KAJIAN ISLAM DAN KARYA PENA

KAJIAN ISLAM YANG MEMUAT HAL-HAL BERKAITAN TENTANG PENGETAHUAN ISLAM BAIK SADURAN ATAU KARYA ASLI. BAIK HAL AKIDAH, MUAMALAT, FIKIH ATAUPUN TASKIYATUN NUFS (PENYUCIAN HATI)

JUGA KARYA PENA UMUM BERUPA PUISI CERPEN DAN KARANGAN ATAU ILMU PENGETAHUAN UMUM DAN PENELITIAN ILMIAH

Rabu, 24 November 2010

Bejana dan Permasalahannya

 Bejana dan Permasalahannya

Alhamdulillah hamdan katsiro mubarokan fih, Allahumma shali 'ala Muhammadin wa 'ala alihi wa shahabihi ajma'in. Amma ba'd.

Imam Syafi'ie Rahimahullah Ta'ala dalam Fiqihnya. Dimana Fiqih ini ditulis dalam sebuah kitab oleh ulama bermadhab Syafi'ie, yaitu As-Syaikh Abu Syuja' al-Asfihani dalam kitabnya yang berjudul Matn al-Ghaayah wat Taqrib. Di Indonesia Buku ini diterjemahkan dalam judul "Fiqih Islam Tradisi" dan diterbitkan oleh Ampel Mulia, Surabaya.

Syaikh Abu Syuja' menyatakan bahwa:
"Tidak diperbolehkan menggunakan bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan diperbolehkan menggunakan bejana-bejana selain daripada keduanya". Pendapat Abu Syuja' yang menukil dari pendapat Imam Syafi'ie menyatakan bahwa, bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak tidak boleh dipergunakan untuk apapun. 

Namun, bila kita rujuk kembali kepada dalil yang syar'i, ternyata ada beberapa perincian yang harus diperhatikan. 
1. Bahwa pada hukum asalnya, sesuatu itu diperbolehkan (Hal Muamalat). Namun, sesuatu itu menjadi haram bila ada dalil sahih yang mengharamkannya. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?' Katakanlah: 'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui" (Al-A'raf: 32).



2. Dalam Hadist Riwayat Imam Ahmad dinyatakan bahwa Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu pernah mengutus seseorang (sangat dimungkinkan itu adalah pelayannya) untuk mengambilkan bejana berisi air. Kemudian orang itu datang dengan membawa bejana perak berisi air. Sahabat Hudzaifah pun melempar air dalam bejana itu ke wajah orang yang membawanya. Kemudian beliau pun mengatakan, "Aku pernah melarangnya, tapi ia tidak jera. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam pernah melarangku minum (dan makan) dari bejana emas dan perak. Melarangku memakai sutera tebal dan juga tipis. Beliau menerangkan, "Itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kalian di akhirat". 
Telah kita ketahui bersama bahwa:
a. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam hanya melarang Sahabat Hudzaifah Radhyallahu 'anhu "makan dan minum" pada bejana emas dan perak.
b. Orang yang membawakan bejana perak itu diperkirakan kuat adalah pelayannya, atau seseorang yang ingin membantunya dan sering berinteraksi dengannya. Maka dimungkinkan pula Sahabat Hudzaifah memiliki bejana emas dan perak yang hanya digunakan untuk perhiasan rumahnya (Allahu a'lam). Akan tetapi pelayannya salah paham dan terus saja tidak mau merubah kelakuannya. Akhirnya, ketika ia memberikan bejana perak pada sahabat Hudzaifah untuk tempat minum, marahlah Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu dan melemparkan isi bejana itu ke wajah sang pembawa minuman.

c. Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha pernah memiliki bejana dari perak, dimana bejana itu digunakan untuk menyimpan rabut Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam. Bila ada orang yang sakit, maka Ummu Salamah mengambil rambut Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam lalu memasukkannya ke dalam ait. Kemudian air itu diminumkan kepada orang yang sakit itu, maka sembuhlah ia. Dari hadist ini dapat dipahami makna, bahwa Bolehnya bertabarruk pada sesuatu pada diri Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (khususu untuk Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam) dan bahwa Ummu Salamah pun memiliki bejana perak, namun bukan untuk makan dan minum melainkan untuk menyimpan sesuatu barang. Ummu Sallamah juga meriwayatkan hadist, bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Orang yang minum dari bejana perak, sungguh akan terdengar gemuruh api neraka di dalam perutnya" (HR. Imam Malik). 

d. Dari hadist poin B dan C, telah diketahui bahwa perawi haist memiliki bejana, namun mereka pantang untuk menggunakannya makan dan minum. Secara akal, Perawi hadist ini lebih memahami hadist yang diriwayatkannya daripada yang lainnya.



Maka beberapa ulama berpendapat:
1. Syaikh Utsaimin Rahimahullah Ta'ala menyatakan bahwa bejana itu dalam fungsinya (menurut fiqih sunnah) ada 3 macam, yaitu:
a. Menyimpannya sebagai hiasan rumah atau mungkin sekedar koleksi
b. Memakainya selain untuk makan dan minum. Sebagai misal emas dipakai untuk sangkur pedang atau bahkan pedang itu. Untuk tempat parfum, tempat wudhu' dan semisalnya
c. Memakainya untuk makan dan minum
Maka Syaikh Utsaimin menyatakan bahwa pendapat yang sahih adalah, "Bahwa mengambilnya dan memakainya untuk makan dan minum adalah Tidak Diperbolehkan". 
2. Syaikh Walid Ibn Rasyid menyatakan bahwa hukum asal bejana adalah boleh dipakai dengan dasar Q.S Al-A'raf: 32. Namun bila dipakai untuk makan dan minum, hal itu dilarang. Sebagaimana dalam hadist Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam
Maka kedua pendapat ulama ahlu sunnah wal jama'ah di atas merupakan pendapat yang mengarah kepada ketepatan dengan memenuhi beberapa asumsinya: (1) berdasar al-Qur'an; (2) berdasarkan Hadist; (3) berdasarkan Qaidah dalam beragama Islam.

Maka pendapat yang menurut saya  rajih (endapat saya ini juga menukil pendapat para ulama yang saya yakini ketepatannya. Wallahu a'lam) adalah:
"Bejana Emas dan Perak "BOLEH" digunakan untuk "SELAIN MAKAN DAN MINUM".

O) PERMASALAHAN:
1. Bagaimanakah bila ada wadah logam (selain emas dan perak) berlobang, lalu ditambal dengan emas atau perak??

Maka berdasarkan pendapat beberapa ulama ada beberapa kriteria tentang penambalan ini. Yaitu:
1. Bila ditambal dengan emas, maka itu Dilarang baik sedikit ataupun banyak
2. Bila dengan perak maka itu diperinci lagi sebagai berikut:
a. Hanya berupa tambalan saja.
b. Tambalan terbuat dari perak
c. Berjumlah sedikit
d. Karena ada keperluannya (untuk menambal logam bejana yang memang lobang dan mungkin tak ditemukan tambalan lain selain perak)
Dasar dari pendapat ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam memiliki bejana, lalu Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam menambalnya dengan perak. Bila mulut menyentuh tambalan peraknya maka hal ini tidak mengapa, karena tiada dalil yang mengharamkannya (sesuai qaidah muamalah, bahwa hukum asalnya adalah boleh hingga ada dalil yang melarangnya). Allahu a'lam


Ini sekedar sedikit paparan dari buku Fiqih Islam Tradisi karya Syaikh Abu Syuja' al-Asfihani dan beberapa penjelas menurut pendapat yang lain. Dalam pemaparannya, saya tidak memaksakan para pembaca untuk harus, apalagi wajib mengikuti pendapat pada apa yang saya tuliskan. Bila memang ada perbedaan pendapat di antara pembaca, maka hal itu dipersilahkan dan itu wajar dalam hal Fiqih dengan syarat: (1) memiliki dalil syar'i dalam sebuah pendapatnya dan (2) tidak bertentangan dengan Ushul Dien (masalah-masalah prinsip beragama) serta (3) Tidak bertentangan dengan Ijma' para sahabat (kesepakatan) dan juga para ulama.

Saya hanyalah seorang pemuda yang masih awam akan ilmu dan masih sangat perlu menyelami ilmu lebih dalam lagi. Maka dari itu, saya memohon masukan-masukan yang positif kepada para pembaca. Serta, apabila ada pembaca yang lebih memahami dan mendalami ilmu fiqih, khususnya tentang masalah bejana, kemudian menemukan hal fatal yang saya tuliskan, maka saya meminta Anda untuk mengkoreksinya dan memberikan masukan yang terbaik dengan cara yang baik pula. Komentar dan masukan dapat dikirimkan melalui e-mail di alamat: paranggaruda@gmail.com atau dapat juga di Facebook dengan alamat: paranggaruda@yahoo.com a.n Abdullah Arnando el-Aji SAputro. 

Terima kasih, semoga artikel ini bermanfaat dan apabila ada kelebihan itu datangnya dari Allah, namun bila ada kesalahan datangnya dari diri saya pribadi dan bukan dari ustad, maupun pengarang kitab apalagi dari yang menyampaikan risalah ilmu agama shalallahu 'alaihi wasallam terlebih lagi bukan dari Yang Maha Mengetahui dan Maha Hikmah.
Akhirul Kallam. Alhamdulillah hamdan katsiro mubarokan fih, Allahumma shali 'ala Muhammadin wa 'ala alihi wa sahabihi ajma'in

Rujukan Kitab:
1. Al-Qur'an
2. Kumpulan Hadist 9 Imam (kutubut tis'ah) elektronik. http://lidwa.com/app/
3. Syaikh Abu Syuja' Al-Asfihani. 2008. Fiqih Islam Tradisi. Terjemahan dari Mathan al-Ghaayah wat Taqrib. Ampel Mulia: Surabaya
4. Kajian Mulazammah Ikhwan di An-Nur Jagalan pada tanggal 18 Dzulhijjah 1431 / 24 November 2010.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berdiskusi...Tangan Kami Terbuka Insya Allah