allah
hadirkan nafsu pada diri manusia. Mustahil bila nafsu manusia dimatikan akan berdampak positif bagi mereka, kecuali memang
pada saatnya nafsu
itu mati (pada masa yang sangat tua). Sehingga nafsu merupakan fitrah manusia yang
normal dan wajar, bahkan apabila manusia tidak memiliki nafsu birahi maka yang
terjadi akan terputus generasi dan keturunan manusia.
Manusia secara hakiki bukanlah hewan, hati dan akal merupakan dua
modal yang sangat berharga untuk menerima hidayah Iman dan Islam. Keduanya ini
sudah merupakan takdir yang ditetapkan Allah
kepada manusia, bahwa mereka harus tinggal di bumi untuk melaksanakan
ketetapan Allah beribadah dan
sebagai khalifah. Sedangkan hewan tidak memiliki beban untuk melaksanakan ketetapan Allah
berupa syariat, maka konsekuensi syurga dan neraka tidak ada pada mereka. Menurut
Tafsir Ibnu Katsir pada surat An-Naba ayat terakhir bahwa setelah seluruh hewan
mengalami qishash (pembalasan atas perlakuan terhadap sesama hewan di
dunia), mereka semuanya dijadikan tanah. Di saat itulah orang-orang kafir
mengatakan,
إِنَّا أَنذَرْنَاكُمْ عَذَاباً قَرِيباً يَوْمَ
يَنظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنتُ
تُرَاباً -٤٠-
Artinya: Sesungguhnya Kami telah Memperingatkan kepadamu
(orang kafir) azab yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah
diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata, “Alangkah baiknya
seandainya dahulu aku jadi tanah.”
Mereka memohon kepada Allah seandainya mereka dijadikan
seperti hewan saja, namun hal itu tidak bisa dilakukan, karena ketetapan sudah
menjadi hukum hakiki Allah Ta’ala dan tidak bisa dirubah.
Apabila manusia yang mengemban syariat Islam ini
dijadikan liar sebagaimana hewan hidup, maka manusia akan kacau balau. Syariat
tidak berfungsi, perintah dan larangan pun tidak mampu membuat manusia sebagai
khalifah di bumi. Apabila zina diperbolehkan, maka bagaimana keturunan manusia
akan mampu dilacak dan bagaimana manusia akan mampu mengemban syariat sementara
dia hidup dengan cara yang liar dan tidak disiplin.
Lihatah bagaimana contoh orang-orang Timur maupun Barat
yang terkenal dengan budaya bebasnya. Bilamana sang anak lelaki maupun
perempuan ditanya, “Siapa sesungguhnya ayahmu?” maka banyak di antara mereka
yang tidak mengetahui siapa bapaknya, mereka hanya mengetahui ibunya. Padahal
secara syariat Islam, bapak adalah sosok yang bertanggung jawab atas nafkahnya,
atas kewaliannya, dan atas hak warisnya. Dengan kekuatan fisiknya peran seorang
bapak sangatlah penting untuk tetap diakui, sedangkan bila sang bapak tidak
jelas statusnya, dari sperma yang mana sang anak lahir menyebabkan terlantarnya
sang anak. Ibunya yang wanita, telah ditakdirkan bersifat lemah fisik dan
psikologinya, melahirkan dan memiliki fungsi dan tugas yang lainnya. Tentu sang
anak sangat terlantar, bagaimana kehidupan mereka yang nyaman dan bahagia hanya
bualan media semata.
Sudah dijelaskan dalam paparan di atas bahwasanya nafsu
manusia itu wajar, namun dengan pertimbangan yang sangat syar’i Allah pun telah
menetapkan hukum bahwa nafsu harus diatur, tidak boleh liar dan sembarangan
diumbar. Allah melarang sesuatu (zina) maka Allah memberikan jalan keluar dan
kemudahan atas larangan itu, yaitu menikah. Maka barang siapa yang menyatakan
bahwa dirinya tidak akan menikah dia sudah menyalahi fitrah sebagai manusia dan
dia telah keluar dari ajaran Rasulullah Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam yaitu ajaran Islam yang fitrah. Sebagaimana pernyataan Beliau Shalallahu
‘alaihi wa Sallam sendiri terhadap orang yang menyatakan dirinya tidak akan
menikah, maka Rasulullah bersabda, “…Aku pun juga menikahi wanita, dan barang siapa
yang tidak senang dengan sunnahku maka mereka bukan bagian dari golonganku.[1]”
Tersesatlah orang yang menyatakan bahwa menikah itu hina,
sehiangga mereka mengkebiri dirinya dan menutup diri untuk tidak menikah. Sudah
kita lihat betapa banyak pelanggaran yang mereka lakukan (dari kalangan orang
Nasrani khususnya para pendeta) secara tersembunyi yang akhirnya bocor di
media, bagaimana dengan kebejatan vatikan terhadap anak-anak wanita di bawah
umur, suster-suster dan pelanggaran seksual yang lainnya. Mereka punya fitrah
untuk kawin, namun mereka mencoba untuk melawannya sedangkan mereka tidak mampu
melawan fitrah atau ketetapan Allah, akhirnya mereka sendirilah yang hina dan
mati kehormatannya.
Hinalah orang yang menjunjung adanya seks bebas,
menjunjung penyimpangan seksual dan yang mengatakan bahwa seksual merupakan
suatu yang harus diapresiasi secara bebas karena itu Hak Asasi Manusia. Sudah
seringkali kita lihat fenomena yang menyedihkan tatkala Hak Asasi Manusia yang
mereka dengungkan itu diumbar hingga ke masalah yang intim, bagaimana akhirnya
kehidupan mereka. Mereka hidup liar bagai hewan yang berakal, mereka memiliki
tujuan hanya untuk hidup dan tidak tahu lagi untuk apa kecuali untuk memuaskan
hasrat mereka. Mereka galau, gamang, bimbang, bahkan mereka sudah hilang kehormatannya
di mata sesama manusia, apalagi di
mata Allah.
Maka menikah adalah solusi, solusi bagi Kaum Muslimin
terlebih lagi yang mengaku mukmin. Tidak dibenarkan seorang menginginkan hidup
membujang kecuali sesuatu yang sangat mendesak. Para ulama yang tidak menikah
pun karena mereka cinta terhadap ilmu dan untuk kemaslahatan umat, perilaku
mereka bukan untuk dicontoh dan ditiru karena mereka tentu memiliki alasan
tersendiri. Bahkan ada seorang ulama di jaman salaf ash-shalih yang
sangat ‘alim namun tidak menikah, oleh seorang Imam Besar dikomentari, “Dia
hampir-hampir menjadi manusia sempurna dalam masalah keilmuannya, namun satu
cacat yang nampak atas kami yaitu dia tidak menikah.” Allahu a’lam bhish
shawwab.
[1] HR.
al-Bukhari, dalam kitab: Nikah, bab: Anjuran untuk Menikah, ( no. 5063 ) dan
Muslim dalam syarah-nya, dalam kitab: Nikah, bab: Disunahkan Menikah Bagi Orang
yang Memiliki Keinginan dan Memiliki Kemampuan dan Menyibukkan Diri dengan
Puasa Bagi yang Tidak Mampu (no. 3389 ).
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
1 komentar:
Apakah hukumnya jika wanita muslim meminta di nikahkan dengan pria asing yang muslim juga?
Posting Komentar
Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah